Bertemu Kembali
Bab 18
Sementara itu, Hindun sedang gelisah menunggu kehadiran Erik di tempat yang mereka janjikan. Sudah lewat hampir setengah jam dari waktu pertemuan mereka.
Hindun menunggu dengan gelisah, matanya berulang kali melihat pada pintu masuk berharap sosok yang ditunggunya segera datang.
Untunglah tak lama Hindun melihat Erik yang turun dari taksi dengan tergesa. Erik masuk kedalam alam kafe dan segera bisa melihat di.mana Hindun duduk.
"Maaf, Tante. Aku terlambat," katanya saat sudah berada di depan Hindun.
"Tak apa, duduklah!"kata Hindun.
Dia kembali melihat ke pintu masuk, takut kalau ada orang yang mengikuti Erik.
"Aku datang sendiri, Tante. Tak ada yang mengikutiku, Tante tenang saja," kata Erik seolah tahu ketakutan Hindun.
"Syukurlah kalau begitu," ucap Hindun lega.
Erik kemudian bertanya ada masalah apa yang ingin disampaikan oleh Hindun. Dia kaget saat Hindun membuka masker yang menutupi mulut dan hidungnya.
"Tante Hindun!" seru Erik antara senang dan kaget.
"Iya, Rik. Ini Tante."
"Jadi, Joya juga ada di kota ini? Jangan-jangan memang benar kalau Tasya itu sebenarnya Joya?"
"Kamu benar, Rik. Sebenarnya ...." Hindun pun menceritakan semuanya pada Erik.
Hindun menceritakan secara jelas dan terperinci mulai dari peristiwa diculiknya Joya sampai alasan mengapa mereka pergi tanpa pamit pada Erik dan yang lain.
"Wanita bernama Sarah itu yang mengancam akan menghabisi kami berdua jika masih berada di Jakarta dan menjalin hubungan dengan kalian," kata Hindun diakhir ceritanya.
"Jadi ini semua perbuatannya Sarah! Kurang ajar!" seru Erik marah saat selesai mendengar cerita Hindun. Dia merasa sangat kesal dan kecewa setelah mengetahui kebenarannya.
"Benar, Rik. Sarah itu jahat dan berbahaya. Dia mengancam akan membunuh Tante dan Joya jika masih berhubungan dengan kalian."
Erik tak ingin percaya mendengar semuanya, tapi dia yakin kalau Hindun tidak mungkin bicara bohong.
"Di mana Joya sekarang, Tante. Aku ingin bertemu dengannya!"
"Di rumah, kalau kamu mau bertemu. Sekarang kita bisa pergi ke sana," jawab Hindun.
Erik pun langsung menerima ajakan Hindun. Mereka pergi ke rumah Joya dengan menumpang taksi setelah memastikan tak ada orang yang mengikuti mereka.
Sementara itu, Joya sedang menunggu kabar dari Hindun di rumahnya. Hatinya merasa heran karena Hindun gak kunjung pulang sejak pagi tadi. Ponselnya pun tak bisa dihubungi walau Joya sudah berpuluh kali mencoba menghubunginya.
"Kemana sih, emakku itu. Bikin khawatir aja," keluh Joya seorang diri.
Mendadak dia terkejut karena mendengar suara bel berbunyi. Dia pun bergegas membuka pintu depan karena yakin pasti itu Hindun yang datang.
Benar saja, memang Hindu yang datang.
Namun, Joya mendadak mundur selangkah begitu melihat siapa yang datang bersama Hindun. Jantungnya berdegup dengan kencang begitu melihat wajah Erik.
Wajah kekasih hatinya yang diam-diam selalu dirindukannya itu kini hadir nyata di depan mata.
Erik pun merasakan hal yang sama. Dia merasa sangat bahagia bisa melihat wajah Joya yang asli tanpa hijab seperti kemarin saat bertemu di kantornya Harun.
Hindun tersenyum melihat dua insan yang sedang saling menatap dengan mata memendam rindu seperti itu.
"Ayo masuk, Nak Erik! Tante buatkan minum dulu," kata Hindun.
Hindun pun berlalu meninggalkan Joya dan Erik.
"Aku gak disuruh masuk, nih?" tanya Erik mencoba mencairkan suasana.
"Masuklah!" sahut Joya pelan.
Dia menutup pintu setelah Erik masuk ke dalam rumah. Joya masih berusaha meredakan detak jantungnya. Namun, jantungnya kembali berdetak tak karuan saat tiba-tiba saja Erik memeluknya dengan sangat erat.
"Aku kangen kamu, Joya," bisik Erik di telinga Joya.
Tubuh Joya mengkerut dan bergetar mendengarnya. Joya merasa tak percaya mendengar ucapan rindu dari Erik.
"Lama gak ketemu, kamu sudah pintar menggombal sekarang," ucap Joya pura-pura kesal.
Erik tertawa lalu melepaskan pelukannya. Dipandangnya sekali lagi wajah kekasih tercintanya itu.
" Kamu belum berubah juga, Joya. Masih ketus denganku, tapi anehnya aku merindukan hal itu."
"Dasar anak Mama yang aneh. Kamu itu hmmfftt ...." Joya tak bisa meneruskan ucapannya karena mendadak Erik menciummya dengan lembut.
Tubuh Joya kembali menegang, anehnya dia malah menikmati sensasi rasa yang diciptakan oleh tindakan Erik padanya.
Erik menjelajah setiap inci bibir Joya yang terasa manis baginya. Hatinya senang karena Joya tak menolak tindakan yang dilakukannya. Erik yakin kalau sebenarnya Joya juga mencintai dirinya.
Setelah beberapa waktu berlalu, Erikpun melepaskan ciumannya dengan berat hati. Dia takut Hindun masuk dan melihat perbuatan mereka.
Erik tak ingin Hindun marah dan mengusirnya kembali. Erik tak mengetahui jika sejak tadi Hindun yang enak mengantar minuman mendadak mundur kembali karena melihat mereka sedang berciuman.
Hindun merasa senang karena itu berarti Erik dan Joya sudah saling mengerti akan isi hati mereka masing-masing.
Hindun baru menampakkan dirinya beberapa saat setelah Erik melepaskan ciumannya. Dia jadi geli sendiri melihat wajah Joya yang memerah seperti kepiting rebus.
"Ah, aku jadi teringat masa pacaran dengan bapaknya Joya dulu," pikir Hindun.
Dia pun bergegas ke belakang setelah menyilakan Erik untuk minum.
"Minumlah!" suruh Joya pada Erik.
Joya memalingkan wajahnya saat bertatapan mata dengan Erik. Erik mengambil segelas air yang berisi air putih segar. Dia meminumnya separoh lalu mengangsurkannya gelas itu pada Joya yang duduk di depannya.
"Kamu juga minumlah, pasti bibir kamu sudah kering sekarang setelah ...."
"Erik! Jangan bahas lagi hal tadi!" seru Joya memotong ucapan Erik.
Erik tertawa lalu meletakkan gelas itu di meja. Kemudian tangannya meraih tangan Joya dan menggenggam dengan erat.
"Kita temui papa dan masku yang lain, yuk!. Mereka pasti akan senang sekali melihat kamu sudah berhasil kutemukan," ajaknya pada Joya.
"Tidak! Aku tidak mau. Aku takut pada Sarah, dia pasti akan membunuhku jika melihat keberadaanku sekarang."
Erik pun paham akan ketakutan Joya. Tiba-tiba ponsel Erik berdering, Heru memanggilnya di telepon.
"Assalamualaikum, Pa. Ada apa Pa?" tanya Erik setelah menjawab telepon dari papanya.
"Kamu ada di mana? Mengapa lama sekali?" Heru bertanya dengan khawatir.
"Papa gak usah khawatir, Erik sedang bahagia, Tapi jangan beritahu yang lain dulu terutama Sarah. Ada hal yang akan aku sampaikan nanti. Papa unggul saja di hotel."
"Maksud kamu bagaimana?" tanya Heru tak mengerti.
"Nanti aku akan ceritakan semuanya, Pa. Yang penting sekarang, Papa beritahu aja kalau aku tidak kembali ke kantornya Harun." Erik mengakhiri panggilan telepon dari Heru.
Heru menutup ponselnya dengan wajah bingung. Hal itu tak luput dari pengamatan Sarah. Dia semakin curiga dengan Erik.
"Apa sebenarnya anggota sedang disembunyikan oleh Erik. Pasti ada rahasia yang dia tak ingin aku mengetahuinya."
Sarah pun mengirim pesan ke sebuah nomor, dia menyuruh orang tersebut menyelidiki keberadaan Erik saat ini. Orang tersebut adalah salah satu anak buah Sarah yang kebetulan juga sedang berada di kota itu.
"Kamu tak bisa menyembunyikan sesuatu dariku, Rik. Aku akan segera mengetahuinya!" batin Sarah.
Bersambung.