Chereads / My Dark Husband / Chapter 18 - Perhatian Radit

Chapter 18 - Perhatian Radit

"Susstt! Bukan Mas, tapi Sayang."

Sontak Bella langsung menjauhkan dirinya dari Radit berada. Sedikit mendorong suaminya yang mulai menggodanya lagi. Wajah genit yang Radit layangkan padanya bahkan membuat jantungnya tak aman jika seperti ini terus.

Menjaga jarak sambil merapikan rambut yang sedikit berantakan. Mengatur napas sebaik mungkin, berharap Radit tak mendengar deburan jantungnya yang sudah tak karuan tadi.

Mengalihkan pandanganannya ke segala arah, Bella serasa tertangkap basah saja.

"Mas apa-apaan, sih! Enggak malu apa kalau ada yang denger di luar? Udah sana mandi."

"Kenapa? Kok wajah kamu merah gitu? Kamu salting, ya aku gombalin?" goda kembali Radit sambil menaik turunkan kedua aslinya. Mendekatkan wajahnya pada wajah Bella yang sedari tadi blushing. Radit hampir terkekeh melihat raut Bella saat ini.

Bella sontak langsung menutup wajahnya rapat-rapat. Tak mengizinkan siapa pun untuk melihat wajah blusingnya. Merasa kesal Radit terus gencar dengannya. Bella rasanya ingin kabur saja.

"Ih, Mas Radit!!! Udah sono pergiii!"

Tawa Radit langsung pecah menyaksikan Bella yang sungguh menggemaskan di matanya. Gadis yang memang sangat beda dari yang lain menurutnya. Maski dalam kedaan dirinya masih tertawa, tapi Radit pun tau situasi dan akhirnya pergi untuk bersiap mandi.

Tak kerasa dentingan sendok pun sudah mulai terdengar. Sarapan pertama mereka berdua di rumah akhirnya terlaksanakan seperti ekspetasinya juga.

Melihat Radit yang sepertinya sangat lahap menghabiskan nasi goreng buatannya, Bella sungguh senang. Setidaknya suaminya cocok juga dengan masakannya.

"Gimana, Mas? Enak kan masakanku?" tanya Bella sedikit antusias mendengar jawaban suaminya.

"Ini semua kamu yang masak? Enggak dibantuin sama siapa pun?"

"Enggak. Aku sendiri yang masak. Gimana? Cocok sama selera kamu?" ulang Bella dengan pertanyaan yang hampir sama.

Radit sudah hampir kehabisan kata-katanya untuk hanya sekedar memuji masakan Bella yang sangat lezat menurutnya. Cita rasa yang jarang dirinya rasakan di setiap nasi goreng yang pernah dirinya cicipi.

Setiap bulir nasi yang hampir tak terlewatkan dari Radit sendiri untuk menikmati secara penuh setiap suap dari piringnya. Masakah Bella sungguh lezat di luar prediksinya.

Bella yang ikut bahagia dengan respon Radit. Merasa suaminya pasti beruntung mendapatkan dirinya yang bisa memenuhi kebutuhan lebih dari biasanya. Kebahagiaan yang tak ternilai harganya.

"Rasanya sungguh sangat lezat sekali, Bel. Aku suka. Tapi ...

Aku enggak mau kamu yang masak di rumah ini setiap hari." Titah Radit finish di depan Bella yang ikut menyantap masakannya.

"Kenapa? Kata kamu masakanku enak, kan? Tapi kenapa justru aku enggak boleh masakin buat kamu?"

Bella seakan tak terima dengan apa yang Radit putuskan barusan. Seperti mengambil hak nya untuk bisa berkarya lebih bagus lagi jika hanya sepiring nasi goreng.

Sungguh, Bella sudah membayangkan menu apa saya yang akan dirinya hidangnya beberapa hari kedepan yang pastinya jarang Radit rasakan di luar rumah maupun di dalam rumah. Tapi tentang keputusan itu?

"Ayolah, Mas! Aku juga pengen masakin kamu aneka menu yang berfariasi. Sesuai ekspetasiku. Kamu tahu,kan? Aku punya bisnis Catering. Dan keahlianku tak diragukan lagi."

"Tidak. Aku enggak mau kamu jadi juru masakku."

"Tapi, kan—"

Bella masih tak bisa menerima keputusan Radit begitu saja. Ini sebuah ketidak adilan menurutnya. Bella yang juga terkadang menurut, bisa mengajukan protes juga semakin lama.

Tak berselang lama, tangan Bella pun mulai diraih halus oleh sang suami. Mengelusnya dengan pelan, seakan meminta kesabaran lebih untuknya.

Tatapan mereka yang saling bertemu. Saling mengunci satu sama lain antara perasaan dan perhatian berkutat menjadi satu. Menuju lamunan sesaat yang terlenakan.

"Aku enggak mau kamu bekerja di sini, Bella. Aku sudah pesen ke kamu, kan? Semua pembantu sudah memiliki tugasnya masing-masing.

Aku akui masakanmu tak tertandingi dalam lidahku. Tapi, kamu bisa mengajarkan pembantu kita, kan? Untuk membuat masakan seenak itu?"

Suara Radit, begitu halus di pendengarannya. Sungguh Bella tak kuasa mendapatkan perhatian lembut dari suaminya ini. Begitu hangat dan tersentuh. Membuatnya lupa tentang sifat lain Radit yang tak terlalu diketahuinya.

Entah mengapa, hari ini Radit bersikap sangat baik kepadanya. Memperlakukannya seperti seorang ratu. Tak ada bentakan atau kalimat dingin yang terlihat pada pagi ini. Bella bahkan sedikit heran.

"Kamu bisa, kan? Penuhi permintaanku?"

Mau tak mau, Bella pun mengangguk menyetujui. Menerima keputusan Radit untuk tak membuatnya bekerja di rumah sebensar ini. Mengikuti permintaan Radit yang sepertinya memang perhatian kepada dirinya.

Mendapatkan elusan pada puncak rambut Bella dengan senyuman yang tak lupa di pasang. Kecupan lama pada kening yang Bella terima sambil menikmati setiap detik yang sangat berharga. Bella berharap Radit akan seperti ini terus kedepannya.

"Istri pinter. Aku berangkat dulu, ya kalau gitu? Kamu tunggu aku pulang di sini."

"Tapi, nanti aku mau ke tempat Catering, ya? Memastikan semuanya masih berjalan dengan baik. Aku sudah lama enggak kesana sejak pernikahan kita kemarin."

"Baiklah. Lakukan yang membuatmu senang. Aku tak keberatan sama sekali. Jangan pulang larut malam, ya?"

Mereka berdua pun berpisah di halaman rumah yang luas. Radit yang mulai berangkat kerja ke kantor dengan membawa mobil sendiri. Membawakan tas kerjanya dan memasukannya ke dalam mobil. Mereka pun saling melambaikan tangan.

Senyumnya semakin mengebang. Masih mengingat sikap Radit yang semakin lembut kepadanya. Sebuah hal yang patut diapresiasi.

Sepertinya harapannya untuk Radit lebih ramah kepadanya semakin terlihat titik terang. Sama halnya sikap Radit kepada Abel, rupanya suaminya bisa bersikap demikian kepadanya.

Mempersiapkan beberapa laporan dan berkas yang harus dirinya garap nanti di kantor. Mengecek banyaknya pesanan yang masuk dan keluar selama dirinya tinggal beberapa hari kemarin. Mungkin harinya nanti akan sedikit lebih sibuk dari pada biasanya.

Mengingat Abel yang sering mengabarinya tentang perkembangan di sana ketika Bella tak ada. Memberi kabar beberapa pegawainya yang tak pernah kendor semangat. Bella merasa terbantu jadinya dengan adanya Abel di sini.

TUUUUTTT

"Abel! Abang kamu udah berangkat kerja. Mau berangkat ke kantor bareng, enggak?"

"Ah jangan Kak Bella. Biar aku aja yang jemput Kakak ke sana. Aku enggak mau kalau nanti Kak Bella harus dianter sama supir. Abel ke sana sekarang, ya?"

"Namanya sekarang jadi kantor, ya?" sahut Abel terkekeh mendengar perubahan kebiasan kakak iparnya yang dirinya sadari.

*Bersambung ...