Berterus Terang
Bab 17
Joya sedang gelisah memikirkan pertemuannya dengan Erik kemarin. Walaupun di sudut hatinya dan rasa senang bisa melihat kembali wajah mantan tunangannya itu, tapi dia tak bisa berterus terang karena ancaman Sarah.
"Kamu sedang memikirkan apa, Joy?" tanya Hindun.
Dia merasa heran melihat anak gadisnya yang sedang termangu di teras rumahnya.
"Mak, kemarin aku bertemu Erik dan anggota keluarga Kusuma yang lain."
Deg!
Hindun kaget mendengar ucapan Joya. Dia tahu mengapa mereka sampai bersembunyi di kota ini. Sekarang malah bertemu dengan keluarga Kusuma di sini pula.
"Apa mereka mengenalimu?" tanya Hindun.
"Erik sempat curiga, tapi Pak Harun menolongku meyakinkan dia kalau aku ini Tasya bukan Joya," jawab Joya.
"Syukurlah."
Joya menoleh pada ibunya, kemudian mendekati dan memeluknya.
"Aku lelah, Mak. Bagaimana kalau kita berterus terang saja pada mereka."
"Lalu Sarah? Kamu sudah lupa dengan ancamannya?"
"Aku yakin kalau Erik dan keluarganya tidak akan tinggal diam, Mak. Mereka pasti akan membantu menyelesaikan masalah ini. Aku sudah berpikir hal itu selama satu tahun ini," kata Joya.
Hindun tampak berpikir sejenak, lalu berkata pada Joya.
"Di mana mereka menginap? Biar Emak saja yang ke sana!"
"Jangan, Mak. Bahaya. Bagaimana kalau di sana ada Sarah," pekik Joya kaget.
"Tenang saja! Biar jelek begini, Emak kamu ini mantan detektif cilik," gurau Hindun agar Joya sedikit tenang.
Joya hanya tersenyum mendengar ucapan Hindun.
Keesokan harinya, Hindun sudah berdiri di lobi hotel tempat keluarga Kusuma menginap.
Dia sedang menunggu mereka turun dan akan menceritakan semuanya pada mereka.
Tak lama kemudian, Hindun melihat Heru beserta anak-anaknya menuruni anak tangga menuju ke lantai bawah di mana Hindun sedang menunggu.
Hindun mendekat dengan perlahan, tapi baru beberapa langkah dia pun menghentikan langkahnya karena melihat sosok wanita muda yang berjalan sambil menggandeng tangan Erik.
"Siapa wanita itu? Apa dia yang bernama Sarah?" batinnya.
Hindun pun kembali ke tempat duduknya semula. Dia menunggu rombongan keluarga Kusuma itu melewatinya. Hindun yakin dengan penyamarannya saat ini, keluarga Kusuma tak akan mengenalinya.
Sementara Erik yang matanya sangat awas sudah memperhatikan ada seorang wanita yang terus mengawasi mereka. Sayangnya Erik tidak mengenalinya karena wanita tersebut memakai hijab dan masker di wajahnya.
Erik terus berjalan dalam diamnya, dia yakin jika wanita itu sebenarnya ingin menemui salah seorang dari mereka.
"Papa, aku ingin ke toilet sebentar. Kalian bisa menungguku di mobil!" kata Erik beralasan.
"Baiklah, Papa tunggu di mobil," jawab Heru.
"Aku ikut, Rik?" seru Sarah yang masih menempel pada Erik.
Erik menepis tangan Sarah dengan pelan lalu menggeleng.
"Tidak! Kamu ikut mereka saja. Tunggu aku di mobil!" ucapnya dengan tegas.
"Tapi, Rik." Sarah masih bersikeras ingin menemani Erik ke toilet.
"Apa kamu mau menungguku di toilet pria?" tanya Erik sambil menatapnya tajam.
Sarah pun akhirnya menurut, dia berjalan meninggalkan Erik yang masih berdiri menatapnya. Setelah Heru dan yang lain menghilang dari pandangannya, Erik pun berbalik dan berjalan mendekati wanita yang sedang asyik membaca majalah itu.
"Ehm, maaf. Sepertinya anda ingin menemui aku. Apa benar? Ada apa kamu ingin menemuiku?" tanyanya langsung dengan yakin.
Hindun mendongak terkejut karena tak menyangka Erik langsung bertanya seperti itu. Namun, dia segera menguasai dirinya, kemudian mengajak Erik menjauh dari lobi hotel.
Lorong panjang menuju toilet pria menjadi empat yang aman bagi Erik. Dia pun mengajak Hindun ke sana.
"Nak Erik, maafkan Tante jika mengganggu waktu kamu," ucap Hindun begitu mereka tiba di tempat yang dituju.
"Tante? Siapa kamu sebenarnya?" tanya Erik penasaran.
"Sepertinya waktunya tak cukup jika harus menceritakan semuanya sekarang. Apa kami bisa menemui Tante waktu makan siang nanti? Sendirian saja, jangan sampai yang lain tahu. Apa lagi wanita yang bersama kamu tadi!" tegas Hindun.
"Baiklah, di mana kita bertemu?" tanya Erik dengan penasaran.
Hindun menyebutkan nama sebuah kafe yang berada tak jauh dari kantor tempat Joya bekerja. Erik pun langsung menyetujuinya.
Dia pun kemudian bergegas menemui keluarganya di parkiran. Mereka pasti sudah tak sabar menunggu kedatangannya. Benar saja, Erik melihat Sarah sedang berjalan dengan tergesa menuju ke arahnya.
Erik menoleh ke belakang, dia bersyukur karena wanita tadi sudah tak ada di situ.
"Erik, kenapa lama sekali? Yang lain sudah tak sabar menunggu kamu," kata Sarah dengan kesal.
Wajahnya kelihatan cemberut.
"Perutku sakit. Mereka atau kamu yang tak sabaran?" cetus Erik seraya melangkah meninggalkan Sarah.
"Erik, tunggu!" seru Sarah sambil berusaha mengejar langkah panjang Erik.
Mereka berjalan menuju ke parkiran hotel, sementara Hindun memperhatikan itu semua dari tempat tersembunyi.
"Ternyata, Erik akan menyukainya. Baguslah, Joya pasti senang jika mengetahui hal ini," gumamnya senang.
_____
Siang harinya, Erik yang sudah tak sabar ingin menemui wanita misterius itu merasa gelisah. Sebab rapat bersama Harun dan stafnya belum juga selesai.
Sedangkan waktu makan siang sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Erik menarik napas, mencoba menenangkan hatinya.
Dia juga sedang berpikir alasan apa yang akan digunakan untuk keluar meninggalkan Heru dan yang lainnya.
"Kamu kenapa Erik?" tanya Heru pada Erik yang duduk di sampingnya.
Dia sudah melihat kegelisahan Erik sejak tadi. Erik melihat pada Heru lalu berbisik pelan.
"Berapa lama lagi rapatnya, Pa. Aku lapar," bisiknya.
Heru tersenyum, dia mengira jika Erik mempunyai masalah. Ternyata dia sudah merasa lapar. Heru melihat pada jam di tangannya. Memang sudah masuk waktunya makan siang.
Dia pun menyela Seno yang masih serius berbicara menerangkan visi dan misi perusahaan mereka pada Harun dan stafnya.
"Seno, sudah waktunya makan siang. Yang lain juga pasti sudah lapar, sebaiknya rapatnya kita tunda dulu!"
Harun juga setuju dengan usul Heru, akhirnya rapat dihentikan sementara waktu. Semuanya langsung membubarkan diri, demikian juga dengan anggota keluarga Kusuma.
Harun mengajak Heru dan anggota keluarga yang lain untuk makan siang di kantin. Mereka pun berjalan beriringan menuju ke kantin yang ada di lantai dasar kantor.
Erik melihat Sarah sudah duduk menunggu di kantin tersebut.
"Pa, aku permisi kembali ke hotel sebentar. Ada barang yang tertinggal, nanti aku akan kembali kemari secepatnya," katanya beralasan.
"Tadi katanya kamu lapar, sekarang malah mau kembali ke hotel?" tanya Heru tak mengerti.
"Aku akan makan di hotel nanti, kalian pergilah makan di kantin. Ohya, katakan pada Sarah untuk menungguku di sini saja," kata Erik.
Dia pun bergegas pergi sebelum yang lain mengajukan protes lagi.
"Dasar Erik," gerutu Seno melihat kepergian Erik yang terburu-buru.
"Biar saja, Seno! Papa yakin dia sedang menyelidiki sesuatu yang berkaitan dengan gadis yang mirip Joya itu," bisik Heru.
Seno pun paham, lalu mereka melanjutkan langkahnya menuju ke kantin. Sarah yang melihat kedatangan mereka langsung berdiri dan tersenyum menyambut calon keluarganya tersebut.
Matanya mencari keberadaan Erik, dia merasa heran di mana pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya tersebut.
Sarah bertanya pada Seno dan hatinya mendadak merasa curiga karena mengetahui Erik yang kembali ke hotel tanpa mengajak dirinya.
"Pasti dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku!" batin Sarah kesal.
Bersambung.