Chapter 10 - Ketahuan?

"Damian, perintahkan para pelayan untuk menyiapkan kuda dan perbekalan selama lima hari dengan kapasitas empat orang!" perintah Pangeran Helios.

Rowena nampak kebingungan dengan perintah Helios. "Bukankah aku hanya pergi ke Duchy Ellien seorang diri? Kenapa kau menyuruh pelayan menyiapkan kuda dan perbekalan untuk empat orang?"

Pangeran Helios pun tersenyum dan menjawab, "Tentu saja aku, Sir Cedric, dan Sir Damian akan ikut dalam perjalananmu menuju Duchy Ellien."

"APA? Bukankah anda harus ikut dalam pesta kemenangan yang diselenggarakan untuk pasukan kita kali ini? Kalau anda ikut bagaimana jadinya dengan pesta tersebut?" kata Rowena.

"Pesta itu akan kutunda sampai kita kembali lagi ke sini. Lagipula untuk apa aku dan para pasukanku berpesta tanpa kehadiran sang tokoh utama yang bukan lain adalah dirimu. Tanpa adanya dirimu, kita sama sekali tidak bisa menguasai Kerajaan ini," jelas Pangeran Helios.

"Baiklah jika kau berkata seperti itu, Yang Mulia," jawab Rowena dengan hormat lalu kembali menyelesaikan dokumen-dokumen menumpuk di meja.

Di keesokan paginya Rowena, Pangeran Helios, serta tak ketinggalan dua ksatria pribadinya sudah mulai berangkat dari kastil Valeccio menuju Hutan Richella sebelah selatan dengan kuda mereka. Rowena nampak tidak nyaman dengan pakaiannya karena ia memang sengaja memakai gaun dibandingkan baju zirah. Alasannya adalah dia tidak ingin terlihat mencolok, bagaimanapun juga ia adalah ksatria wanita pertama di dunia.

"Ngomong-ngomong, Sir Cedric, jangan lupa berikan aku setengah dari kekayaanmu saat kita sudah selesai berperang," ujar Rowena.

Wajah Sir Damian langsung mengkerut dan ia pun berpura-pura menangis. "Bukannya itu kejam, Rowena? Seandainya saja aku tahu kalau kau akan berhasil dalam perebutan tahta kemarin, aku pasti tidak akan perna mempertaruhkan hartaku."

Sir Cedric pun mulai berusaha menawan tawa melihat reaksi sahabatnya. "Hey, Damian! Sebagai seorang Duke, aku bisa meminjamkanmu uang tetapi dengan bunga sebesar 50%. Jika kau tertarik kau bisa memberitahuku."

"Sialan! Kau ingin membuatku bangkrut dalam semalam? Bisa-bisanya kau menawarkan hal yang tidak masuk akal seperti itu," omel Sir Damian.

"Mau bagaimanapun itu kau sudah berjanji dengan Rowena akan memberikannya setengah dari kekayaanmu dan memanggilnya dengan sebutan 'kakak'. Bagaimana bisa sebagai seorang pria, kau mengingkari janjimu?" ucap Pangeran Helios yang membela Rowena agar mendapatkan haknya.

"Aku sangat setuju denganmu, Yang Mulia. Pria macam apa yang menipu seorang perempuan polos seperti aku," gerutu Rowena.

"Sepertinya kau sama sekali tidak cocok untuk disebut sebagai perempuan yang polos, Rowena. Tidak ada perempuan polos yang membunuh dua ratus lima puluh orang sebrutal itu," sahut Sir Cedric.

Mata Rowena tampak berbinar karena senang mendengar Sir Cedric yang biasanya memanggil dirinya Dame Ernest, sekarang memanggilnya hanya dengan namanya saja. "Sungguh? Kalau begitu apa yang sebutan yang cocok untukku?"

"Kurasa 'Monster Gila Helios' sangat cocok untukmu," ucap Sir Cedric.

Sir Damian langsung memukul kepala Sir Cedric dengan kencang. Sir Cedric pun meringgis kesakitan. "Damian! Apakah kau sudah gila sampai memukul orang lain secara tiba-tiba?"

"Menurutku kau yang sudah gila. Bisa-bisanya kau menyebut Rowena sebagai 'Monster Gila Helios'. Bukankah itu sangat kasar?" kata Sir Damian yang membela Rowena.

"Aku tidak masalah dengan sebutan itu, Sir Damian. Lagipula bukannya sebutan itu sangat cocok untuk menggambarkan diriku. Yang menjadi masalahnya sekarang adalah kurasa kau tidak perlu membelaku untuk mengalihkan pembicaraan tentang setengah kekayaanmu itu."

Sir Damian tersenyum dan mengangkat kedua tangannya ke atas. "Baiklah, aku menyerah, kakak. Kau bisa mengambil setengah dari kekayaan saat kita sudah selesai berperang dan kembali ke ibukota Sunverro."

"Wah, aku tidak sabar menunggu hari itu tiba. Tapi.."

"Tapi apalagi, kakak?" tanya Sir Damian yang sudah bersedih hati karena dalam beberapa tahun lagi setengah dari kekayaannya akan segera diberikan pada Rowena.

"Aku rasa lebih baik kau memanggilku seperti biasa saja. Entah mengapa aku jadi merasa tua saat kau memanggilku kakak," protes Rowena.

"Tapi ini kan janji seorang pria dan sebagai seorang pria sejati aku harus menepatinya. Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk mengingkari janjiku?"

"Biar aku yang memanggilmu kakak saja. Lagipula secara umur bukannya kau lebih tua dariku? Aku boleh memanggilmu kakak kan?" tanya Rowena dengan wajah polosnya.

Kedua mata Sir Damian tampak berkaca-kaca setelah mendengar pertanyaan Rowena. Wajah Rowena yang tersenyum membuatnya kembali teringat dengan adik perempuannya di masa lalu. "Tentu saja boleh. Aku akan merasa sangat senang jika kau memanggilku kakak. Apakah kau tidak ingin sekalian menjadi adikku, aku tidak keberatan menambahkan namamu di daftar keluargaku."

Rowena terkekeh mendengar tawaran itu. "Kau tidak perlu repot-repot melakukan itu, Kakak."

Sir Damian langsung tersenyum sumringah seperti orang gila saat Rowena mengeluarkan kata 'kakak' dari mulutnya. Di sepanjang perjalanan Sir Damian tetap saja tersenyum bahkan ia sudah mulai tertawa cekikikan sehingga membuat Pangeran Helios dan Sir Cedric merasa kesal dan memukulnya bersama.

Dikarenakan langit sudah gelap, mereka berempat pun memutuskan untuk mendirikan tenda di tengah hutan. Kira-kira mereka akan sampai di Duchy Ellien besok siang. Pangeran Helios dan Sir Damian membangun tenda, sedangkan Sir Cedric dan Rowena pergi mencari kayu bakar untuk membuat api unggun karena malam itu sangatlah dingin.

Tidak ada percakapan diantara mereka berdua, hanya ada keheningan dan kecanggungan. Karena pada awalnya Sir Cedric dan Rowena memang tidak dekat. Di tengah keheningan itu, muncullah beberapa kupu-kupu Odell yang mulai mengitari mereka berdua.

Kupu-kupu Odell merupakan kupu-kupu beracun yang bisa membunuh manusia karena mengandung racun yang berbahaya. Kupu-kupu itu merupakan hewan asli dari Kerajaan Odelette. Hewan itu akan jinak dan tidak beracun lagi jika diberikan darah keturunan asli dari Kerajaan Odelette. Setelah dijinakkan kupu-kupu tersebut akan terus mengikuti dan meminum darah sang majikan setiap bulannya.

Rowena yang pernah mendengar hal tersebut dari ibunya, tentu saja menolak untuk menjinakkan kupu-kupu beracun itu dengan darahnya. Satu-satunya pilihan yang bisa dilakukannya hanyalah membunuh kupu-kupu tersebut dengan sihir kegelapannya. Ia dibuat kebingungan dalam membuat keputusan kali ini. Jika ia langsung membunuh hewan tersebut dengan sihirnya, maka identitas aslinya pasti akan langsung ketahuan. Tetapi jika ia tidak berbuat apa-apa, satu hal yang pasti akan terjadi yaitu dia dan Sir Cedric akan mati di tempat.

Tanpa berpikir panjang lagi, Rowena langsung mengeluarkan sihir kegelapannya sehingga rambutnya yang berwarna hitam pekat kembali menjadi warna merah. Hanya butuh beberapa menit saja bagi Rowena untuk membunuh semua makhluk menyebalkan itu. Kupu-kupu itu berubah menjadi debu dan menghilang setelah dibunuh oleh Rowena.

Sir Cedric diam mematung dan tidak percaya dengan hal-hal yang baru saja dilihatnya barusan.

"Siapa kau sebenarnya?" kata Sir Cedric.