Sesaat setelah Pangeran beserta kedua ksatria pribadinya keluar, Rowena mulai menarikan tarian pisau dari Suku Maya. Semua orang disana termasuk sang Raja terkesima melihat penampilannya yang dinilai sangat indah.
Disaat mereka semua sudah terbuai dengan tariannya, Rowena mulai melancarkan aksinya. Langkah pertama yang dilakukannya adalah menusuk sang Raja tepat di dada hingga menembus jantungnya dengan pisau yang dipegangnya. Rowena sengaja membunuh sang Raja karena menurutnya akan lebih mudah untuk membunuh orang yang memiliki kasta tertinggi di kerajaan, setelah itu baru bangsawan yang lain.
Semua tamu yang ada di sana berteriak histeris menyaksikan kejadian itu. Beberapa wanita langsung pingsan di tempat, sedangkan beberapa pria segera melancarkan perlawanan pada Rowena. Ada juga yang berusaha untuk kabur dari ruangan itu, sayangnya mereka gagal karena semua jalan keluar sudah ditutup pasukan Sunverro.
Sekarang hal yang mereka bisa lakukan adalah membunuh Rowena atau dibunuh oleh Rowena. Melihat kepanikan orang-orang itu membuat jantung Rowena berdebar kencang, sangat kencang. Hal itu bukan karena ia takut melainkan ia sangat bahagia dan bersemangat untuk menghabisi 250 orang bangsawan yang ada di ruangan yang sama dengan cepat.
Untuk menghemat waktu, Rowena menggunakan bantuan sihirnya agar bisa membunuh semua orang di sana. Konsekuensinya warna rambutnya kembali menjadi merah membara. Satu per satu orang ditikamnya dengan pisau yang dipegangnya dan dicekik menggunakan sihirnya. Ada juga yang ia bakar hingga hangus dengan sihir apinya, selain itu ada juga yang yang bagian tubuhnya terpotong karena sihir angin milik Rowena.
Intinya ruangan itu benar-benar berubah drastis, yang dari ruang perjamuan yang mewah dan indah seketika berubah menjadi ruang pembantaian yang penuh dengan darah dan mayat para tamu. Dinding dari ruangan itu juga penuh dengan cipratan darah.
Peristiwa itu sangatlah mengerikan, tetapi tidak bagi Rowena. Menurutnya tumpukan mayat dan genangan darah itu adalah hal yang terindah yang pernah ia lihat. Ia merasakan kebahagiaan dan suatu sensasi yang tak pernah ia rasakan.
Hanya dalam lima puluh menit, Rowena berhasil membantai dua ratus lima puluh orang yang ada di dalam ruang perjamuan. Sebelum menyelesaikan permainannya yang menyenangkan itu, Rowena mengambil mahkota yang sudah berlumuran darah dari kepala sang Raja. Kemudian ia memotong leher Raja tersebut dan membawanya kepala itu dengan tangan kirinya.
Sebelum keluar, Rowena mengubah warna rambutnya lagi menjadi warna hitam pekat. Kemudian ia berjalan santai menuju pintu keluar utama dan berkata, "Hey, prajurit Sunverro! Aku Rowena, bukakanlah pintunya."
Seseorang pun membukakan pintunya dari luar. Rowena pun keluar dengan membawa oleh-oleh untuk Yang Mulia-nya di kedua tangannya. Pangeran Helios, Sir Cedric, dan Sir Damian dibuat terkejut karena melihat Rowena yang masih hidup dan tidak memiliki satupun bekas luka serta warna pakaiannya yang berubah menjadi merah karena terkena darah-darah korbannya.
Rowena membalas tatapan terkejut ketiga orang itu dengan senyum kecil di wajahnya. Ia meletakkan mahkota berlumuran darah yang telah ia rampas tepat di kepala Pangeran Helios.
"Kerajaan ini sudah menjadi milikmu, Yang Mulia." Rowena kembali tersenyum dan melempar kepala Sang Raja Valeccio ke tanah. "Lalu aku persembahkan untukmu kepala dari orang yang pernah bertentangan denganmu sebelumnya, Wahai Bintang Kekaisaran Sunverro."
Rowena yang melihat seorang pelayan wanita yang tengah ketakutan langsung memanggilnya dan menyuruh pelayan itu untuk menuntunnya menuju sebuah kamar kosong agar dirinya bisa beristirahat sejenak. Ia pun pergi bersama pelayan wanita tersebut meninggalkan Pangeran Helios dan kedua ksatria pribadinya yang masih tidak percaya dengan yang dilakukan oleh Rowena.
Sir Cedric dan Sir Damian segera masuk ke dalam ruang perjamuan. Untuk kesekian kalinya, mereka dibuat terkejut karena melihat kondisi ruangan itu yang penuh dengan darah dan mayat-mayat yang berserakan. Mereka tidak bisa percaya kalau hal sekeji ini telah dilakukan oleh perempuan yang mereka anggap lemah selama ini.
Pangeran Helios yang masih terkejut ikut menyusul kedua ksatria pribadinya itu. Ia menunjukkan reaksi yang sama dengan kedua ksatria pribadinya tersebut. Baru kali ini Pangeran Helios melihat hasil dari kebrutalan yang dilakukan oleh Rowena. Harus ia akui hal ini kelihatan lebih menakutkan daripada melihat orang-orang yang terbunuh di Medan perang. Pangeran Helios pun mulai bertanya-tanya tentang apa yang sudah terjadi di dalam ruangan itu barusan.
Sekarang Rowena tengah berendam santai di dalam kolam air panas yang kebetulan tersedia di dalam istana itu. Sudah lama Rowena tidak merasakan kedamaian dan kehangatan ini setelah dirinya diusir dari istana Edelle. Ia memejamkan kedua matanya dan menghela napas panjang. Hal yang dilakukannya hari ini tidaklah sebanding dengan peristiwa yang terjadi saat kematian ibunya.
Mungkin bagi perempuan lain, jika mereka telah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Rowena, kemungkinan besar yang akan mereka lakukan adalah mengurung diri dan menangis tersedu-sedu karena trauma. Namun, Rowena sama sekali tidak merasakan perasaan itu. Ia hanya merasakan kebahagian yang tidak bisa terbendung lagi. Apakah debutnya menjadi seorang tiran yang kejam telah dimulai?
Keesokan harinya, Rowena bergegas menemui Pangeran Helios yang tengah berada di ruang kerja Raja Valeccio yang telah tewas itu. Sepertinya sang Pangeran sudah begadang semalaman untuk mengurus dokumen-dokumen dan masalah-masalah internal Kerajaan itu sambil ditemani oleh Sir Cedric dan Sir Damian yang setia berdiri di belakangnya. Wajah Pangeran Helios nampak sangat kelelahan.
"Sepertinya kau sudah mencapai batasanmu, Yang Mulia. Bukankah sebaiknya kau berhenti sejenak dan beristirahat?" ucap Rowena yang baru masuk ke ruang kerja itu.
"Aku sudah mengatakan itu padanya dari beberapa jam yang lalu. Namun, manusia yang satu ini benar-benar sangat keras kepala dan tidak mengindahkan perkataanku," sahut Sir Damian.
"Kalian seperti tidak tahu saja dengan kondisi Kerajaan ini sekarang. Kerajaan ini benar-benar sangat terpuruk dalam segi ekonomi. Kurasa hal ini dikarenakan Raja Bedebah itu telah menggunakan uangnya untuk membeli wanita dan keperluan lainnya yang tidak berguna," kata Pangeran Helios sembari memijat kedua pelipisnya dengan tangannya.
Rowena berjalan mendekati Pangeran Helios. Ia membaca dokumen yang tengah dipegang oleh sang pangeran. "Aku bisa membantumu."
"Sungguh? Jika kau bisa, maka dengan senang hati aku akan menyerahkan hal ini pada dirimu," ucap Pangeran Helios dengan antusias.
"Tentu saja. Sebagai imbalannya bisakah kau mengijinkan diriku untuk mengambil cuti selama seminggu?" tanya Rowena.
"Apa yang akan kau lakukan selama cuti?" tanya Sir Cedric.
"Aku ingin mengunjungi Duchy Ellien," jawab Rowena dengan semangat.
"Duchy Ellien yang terletak di Kerajaan Terania itu?" kata Sir Damian yang tengah memastikan.
"Untuk apa kau kesana, Rowena?" ujar Pangeran Helios yang terlihat penasaran.
Kedua sudut bibir Rowena terangkat sedikit. "Aku ingin mengunjungi ayahku di sana. Saat aku berangkat dalam penaklukan Richella, aku telah berjanji pada ayahku kalau aku akan menemuinya satu tahun lagi di Duchy Ellien. Sayangnya aku terjebak dalam perang memuakkan itu selama lima tahun sehingga aku tidak memiliki kesempatan untuk bertemu dengan ayahku. Sekarang aku telah menjadi ksatria Sunverro dan aku percaya masa depanku akan berjalan lebih baik dari sebelumnya. Jadi, apakah kau mengizinkanku untuk pergi ke Duchy Ellien, Yang Mulia?"