"Aku punya pengalaman buruk di sana," sahut Bella lirih yang akhirnya buka suara tentang hal ini.
Memandangi genggaman tangan Radit yang semakin menguat. Serasa memberikan ketenangan lebih bahwa di sini Radit akan selalu ada untuknya. Mengelus-elus punggung tangannya, Bella senang melihat pemandangannya.
Melihat Radit dengan sikapnya yang lain. Begitu sangat lembut dan perhatian. Kecemasan pun juga bisa dirinya lihat bahwa pandangan kasih sayang kepada Abel sama dengan apa yang dirinya dapatkan sekarang.
"Di rumah sakit itu?"
"Enggak ... sebenarnya rumah sakitnya juga jauh. Tapi ... semenjak itu aku enggak pernah mau yang namanya ke rumah sakit meski itu hanya untuk membesuk teman yang sakit."
Bella tahu jika Radit juga sedikit terkejut dengan apa yang dirinya dengar. Tentang ketakutan yang selalu dirinya rasakan setiap menginjakkan kaki di lantai serba putih itu.
Mengingat kemarin dirinya sempat di rawat sehari, apakah Radit akan kembali menyesali perbuatannya. Padahal itu juga bukan sepenuhnya kesalahannya.
"Aku ... aku enggak—"
"Bukan salahmu, Mas. Bukan salah Bibi juga. Bahkan semua orang yang ada pada saat itu pasti akan melakukan tindakan yang sama. Aku tak masalah."
"Tapi ... Bukan berati aku sakit karena pertengkaran kita kemarin membuatku jadi wanita lemah, Mas. Mas tahu aku mendirikan usahaku sendiri di luar sana atas segala jerih payahku.
Cacian, makian, orang-orang yang enggak suka sama apa yang aku kerjakan ... aku yakin kamu tahu gimana rasanya berjuang. Tapi aku bisa kuat melewati semua itu, asalkan keluarga dekatku selalu bersamaku."
"Berarti ..."
Iya ... sangat benar apa yang Radit pikirkan sekarang. Radit, suaminya yang masih beberapa minggu menjadi teman hidupnya telah memiliki tempat yang besar dalam hidup Bella.
Semakin dekat orang masuk dalam kehidupannya, memang semakin dalam juga tingkat kesesitifan Bella dalam merespon setiap tindakannya.
Dan benar yang Radit tanyakan. Radit sudah menjadi bagian hidupnya yang sangat dekat, hingga pertengkaran kemarin memberikan dampak juga dalam kesehatannya.
"Maafin aku, Bel," tutur Radit berkali-kali dengan sangat tulus langsung menarik Bella dalam dekapan.
Menenggelamkan wajahnya pada dada bidang suami yang sangat hangat. Membekapnya dalam di tengah semerbak parfum yang akan menjadi candunya setelah ini.
Belaian halus pada puncak rambutnya juga sangat Bella nikmati saat ini melupakan semua yang pernah terjadi di antara keduanya.
Bella yang sempat terkejut dengan sikap Radit, lama-kelamaan mulai melunak. Menyerahkan jiwa dan raganya hanya untuk suaminya saja. Membiarkan dekapan itu kembali memberinya energi atas semua yang sudah menimpanya.
Kecupan bertubi-tubi juga Bella rasakan memenuhi semua anggota wajahnya. Radit sudah hampir merasakan semua kelembutan wajahnya kecuali di satu titik. Tidak menjamahnya meski Bella tahu ini bisa membuat mereka berdua candu.
Ya, hingga sekarangpun Radit belum pernah menjamah bibir ranum Bella secara terang-terangan. Menyisakan bagian ini selalu yang Bella sendiri tak tahu apa maksud suaminya.
"Jangan takut sama aku, ya? Aku akan menjagamu selalu setelah ini.
Aku enggak mau kamu sakit lagi, hingga lemah tak berdaya kayak gini." Masih pada dekapan yang sama. Masih saling menguatkan dan menghangatkan. Menyerap harumnya rambut istrinya yang sangat wangi.
"Terus berada di sini aku ya, Mas. Aku enggak mau jauh-jauh dari kamu."
"Tentu, Sayang."
Begitu lama mereka saling beradu rasa satu sama lain. Begitu lama mereka saling menaruh harap satu sama lain. Kelembutan Radit yang jarang diketahui banyak orang, memang sangat terlihat membuat Bella terlena akan semua kenikmatan.
Radit sangat menyesal atas perilakunya kemarin yang bisa berakibat fatal untuk istrinya. Karena kecerobohannya, kecemburuannya, dan karena egonya, dirinya bisa membuat istrinya pergi darinya.
Radit sangat merasa bodoh, karena sering berbuat kasar dan tidak senonoh pada Bella. Gadinya, yang sudah dirinya cinta semenjak pandangan pertama, ternyata sangat menghargainya sama seperti orang tuanya sendiri.
Radit sungguh sangat beruntung memiliki istri sebaik Bella dalam segala aspek.
***
PYAAAARRRR
Dentingan suara pecahan gelas terdengar sangat jelas di pendengaran Bella hingga membuatnya terbangung secara tak langsung.
Bangkit dari tidurnya dan Bella sempat terkejut melihat Radit yang sudah tak ada di sampingnya. Ini adalah kejadian yang langka mengingat hari juga masih gelap.
Kemana suaminya ini pergi sebenarnya? Tumben sekali Radit bangun terlebih dahulu mendahuluinya? Mengucek ringan kedua mata, Bella mulai turun dari ranjang dan meastikan suara apa tadi di bawah.
Menuruni tangga secara perlahan sambil menetralkan cahaya yang masuk di penglihatan, Bella masih penasaran siapa orang yang sepagi ini sudah berisik di dapur. Apakah Intan sedang memasak?
"Ini masih pagi banget, lho. Kamu kenapa masak sepagi ini, Tan?" Langkah kaki Bella terhenti seketika saat melihat siapa sosok orang yang sudah menggemparkan dapurnya di pagi-pagi buta tadi.
"Mas Radit?"
Bella sangat terkejut melihat Radit berada di dapur sambil membersihkan pecahan kaca di lantai. Memungutnya satu persatu dengan tangan hingga membuat Bella sendiri miris khawatir kaca itu melukai tangan Radit.
"Jangan dilanjutin, Mas! Awas kacanya nanti melukai kamu!" Sontak, Bella langsung mengambil alih apa yang Radit pegang.
Membuang pecahan kaca besar itu ke tempat sampah dan menyapu seripahan-serpihan kecil di lantai agar tak terkena orang lain.
Membawa Radit langsung ke washtafel dan mencuci tangan melihat telapak tangan suaminya yang sudah terluka di sana.
"Kamu ngapain, Mas? Ini masih pagi banget, lho? Lihat juga ... tangan kamu terluka, kan?" seru Bella terlihat sedikit panik.
Tangan Radit mengeluarkan darah yang cukup banyak. Melihat lukanya, Bella yakin jika kaca tadi telah menggoreskan terlalu dalam pada pergelangan tangan suaminya.
Mengalirkan air bersih dari washtafel pada tangan sang suami. Membiarkan darahnya bersih dulu hingga setelah itu baru di kasih obat. Bella geleng kepala sendiri melihat apa yang Radit lakukan.
"Kok kamu udah bangun, Bel? Ini belum siang ... tidur lagi sana."
"Suara pecahan piring kamu yang buat aku bangun, Mas. Kamu bikin apa? Laper? Kenapa enggak bangunin aku biar aku masakin?" ujar Bella sedikit resah dengan suaminya.
Membersihkan beberapa kekacauan yang telah Radit ciptakan di dapur rumahnya. Banyaknya sampah dan sayur-sayur yang sudah tak dipakai lagi.
Mengemasi beberapa hal yang masih bisa Bella kerjakana. Radit masih berusaha menghalanginya tapi Bella berhasil menghalaunya.
"Aku buatin kamu bubur tadi sengaja bangun dulu. Ini dia." Radit menyodorkan semangkuk bubur ayam kepada Bella dengan pelan.
Memeberikan sendok juga di samping agar Bella bisa cepat-cepat menyantapnya sekarang. Tak membiarkan Bella bersih-bersih sendiri. Radit juga ikut membereskan kekacauan yang ada.
"Ini kamu sendiri yang buat?" tanya Bella berbinar. Terpesona dengan apa yang suaminya berikan untuknya. Masih berdiri di dekat kompor dengan semangkuk bubur di hadapannya. Bella terpesona dengan perbuatan Radit.
Terharu dengan pengorbanan Radit yang memasak hingga tangannya terluka. Hanya untuk semangkuk bubur ayam ala tangan Radit sendiri. Dirinya rela terluka untuk Bella.
"Maaf kalo rasanya enggak seenak buatanmu. Aku aku udah cobain, rasanya enggak kalah enak, kok."
*Bersambung ...