Bella dan Radit saat ini telah berada di kediaman mereka. Mobil yang telah terparkir sempurna di pekarangan rumah megah telah selesai menjalankan tugasnya mengantarkan majikannya pulang.
Beberapa pembantu pun juga ikut membawa beberapa barang Bella yang tak terlalu banyak sebenarnya. Dibantu Radit yang merangkul pundak Bella sambil berjalan perlahan, jujur Bella sedikit tak enak hati
"Mas, aku jalan sendiri bisa kok. Enggak perlu dibantu juga," ujar Bella lirih sambil berusaha melepaskan rangkulan suaminya. Berjalan menuju kamar mereka di lantai dua. Radit pun tak keberatan dengannya.
Mereka telah sampai di kamar tujuan. Beberapa pembantu yang telah selesai membawakan tas Bella langsung melenggang pergi tak ingin mengganggu waktu istirahat majikannya.
Meninggalkan mereka berdua di dalam kamar masih dengan keheningan. Bella masih duduk santai di tepi ranjang sambil mengeluarkan isi tasnya dan mulai merapikan kembali.
Radit sendiri di sini masih berdiri memandang luar lewat perantara jendela kamarnya. Seperti sedang berpikir sesuatu yang masih mengganjal menurutnya. Bella hanya memandang sekilas keberadaan Radit.
"Mas Radit, kamu mau mandi sekarang atau nanti? Aku siapin bajunya, ya?" tanya Bella berjalan menuju lemari pakaian. Menaruh pakaiannya tadi dan memilih pakaian mana yang akan suaminya kenakan.
"Kamu ngapain? Kenapa masih kerja aja, sih? Kan kamu harus banyak istirahat, Bel?" sahut Radit dari tempatnya yang terdengar sedikit meninggi.
Kedua tangan Bella yang sedari tadi memilah-milah baju yang tepat, berhenti seketika. Suara bariton suaminya barusan, berhasil membuat Bella mengurungkan kembali niatnya.
Apakah kali ini Radit akan kembali memarahinya? Mendengar nada bicara Radit mulai terdengar tak santai.
Bella masih belum berani beranjak dari tempat. Tubuh yang masih menghadap lemari pakaian, masih diam tak berkutik menunggu seruan kembali suaminya.
"Sini, jangan berdiri terus." Pergelangan tangan Bella berhasil diraih Radit secara sempurna. Menariknya pelan berjalan menuju ranjang tidur mereka.
Bella sudah mulai menelan salivanya susah saat sentuhan yang Radit berikan sedikit menyakitinya kembali. Hampir sama seperti malam itu hingga membuatnya sakit seperti ini.
Radit pun mendudukkan Bella paksa di tepi ranjang dengan dirinya yang masih berdiri di hadapan. Memandang Bella dengan tatapan yang tak bisa diartikan sama sekali, Bella hanya bisa menunduk saja.
"Kenapa?"
"Maksudnya?" tanya Bella tak paham. Sedikit mendongakkan wajah memandang suaminya sedikit.
"Kenapa kamu menundukan pandanganmu sekarang? Kamu takut aku akan memarahimu lagi?"
Ya ... Bella sungguh sangat menghindar Radit yang mulai marah kepadanya. Benar sekali jika Bella takut suaminya ini akan kembali murka. Dan benar jika dirinya begitu penakut untuk menghadapinya sendiri.
Tidak ... bukan karena dirinya takut karena kekecewaan yang akan dirinya dapatkan. Bukan, bukan karena dirinya lemah tak bermental baja hingga sentilan dikit saja dirinya bisa rapuh. Dan bukan juga karena dirinya yang ingin selalu dimanjakan.
Semuanya sungguh sulit untuk dijelaskan ketika otak dan hatinya tak sinkron dalam memberikan jawaban. Dirinya juga sulit menjelaskan jika dirinya bisa membedakan mana anggota keluarga yang memang dekat dengannya atau tidak. Dan itu juga berdampak padanya di permasalahan yang lain.
"Bel? Kenapa?"
"Kamu begitu sakit hati dengan ucapanku waktu itu?" Nada Radit semakin lama semakin melemah. Raut wajah suaminya juga semakin memandangnya nanar. Bella tak bisa berkata apa-apa sekarang selain anggukan kepala.
Dari sana, Bella bisa melihat dengan jalas raut wajah suaminya yang terlihat sedih. Radit seperti menyesali sesuatu di sini. Menyesali kesalahannya yang memang membuat hubungannya jadi memiliki jarak.
"Bel, aku bener-bener minta maaf karena sudah melukai kamu. Waktu itu aku bener-bener lagi kesel dan tanpa sadar semuanya aku lampiasin ke kamu. Bel, kamu marah sama aku?"
Lagi-lagi Bella hanya menanggapi Radit dengan isyarat saja. Menggeleng kuat sebagai respon jika alibi suaminya ini salah. Dirinya tak marah pada Radit. Sama sekali tak ada rasa dendam juga dengan tindakannya.
Bella bisa mengerti saat itu suaminya sedang emosi. Dirinya tak keberatan dengan itu. Tapi memang semuanya tak bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri.
"Terus kenapa kamu sekarang jadi jarang bicara sama aku? Mengobrolkan beberapa hal yang tak terlalu penting ke aku. Dan selama di rumah sakit pun, kamu jarang membuka suara."
"Angkat wajah kamu, Bel. Aku enggak mau istriku jadi berubah pendiam seperti ini."
Dengan suara yang semakin lirih. Pancaran penyesalan yang benar-benar bisa Bella dapatkan. Menarik dagu sang istri dengan pelan agar kecantikannya kembali terlihat dengan sempurna. Di sini Radit mulai menunjukkan sifat aslinya.
Sifat yang jarang diketahui oleh banyak orang. Sisi lain dari seorang Radit yang mungkin membuat orang sangat tak percaya. Bahkan Radit bisa pastikan bahwa hal ini hanya 2 orang yang telah mengetahui sisi lainnya.
Yap, dia adalah Abel dan Bella.
"Maafin aku, Bel ..,"pinta Radit berlutut di depan istrinya.
Bella, yang mulai tak tega melihat suaminya sudah sangat menyesal. Dirinya yang semakin tak tega melihat Radit yang mulai berlutut di hadapannya. Radit yang sudah memohon berulang kali permintaan maaf hanya untuk dirinya.
Bella sungguh tak tega hati membiarkan semua itu berlangsung lama.
"Mas ... Mas Radit enggak perlu minta maaf hingga seperti ini. Aku enggak marah kok sama kamu."
"Tapi aku udah begitu jahat sama kamu, Bel. Maaf ..."
Bella kembali menggelengkan kepala. Tak setuju dengan ucapan Radit barusan. Menyalahkan diri sendiri dalam sebuah masalah memang tak sepenuhnya benar.
Mengajak Radit untuk duduk bersanding di sampingnya. Membantunya bangkit agar Radit tak terus-terusan berlutut untuknya. Mungkin Bella harus banyak jujur kepada suaminya sekarang.
Usaha Radit untuk benar-benar mengakui kesalahannya. Pancaran kejujuran dan kedalaman rasa bersalah. Sepertinya Radit adalah orang baik yang selalu ingin melakukan hal sebaik mungkin.
Mungkin di sini hanya permasalahan waktu yang sering terjadi kurang tepat dan kurang mengetahui satu sama lain lebih dalam. Mungkin perlu banyak berbincang satu sama lain agar kedekatan pun mulai terbentuk.
Mungkin juga ini sudah saatnya ...
"Mas, aku enggak marah beneran sama kamu. Aku enggak masalah dengan kejadian kemarin karena di sana aku juga bersalah.
Tapi ... kalau kamu mau tahu apa yang membuatku sedikit menjarak. Aku itu enggak pernah dapat bentakan dari orang tuaku, Mas."
Bella pun mulai berusaha menghalau semua kemungkinan yang masih terpampang jelas di pikirannya. Membiarkan suaminya tahu tentang dirinya sedikit demi sedikit. Karena sekarang hanya Radit lah yang ada bersamanya.
"Orang tuaku tak pernah memarahiku sejak kecil semenjak pertangkaranku dengan Ayah yang membuatku drop selama sebulan.
Dan aku juga drop kali ini, mungkin juga disebabkan oleh pertengkaran kita kemarin."
"Sorry, Bel. Aku bener-bener enggak tahu."
Bella tersenyum kecil saat Radit berkali-kali mengucapkan kata maaf kepadanya. Sangat nyaman menurutnya melihat Radit yang sangat lembut sikapnya.
Apakah hal ini bisa berlangsung lama? Diperlakukan bagaikan ratu untuk sementara waktu. Ah, tidak. Semoga saja untuk selamanya. Semoga Radit akan mulai mengubah sikapnya menjadi lebih lembut. Dan semoga Radit selalu perhatian seperti ini terus.
"Dan tentang rumah sakit?" imbuh Radit hati-hati sambil mulai meraih telapak tangan istrinya.
"Aku punya pengalam buruk di sana."
*Bersambung ...