Luna terkapar bagaikan tidak ada daya upaya untuk hidup tepat di lantai apartemennya di dekat beranda, dia mengintip sedikit dari beranda dekat ruang tamunya melihat apakah ada Laskar atau tidak di sana.
Setelah Laskar meninggalkannya tadi, Luna tidak berkutik dan tetap diam di lantai memikirkan dan mencoba menenangkan dirinya. Laskar menciumnya lagi dan Laskar mengaggap itu biasa-biasa saja, tentu saja, tujuannya hanya mempermainkan Luna. Dan dengan ciuman palsu itu Luna sudah terbuai.
Luna rasa cepat atau lambat Luna akan segera mati.
Luna merangkak seperti balita yang tidak berdaya—berjalan menuju ruang tengah di mana ada ruang tamu mini di sana yang di depannya terdapat meja dan juga televisi.
Luna merangkat sampai ke karpet ruang tamu dan meraih ponselnya di meja. Dia harus curhat agar isi jiwa dan raganya tenang.
Luna akui dia memang labil tapi memang beginikan cara menenangkan diri, itu semua cara baru yang didapatkannya saat dia mengenal Thea dan Ellinor. Mereka sahabat yang baik walaupun terkadang buruk tapi seperti itulah persahabatan, saling melengkapi di antara kekurangan dan kelebihan.
Luna menelpon Thea lebih dulu, dan begitu panggilan tersambung yang menjawab bukanlah Thea tapi suara nyentrik nan cempreng Ellinor, "Luna, ada apa ini? Kau menelpon si kaum Duafa itu dan tidak menelponku? Apa-apaan? Posisinya lebih penting dariku?"
"Ah-Hallo, Ellinor. Aku juga baru mau menghubungimu. Jadi kamu bersama Thea?" tanya Luna langsung sambil membalikan badannya dan tengkurap antusias dengan pembicaraannya.
"Ya. Dan kami—Hei! Apasih! Ish!" Tampaknya ada perebutan ponsel antara Thea dan Ellinor dari cekcok sedikit yang Luna dengar.
"Berani sekali kau menyentuh ponselku wahai kaum pelacur tukang revolusi." Kini suara Thea yang terdengar, "Hallo cantik? Merindukanku, hm?"
"Thea? Kalian dimana sekarang? Aku mau menemui kalian." Luna sekarang bangkit dan meraih dompetnya yang juga tergeletak di atas meja, Luna benar-benar mau menemui mereka.
"Tidak!" Suara lantang Thea terdengar. Apa? Thea membentak Luna? Apa Luna melakukan kesalahan? Bagaimana ini, apa dia marah?
"Thea, kenapa kau membentakku? Luna salah ya?" tanya Luna serak.
"Apa? Membentak? Tidak, aku—oh! Mungkin karena suaraku nyaring, karena aku sekarang ada di depan apartemenmu." Setelah Thea mengatakan itu bunyi suara pin pintu terdengar dan setelahnya pintu terbuka menampilkan Thea dan Ellinor yang berwajah masam dengan rambut sedikit acak-acakan di sana.
"Apa ini? Luna? Dia tahu kode pin apartemenmu?" Lagi-lagi suara marah Ellinor terdengar. "Oh, jadi sekarang kau menduakanku."
Sementara Thea yang sebenarnya mengintip Luna waktu itu saat membuka pintu apartemen Luna sekarang tersenyum-senyum bangga—sengaja agar Ellinor semakin kesal. Luna meletakkan ponselnya setelah mematikannya lalu bangkin dari tidur tengkurapnya.
"Tidak Ellinor, tidak seperti itu."
Setelah mendengar ucapan Luna sambil memandang matanya Ellinor menunduk, "Baiklah."
"Aku baru mau berkumpul bersama kalian, kalian sudah disini? Sebenarnya ada apa?" tanya Luna sambil merapihkan hiasan rambutnya yang sedikit jatuh karena dia meletakan kepalanya sembarangan.
"Aku dan Ellinor punya rencana hebat!" Thea terdengar sangat bersemangat mendengarkannya, apa rancangan hebat mereka.
"Sebenarnya ini hanya ideku, jadi Luna, katakan padaku, apa kau akan ikut dalam hal menakjubkan ini?" tanya Ellinor.
"Apa yang kalian berdua bicarakan? Hal menakjubkan apa?" tanya Luna bingung.
"Maksudmu, seperti—"
"Aku ingin sekali mendandanimu ala Ghotic! Ya tuhan! Pasti manis sekali! Seperti Misa-chan di film Deat Note, kyaaaa!" Ellinor sepertinya benar-benar bersemangat. "Minggu depan nanti akan kubuat kau menjadi berbeda. Sekarang ayo kita pergi ke mall untuk membeli segalanya." Luna belum mengiyakan tapi mereka sudah menarik Luna keluar dari apartemen dengan sandal bulu yang biasa Luna pakai untuk tidur.
Luna memilih untuk duduk di taman depan mall daripada harus mengikuti kedua sahabatnya yang memang maniak belanja. Apalagi Thea yang sebagai laki-laki tulen, dia bilang meskipun laki-laki penampilannya harus seperti super model.
Luna juga sudah membeli makanan burung dara yang di jajakan swalayan pinggir jalan, karena di taman ini suka sekali singgah ratusan burung dara yang entah dari mana asalnya. Sepi disini... setidaknya angin sejuk tidak akan membosankan di bandingkan menunggu Thea dan Ellinor berbelanja tidak lupa saat keduanya mampir ke salon yang pasti sangat sebentar itu.
Luna menaburkan makanan burung di bawah kakinya dan langsung saja para burung itu datang berbondong-bondong menghampiri Luna. Damainya.
Mata Luna beredar ke mana-mana dan Luna menemukan seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi lain memperhatikan burung-burung yang datang menghampiri Luna. Dia tampak antusias mengamatinya dan ketika mata mereka bertemu wanita tua yang tampak pucat itu menundukkan kepalanya ke bawah. Apa Luna melakukan kesalahan lagi?
Luna tanpa sadar menghampirinya, wanita itu memakai gaun tidur berwarna putih dan bagian bawahnya sudah kotor terkeda debu, sepertinya terseret di tanah ketika dia berjalan, dia bahkan hanya memakai kaus kai yang juga sudah kotor karena dia tidak terlihat memakai sepatu ataupun sandal, rambutnya berantakan dan mencuat kemana-mana menutup setengah wajahnya.
"Boleh aku duduk disini?" tanya Luna pada wanita itu dan wanita itu tanpa menjawab menggeser duduknya dan Luna duduk di sebelahnya, Luna menyodorkan makanan burung itu pada wanita paruh baya itu, "Mau coba berikan pada mereka?"
Wanita itu menatap Luna sebentar lalu menunduk lagi sebelum tangannya berlahan berjalan ke kantung makanan burung dan menggenggam isinya, dia melemparkan makanan burung itu ke atas dan belum juga berhamburan di tanah makanan burung itu sudah di sambar oleh para burung.
Dia tersenyum kecil menikmati apa yang baru dilakukannya, setelah sadar bahwa Luna memperhatikannya wanita itu menundukkan kepalanya lagi dan senyumnya menghilang.
Luna berfikir apa dia terlihat seperti wanita tua ini selamanya ini? Dia malu-malu dan tidak percaya diri apalagi saat orang lain menatapnya. Apa juga yang Luna lakukan sekarang? Dia berani menghampiri orang lain dan berinteraksi dengannya? Mungkin karena Luna merasa dia lemah dan sama seperti Luna.
"Tinggal dimana? Cuaca sedingin ini tidak baik berkeliaran tanpa sandal dan pakaian tebal." Lagi-lagi mulut Luna berkoar tanpa permisi. Luna mengmbil kantung belanjanya yang berisi sandal tidur yang Luna pakai dari apartemennya tadi.
Luna sempat beli sepatu untuk di pakainya, dia meletakkan sandal tidur berbulu itu di kaki si wanita tua itu lalu melepaskan rompinya dan memakaikannya di bahu wanita itu. Kenapa Luna merasa sok baik seperti ini sih, seperti di drama saja.
"Luna!" Luna mendengar suara cempreng Ellinor terdengar dan benar saja, mereka berdua sudah ada di jalan setapak kecil sedikit jauh dari taman dengan banyak kantung belanja di tangannya.
Thea terlihat sedang memasukan kantung belanja ke mobil mereka yang tidak jauh di parkirkan dari sana. Luna berlari kecil menuju mereka tapi dia berbalik sebentar melihat wanita tua itu menyaksikan kepergian Luna.
Luna tersenyum kecil padanya dan wanita itu juga sedikit tersenyum kecil pada Luna walaupun hanya senyum singkat yang sepertinya tidak ikhlas, bibir wanita itu sedikit bergerak dan tampak mengulang kalimat singkat yang sama.
Luna mencoba membaca gerak bibirnya. Apa dia mengucapkan terimakasih? Tidak! Gerakan bibirnya terbaca... itu.... ha? tinkerbell?
Apa maksudnya? Sudahlah, apapun itu, sepertinya wanita itu mengalami sesuatu yang buruk dan tidak ada siapapun disisinya, Luna jadi merasa kasihan. Beruntung Luna ada teman disini dan dia tidak.
Tapi Luna merasa ini bukanlah petemuan terakhir mereka.
***
Bersambung.