Seketika Asya terbelalak, maniknya terbuka lebar dengan mulut yang siap berteriak kencang. Di depannya itu, ada seseorang dengan hoodie hitam tengah berjalan di atas genting dan berusaha menuju ke arahnya. Asya tak bisa menahan lagi kekagetannya.
"AAAAAAAAA!" teriaknya kencang.
Seseorang itu langsung mengangkat wajahnya saat mendengar jeritan Asya yang begitu kuat dan memekakkan telinga. Ia langsung berlari cepat ke arah Asya, hingga suara hentakan kakinya dengan genting semakin keras terdengar. Seseorang itu langsung melompati balkon dan langsung membekap mulut Asya erat, bermaksud menenggelamkan suara teriakan nyaring gadis itu.
"HMMPHH! HMMMPP!" teriak Asya tertahan sembari memukul-mukul kuat tangan seseorang yang kini sudah membungkam mulutnya.
"Diam!" tekannya. "Kenapa kamu berteriak seperti itu? Bagaimana kalau orang lain mendengar teriakanmu dan menciptakan keributan di sini?" tanyanya menuntut dengan suara menggeram dalam.
Asya terbelalak mendengar suaranya. Suara yang begitu dekat, menusuk dengan tajam ke indra pendengarannya. Suara seorang lelaki yang sampai pada telinganya barusan, membuat Asya terdiam bisu untuk beberapa saat. Entah mengapa, Asya merasa ia pernah mendengar suara lelaki itu. Namun, Asya lupa entah di mana ia mendengarnya.
Dengan pelan, Asya melirik ke arah samping, tepat di mana lelaki itu berada. Asya mendapati lelaki itu juga tengah menatapnya tajam. Asya semakin terbelalak, untuk beberapa saat Asya terpaku dengan tatapan itu. Menatap manik lelaki itu untuk waktu yang lama. Sama halnya dengan Asya, lelaki itu juga menatap manik gadis itu.
Untuk beberapa saat, tatapan ke dua insan itu beradu, lalu tatapan lelaki itu berubah keheranan saat Asya menatapnya seperti penuh ketakutan.
Merasa aneh, lelaki itu membuka suara. "Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu?" tanya lelaki itu.
Asya kembali sadar, lalu seketika menepis tangan lelaki yang sedari tadi membekapnya itu. Dengan cepat, Asya mengingitnya kuat.
"AAAARGH! HEY! APA YANG KAU LAKUKAN?!" tanya lelaki itu berteriak kencang saat gigi-gigi Asya menggigit tangannya dengan sangat. "Saki! Lepaskan!" titahnya lagi sembari menjauhkan tangannya dari Asya. Sesaat setelah tangannya terlepas, lelaki itu langsung berdesis ngilu dan menatap tangannya yang sudah terdapat bekas gigitan cukup dalam.
"Argh!" ringis lelaki itu kembali.
Asya tak mempedulikan hal itu. Ia juga tak merasa bersalah. "Hey, bukannya kamu adalah lelaki yang tadi bertemu denganku di dekat danau?" tanya Asya dengar kening mengerut.
Lelaki itu menatap Asya dengan tampang amat kesal. Bagaimana tidak? Pertemuan dua kali, dengan masalah yang menimpanya dua kali. Asya benar-benar gadis yang menyebalkan!
Memilih untuk tak berurusan panjang dengan Asya, lelaki itu akhirnya memilih kembali melompati pagar balkon lalu berjalan di atas genting, meninggalkan Asya. Asya langsung terkejut dan berpegangan pada pembatas balkon sembari menatap punggung lelaki itu yang semakin menjauh.
"Hey! Kamu mau ke mana?! Kenapa kamu ada di sini?! Apa kamu pencuri?! Kamu mau merampok rumah ini?! Benar begitu?!" tanya Asya sembari berteriak kencang.
Namun, lelaki itu tak juga menghiraukan teriakan Asya dan malah menghilang di balik atap. Asya masih mengerutkan keningnya tak mengerti, lalu menghela nafas. "Yah, benar. Sepertinya lelaki barusan itu anak tetangga, lalu memanjat dinding dan menaiki atap untuk bisa masuk ke sini. Yah itu alasan paling akurat," ucap Asya, gadis itu lalu tersenyum kecil.
Puk!
Asya langsung melonjak saat merasakan sesuatu menepuk pundaknya. Ia lalu melirik ke belakang. Saat menyadari bahwa yang menepuknya barusan adalah ibunya, Asya langsung menghela nafas lega. "Ya ampun, Mama. Mengagetkan saja," gumam Asya mengusap pelan area jantungnya yang tiba-tiba berdetak kencang.
"Kamu sedang apa di sini? Ayo, cepat turun dan segera bereskan pakaianmu di kamar. Nanti malam akan ada acara besar di rumah ini, kita harus sigap, atau tidak nanti dimarahi majikan," titah Alma sembari berlalu meninggalkan Asya seorang diri.
Asya tak langsung menjawab, gadis itu memilih melirik ke arah genting-genting, lalu angin kencang menebas rambutnya. Selanjutnya, ia berbalik dan menyusul langkah ibunya.
***
Brugh!
Seorang lelaki berambut hitam legam, dengan tatapan tajam dan ukiran wajah yang tegas itu kini membantingjan tubuhnya ke atas kasur empuk miliknya dengan kuat. Lelaki itu menghela nafas panjang, lalu menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih bersih bak salju abadi.
Di dalam kamarnya yang luas itu, terdapat banyak furnitur yang bisa dibilang lengkap. Kamarnya, seperti apartemen. Hanya saja, di kamarnya tiada dapur.
Tok! Tok! Tok!
"Sean?" panggil seorang wanita dari luar sembari mengetuk pintu dengan pelan.
Sean, lelaki itu melirik pintu sekilas tanpa mau bangkit sedikit pun. Ia malas sekali hari ini. "Apa?" tanya Sean dingin.
"Mama ingin masuk, tolong buka pintu nya," titah wanita yang berstatus sebagai ibunya itu, lagi.
Sean masih tak beranjak. "Buka saja. Aku tak nenguncinya,"balas Sean malas.
Akhirnya, ibunda Sean itu masuk, dengan penampilan yang anggun dan sederhana ia berjalan ke arah Sean, lalu duduk di samping anak lelaki yang tengah berbaring itu.
"Sean, apa kamu belum mandi? Atau belum menyiapkan hadiah untuk kakakmu? Dia akan pulang malam nanti, dalam hitungan jam lagi," ujar Sonya, ibunda Sean.
Sean lalu bangkit dari tidurnya dan menatap Sonya tanpa ekspresi. "Aku ingin memberikannya hadiah dan sambutan meriah. Tapi, Chris juga selalu lupa untuk membelikan oleh-oleh untukku," jawab Sean sedikit murung.
Sonya langsung tertawa. "Ya ampun. Jadi niatnya kamu ingin balas dendam pada Chris karena dia selalu lupa memberimu oleh-oleh? Ada-ada saja," gumamnya terkikik geli. Sedangkan Sean hanya tersenyum kecil.
Sean merindukan Crish, kakaknya. Anak sulung di keluarganya. Sudah beberapa tahun sejak Chris berkuliah di luar negeri. Dan kini, lelaki itu sudah lulus, dan sebagai tanda kelulusan Chris dengan nilai memuaskan, keluarga Alexander berniat melakukan penyambutan Chris di bandara, dilajut pesta yang akan berlangsung malam ini.
"Ayo, siap-siap. Sebentar lagi kita akan ke bandara," titah Sonya yang langsung diangguki pelan oleh Sean.
Lelaki itu lalu berdiri mengambil piyama untuk segera ke kamar mandi dan membersihkan diri. Sonya yang saat itu, bangkit dan sedikit merapikan kamar Sean lantas menarik salah satu jaket, dan mulai melipatnya. Namun, saat hendak merapikan jaket itu, sesuatu tiba-tiba jatuh dari kantungnya. Hal itu membuat Sonya terdiam beberapa detik sembari menatap sesuatu yang jatuh tadi. Sebuah gulungan kertas kini tergeletak di atas lantai.
Sonya mengambil gulungan kertas itu dan hendak membukanya. Namun, Sean yang sedari tadi diam-diam mengawasi pergerakan Sonya lantas langsung berlari ke arah ibunya dan merampas gulungan kertas tadi.
"E-eh, lho kok direbut?" tanya Sonya heran. "Memangnya itu apa?"
"Bukan apa-apa," balas Sean cepat. Selanjutnya ia langsung pergi ke dalam kamar mandi meninggalkan ibunya. Ia lalu menatap gulungan kertas tadi, dan terdiam beberapa saat.
Kertas itu adalah kertas yang ia dapat dari seorang gadis yang bertemu dengannya tadi. Gadis menyebalkan. Dan oh! Sean baru sadar, bahwa gadis yang memarahinya di atap tadi juga gadis yang sama. Entah siapa gadis itu, Sean tak peduli, tapi gadis itu benar-benar menyebalkan! Jika memang gadis itu adalah pelayan baru di rumahnya, akan Sean pastikan gadis itu akan menderita!
***
—Bersambung—