"Enggak papa. Temenin aja, hehe."
"Saya siap-siap dulu ya, Nyonya."
Bella pun mempersilahkan pembantunya untuk berganti pakaian. Menggunakan baju yang lebih santai, karena pembantu di rumahnya setiap hari menggunakan seragam yang ada.
Memasuki kamar dan juga membereskan beberapa barang-barang di kamarnya. Berdandan sedikit di depan cermin sambil mempersiapkan tasnya.
Sesekali Bella memang harus mengkondisikan keseimbangannya kembali saat pusing di kepalanya kembali menyerang. Sungguh, jika dirinya di rumah mungkin semua anggota keluarganya tak akan ada yang membiarkannya bekerja apa pun.
Hanya memporbelahkannya tidur dan beristirahan total sebelum hal yang tidak diinginkan lebih menimpa lagi.
"Nyonya, apakah anda sudah siap? Kita mau berangkat jam berapa?" tanya pembantunya yang sudah siap menemani Bella setelah ini.
"Bentar ya, Bi. Aku masih ada kerjaan bentaran. Habis ini kita berangkat."
Bella kembali mengecek ponselnya. Mencari nama yang sudah tak lazim lagi singgah paling atas di mesin pencaharian.
Abel, adik iparnya yang selalu ada jika ada masalah di kantor. Bella berniat untuk meminta bantuan pada Abel saat ini mengingat dirinya beberapa hari ke depan tidak bisa pergi.
Selain memikirkan kondisinya yang entah membaik kapan, tapi Bella juga memikirkan perasaan suaminya. Radit yang masih belum bisa memaafkannya karena terlalu sibuk kerja. Itulah mengapa Bella masih ingin libur dulu.
Untung saja Abel adalah gadis yang tanggap. Selalu bisa menangani beberapa hal yang sudah pernah Bella ajari sebelumnya.
Mengambil alih pekerjaan yang sekiranya harus segera dikerjakan memang sangat Bella harapkan Abel bisa lihai dengan semua itu.
"Berangkat sekarang, Nyonya?"
"Iya, sepertinya Mas Radit udah nunggu."
Mereka pun berangkat ke kantor Radit sekarang. Jarak yang mereka tempuh memang tak terlalu jauh. Sekitar 30 menit dari kediamannya dan Bella sedari tadi hanya menikmati keramaian kota.
Berbincang ringan dengan pembantunya yang masih terlihat gadis. Entah sejak kapan dia bekerja di rumah Radit dan masih menetap di sana. Padahal, anak seusianya pasti sedang sibuk-sibuknya kuliah.
"Jadi, kenapa kamu cepet banget udah kerja, Bi? Kamu emangnya enggak kuliah?
Maaf sepertinya kamu lebih muda dari aku?"
"Panggil saya Intan aja Nyonya. Sepertinya kita cuma beda 2 tahun. Aku umur 21 tahun."
Benar dugaan Bella sebelumnya. Gadis yang ada di sisinya ini, pembantu yang bekerja di bagian dapur. Memang masih umur 21 tahun. Gadis cantik yang sedikit pemalu ini, sangat seru jika diajak berbincang santai ternyata.
"Benar. Jarak usia kita hanya 2 tahun ternyata. Kamu masih muda banget. Kelihatannya kamu yang paling muda, ya yang kerja di sini?"
Intan pun mengangguk menyutujui pertanyaan Bella barusan. Mulai menjelaskan latar belakangnya bagaimana bisa dirinya kerja di rumah Radit. Background keluarganya dan status kulaihnya sekarang. Ternyata Intan terlah berhenti kuliah karena kendala ekonomi sebelumnya.
Mendengar beberapa kisah Intan, jujur Bella merasa sangat iba. Gadis itu harus hidup mandiri di luar sana setelah terlepas dari keluarganya beberapa tahun silam.
Entah ada sebuah kesengajaan di sini atau yang lainnya, tapi Intan sendiri sudah pulang ke rumahnya kala itu tapi orang tuanya sudah entah pergi ke mana.
"Maafin aku, ya? Aku enggak masuk nyinggung masa lalumu," ujar Bella sendu sambil mengelus pelan punggung Intan.
Senyuman gadis itu juga ikut merekah ketika mendapat sentuhan hangat, "Enggak papa, Nyonya. Aku udah seneng kok kerja di sini. Apalagi dapet majikan yang baik kayak Nyonya."
Bella bisa memahami situasi Intan saat ini. Memang berat jika ada di posisi itu dan tak semua orang juga bisa sekuat Intan. Intan memang gadis yang sangat tegar.
Tak sadar dengan perbincangan mereka yang semakin dalam, ternyata tujuan yang mereka tunggu pun sampai juga.
Kantor Radit akhirnya ada di hadapan Bella. Mengingat ini adalah kali pertamanya menginjakkan kaki. Pertama kalinya Bella melihat Radit bekerja. Kebahagiaannya kembali terasa.
Bella sudah tak sabar memberikan kejutan untuk suaminya setelah ini. Hadir dalam kantornya untuk mengajak makan siang, apakah kali ini Radit akan senang?
Meski Radit masih dalam mode marahnya. Belum bisa memaafkannya. Ya, semoga saja Radit bisa luluh kembali.
"Kita langsung masuk aja, Nyonya. Ruangan Tuan Radit ada di lantai empat."
"Oh, baiklah. Kita enggak perlu ijin ke yang jaga, nih?"
"Enggak pelu dong, Nyonya. Kan Nyonya istrinya Tuan sendiri."
Bella dan Intan ikut terkekeh dengan ujarannya barusan. Mengikuti Intan saja ke mana arah langkah kaki gadis itu berjalan.
Menaiki lift dan mencari beberapa ruangan yang pastinya sudah banyak di sana. Tapi Bella sekali-kali menghentikan langkahnya saat dirinya mulai merasa tak enak kembali pada tubuhnya.
Pintu ruangan suaminya sudah ada di hadapannya sekarang. Intan yang ikut antusias kali ini karena Bella bisa menemani Radit makan siang, segera mempersilahkannya masuk ke dalam.
Ya, Intan lebih memilih menunggunya di luar. Membiarkan dirinya saja yang masuk dan mulai mendekatkan Radit kembali. Hingga pertemuan mereka pun benar-benar terjadi.
"Permisi ... boleh aku masuk?"
"Siap—
Bella? Kamu ngapain di sini?" tanya Radit seketika melihat istrinya memasuki ruang kerjanya.
Memandangnya dari atas hingga bawah tak berhenti. Dress selutut berwarna hitam dengan rambut yang di biarkan tak terikat. Memandang kecantikan Bella saat ini. Radit sempat tertegun sesaat.
Bella memang selalu tampil cantik menggunakan pakaian apa pun yang melekatnya. Segala bentuk perpaduan memang sangat terlihat cocok selalu tanpa ada yang perlu dikomentari. Radit menggelengkan kepala mencari kesadaran.
"Aku ke sini mau nemenin kamu makan siang, Mas. Bukannya dari kemarin kamu ingin makan siang bersamaku di kantor?" Langkah Bella semakin mendekat menuju tempat Radit duduk sekarang.
"Pengennya kemarin, sekarang sudah enggak." Suara Radit masih terdengar dingin saat menjawab pertanyaan barusan.
Menghentikan langkahnya seketika, memandang Radit dengan tatapan yang sulit diartikan. Dirinya sudah capek-capek berangkat ke sini dengan keadaan yang kurang fit. Tapi Radit bahkan sama sekali tak menghargainya?
Bella masih tak mudah menyerah. Meyakinkan kembali suaminya agar bisa memaafkannya dan menghabiskan waktu berdua untuk makan siang. Dirinya tak ingin energinya terbuang cuma-cuma dan harus membuahkan hasil.
"Sudah ku bilang enggak, ya tetep enggak! Habis ini aku ada meeting dan enggak bisa di undur waktunya. Aku enggak ada waktu buat makan siang berdua.
Lebih baik kamu pulang aja sekarang. Kita makan malam aja bersamanya."
Radit langsung bangkit dari duduknya. Mengambil beberapa berkas yang tertata rapi di atas meja. Membawa map kuning dalam genggaman dan meninggalkan Bella begitu saja tanpa berpamitan.
Keluar ruangan tanpa melirik Bella sama sekali. Membiarkannya sendiri di ruangan Radit dan merenungi kesalahannya. Pandangan Bella merosot jauh ke bawah sana.
Tubuhnya yang sudah mulai bergetar, tak sadar air matanya juga ikut menetes saat Bella meratapi dirinya sendiri. Apakah sebegitu bencinya Radit kepadanya? Tak lama Intan pun memasuki ruangan saat mengetahui Radit pergi begitu saja.
"Nyonya ... Kok Tuan Radit keluar begitu saja? Kalian enggak jadi makan siang bersama?" tanya Intan sedikit cemas melihat ekspresi Radit terkahir yang tak bersahabat.
Bella masih membelakangi pintu ruangan Radit. Posisi yang masih sama tanpa melihat Intan yang ada di belakangnya. Dengan hatinya yang sudah mulai hancur dengan sikap Radit barusan, Bella masih belum bisa berkata apa pun.
BRUKKKKK
"Nyonya!"
*Bersambung ...