"Sungguh? Senang rasanya mendengarmu berkata seperti itu," jawab Rowena yang terlihat senang dengan pujian yang dilontarkan Sir Cedric.
"Ngomong-ngomong kapan kau akan mengunjungi ayahmu, Rowena?" tanya Sir Damian.
Rowena berpikir sejenak lalu menjawab, "Kalau menurut rencanaku, sehabis makan siang aku akan menyusuri Duchy Ellien untuk mencari tahu tentang keberadaan ayahku."
"Kau tidak perlu repot-repot mencari tahu keberadaan ayahmu, Rowena. Saat kau bilang kalau kau akan mengunjungi ayahmu di Duchy Ellien, aku sudah memerintah seseorang untuk menyelidiki tentang keberadaan ayahmu," ujar Pangeran Helios yang tengah fokus memotong daging di piringnya dengan pisau.
Rowena menjatuhkan pisau dan garpunya saking kagetnya mendengar perkataan Pangeran Helios. "Dari lubuk hatiku terdalam, sangat berterima kasih padamu, Yang Mulia. Bisakah aku bertemu dengan orang yang kau tunjuk untuk mencari tahu keberadaan ayahku? Aku ingin dia yang menuntunku ke tempat ayahku berada."
Pangeran Helios menaruh pisau dan garpunya di atas meja lalu tersenyum hangat pada Rowena. "Ini semua masih tidak sebanding dengan keuntungan yang Sunverro peroleh dari dirimu. Lalu kita akan mengunjungi ayahmu saat selesai makan siang. Aku sendirilah yang akan menuntunmu kesana."
Rowena segera menyuruh pelayan untuk menghidangkan makanan penutup agar bisa cepat mengunjungi ayahnya. "Baiklah, jika anda berkata seperti itu maka saya hanya bisa mengucapkan terima kasih."
Setelah selesai menghabiskan makanannya, mereka berempat pun berangkat dengan kereta kuda. Saking terburu-burunya, Rowena sampai lupa mengganti pakaiannya. Sudah dapat dipastikan saat ia turun dari kereta kuda, pasti dirinya akan menjadi pusat perhatian semua orang.
Sekitar empat puluh menit Rowena harus berusaha menahan mabuk karena kereta kuda yang terus bergoyang. Akhirnya penderitaan yang ia rasakan itu selesai juga setelah mereka sampai di tempat tujuan. Para pria turun dari sana terlebih dahulu. Sir Damian berdiri di depan pintu keluar kereta kuda itu dan mengulurkan tangannya. Rowena dengan anggun meraih tangan Sir Damian dan turun dari kereta kuda yang telah membuatnya merasa berada di neraka itu.
Kedua mata Rowena berusaha untuk menyelidiki tempat ia berada sekarang. Menurut penglihatannya tempat ini adalah daerah kumuh untuk rakyat yang miskin. Jantungnya mendadak berdetak kencang. Bagaimana bisa Edgar yang sudah ia anggap sebagai ayahnya sendiri tinggal di tempat sekumuh ini selama lima tahun lebih.
Semua orang baik orang tua sampai anak kecil menatap mereka berempat terus menerus karena penampilan mereka yang bisa dibilang sangat mencolok. Apalagi Rowena yang benar-benar nampak seperti seorang bangsawan.
Ada seorang gadis kecil yang terlihat lemah menarik rok panjang Rowena dengan pelan untuk meminta sesuatu. Rowena pun berlutut dan menyesuaikan tinggi tubuhnya dengan tinggi tubuh gadis kecil itu. Ia membelai rambut gadis kecil itu dengan lembut.
"Hey, gadis kecil. Siapa namamu?" tanya Rowena.
"Namaku Lena, Nona."
"Jadi Lena, apa ada yang ingin kau katakan padaku?"
Lena menganggukkan kepalanya lalu menjawab, "Aku dengar dari orang-orang kalau seorang wanita yang memakai baju mewah adalah seorang nona bangsawan yang memiliki uang dan harta berlimpah. Bisakah aku meminta uang padamu, Nona? Adikku sedang sakit dan dia butuh obat dan makanan, tetapi karena kami miskin kami tidak bisa membawanya ke dokter dan memberikannya makanan."
Gadis kecil itu mulai menangis tersedu-sedu. "Aku sangat menyayangi adikku dan aku tidak ingin kehilangan dia. Bisakah kau membantuku, Nona? Sebagai bayarannya aku bisa menjadi pelayan atau budakmu."
Rowena memeluk Lena dengan erat dan berusaha menenangkannya. "Baiklah, aku akan membantumu. Jadi jangan menangis lagi, Lena."
Rowena melepaskan pelukannya. Kemudian ia melepaskan sepasang anting berlian dari telinganya, kalung emas dari lehernya, serta gelang perak dari kedua tangannya. Ia menggunakan kain yang dililitkan di kedua tangannya itu untuk membungkus semua perhiasan yang ia lepaskan dan memberikannya pada gadis kecil itu.
"Lena, kau bisa menjual semua perhiasan ini untuk membeli makanan dan membawa adikmu ke dokter. Selain itu sebagai imbalannya aku ingin kau membantu semua orang yang ada di sini dengan sisa uangnya," ujar Rowena.
Lena membungkukkan badannya dan kembali menangis lagi. "Terima kasih, Nona. Aku benar-benar berterima kasih kepadamu."
"Lalu satu lagi, aku ingin bertanya sesuatu padamu. Apakah kau tahu dimana rumah seorang laki-laki tua yang bernama Edgar Ernest?" kata Rowena.
"Aku tahu! Jika kau ingin kesana, aku bisa mengantarmu dan teman-temanmu," jawab Lena.
"Kalau begitu aku mohon bantuannya."
Lena berjalan paling depan untuk menuntun mereka berempat, sedangkan Rowena berjalan beriringan dengan Pangeran Helios, lalu di belakang mereka ada Sir Cedric dan Sir Damian.
"Tidak kusangka kau memiliki hati yang lembut seperti seorang perempuan," celetuk Pangeran Helios.
Rowena menatap Pangeran Helios dengan dahi yang berkerut. "Apa maksudmu, Yang Mulia? Dari dulu aku memanglah seorang perempuan. Lagipula bukankah kita harus menolong sesama yang sedang kesulitan."
"Ya, kau ada benarnya juga."
"Lalu maafkan aku karena telah memberikan perhiasan milikmu kepada gadis kecil itu, Yang Mulia."
"Tidak masalah. Selama tujuannya untuk kesejahteraan rakyat, aku sama sekali tidak akan mempermasalahkannya. Lagipula perhiasan itu juga sudah menjadi milikmu," jawab Pangeran Helios.
"Lalu saat kita sudah sampai di kastil Terania, aku ingin memeriksa pembukuan keuangan kerajaan ini. Bagaimana bisa raja sialan itu melantarkan rakyatnya seperti ini? Aku sangat yakin jika dia menggunakan uang negara untuk berfoya-foya," gerutu Rowena.
"Sepertinya kau sangat menyukai Kerajaan ini. Jika kau sangat menyukainya, aku bisa memberikan Kerajaan ini agar menjadi wilayah kekuasaanmu. Lagipula menurutku tidak ada orang yang cocok untuk mengurus kerajaan ini selain dirimu," tawar Pangeran Helios.
Tanpa berpikir panjang ataupun basa-basi, Rowena langsung menjawab, "Jika kau ingin memberikan Kerajaan ini, aku akan menerima dengan sangat senang hati, Yang Mulia."
"Kalau begitu mulai hari ini, Kerajaan Terania telah menjadi milikmu. Setelah kita kembali ke istana Valeccio, aku akan menyuruh Leo untuk mengurus surat-surat pengesahannya."
Sir Cedric dan Sir Damian yang berjalan di belakang mereka menunjukkan ekspresi wajah yang susah untuk dideskripsikan setelah mendengar percakapan antara Rowena dan Pangeran Helios. Bagaimana bisa Pangeran Helios membicarakan tentang memberikan sebuah kerajaan kepada Rowena dengan mudahnya seperti sedang melakukan transaksi jual beli di pasar.
Akhirnya sampailah mereka di depan sebuah rumah yang sangat kumuh. Bahkan atapnya saja sudah hancur. Setelah sampai di sana Rowena menyuruh Sir Damian untuk mengantarkan Lena kembali ke rumahnya.
Setelah Sir Damian pergi meninggalkan mereka, Rowena pun melangkah masuk ke dalam rumah itu. Semakin dilihat semakin ia menyadari kalau rumah itu benar-benar sangat tidak layak untuk ditempati oleh manusia. Di dalam sana ia melihat sebuah tempat tidur yang sedang ditempati oleh seorang pria tua yang ia kenal.
Mendengar ada suara orang yang masuk ke dalam rumahnya, pria tua itu pun berusaha bangkit dan duduk di atas tempat tidurnya. Saat itulah pria tua tersebut dan Rowena saling beradu pandang dalam waktu yang cukup lama.
"Rowena," panggil pria tua itu.