namun setiap kali melihat kesana-kemari Dika tak melihat siapapun hanya suara-suara yang sangat pelan, seperti suara anak-anak sedang bermain, menunggu Silvia kembali padahal Dika sudah ingin pergi mandi membuat perempuan ini akhirnya acuh, ia berjalan menuju kamar mandi seorang diri
Dika sudah menutup pintu kamar mandi, suara air yang keluar dari pancuran adalah satu-satunya suara yang Dika dengar kamar mandinya kecil dengan satu bak plastik besar, di atas tembok ada balok untuk ventilasi dimana Dika bisa melihat daun pohon pisang, malam ini angin berhembus msuk
gayung berisi air perlahan membasuh kepala Dika hingga badan, airnya segar namun beraroma anyir, namun Dika tak menemukan keanehan apapun selain air bening yang keluar dari pancuran, Dika menggosok tubuhnya dengan sabun saat suara orang menangis tiba-tiba terdengar ditelinganya,
suaranya pelan nyaris tak terdengar, arahnya dari balik tembok namun Dika meyakinkan diri di belakang hanya ada kebun pisang milik tetangga mana mungkin ada orang menangis, namun Dika menjadi ingat sesuatu bila mendengar suara pelan yang tak ada wujudnya bisa saja itu..
Dika tak memperdulikan, ia cepat-cepat mengguyur tubuhnya lagi namun aroma anyir semakin tercium di hidungnya saat Dika tanpa sengaja melihat ke lubang ventilasi dimana dia melihat wajah seorang wanita tua, melirik menatap dirinya.
Dika berteriak.
berbekal handuk untuk menutupi tubuhnya Dika berlari keluar, ia bertemu dengan Silvia dan Sonia yang berwajah pucat, wajah mereka tampak terkejut melihat Dika.
Dika tidak tahu kenapa wajah mereka tampak seperti itu, saat itu juga Silvia mengatakannya, "getih" (darah)
Dika melihat sekujur tubuhnya saat itu ia baru saja bermandikan darah, Sonia menjerit memalingkan wajah saat mereka menyadari sesuatu mendekat, seorang wanita tua yang Dika lihat berjalan mendekat, ia menyeret stu kakinya, Sonia menyebut sebuah nama, "Bu lastri, itu orangnya Lin
"ra popo, aku gak njarak" (tidak apa-apa, aku gak niat mencelakai kok)
Dika melangkah mundur, berdiri bersama yang lain, Bu lastri mendekat lalu bertanya, "nang ndi kertas'e nduk?" (di mana kertasnya nak?)
wanita tua itu melihat Sonia namun perempuan ini terlalu takut,
Silvia lalu membujuk sonia, di mana dia menyimpan Isim itu, benda seperti itu tidak baik bila di simpan, Sonia masih tak berani menatap wajah Bu lastri namun dia mencoba mengingat-ingat, sampai Sonia akhirnya ingat di mana kali terakhir dia menyimpan benda itu, didalam perutnya
Bu lastri yang mendengarnya lalu tertawa cekikikan, dia lalu berbalik mundur, Silvia yang melihatnya segera menghentikannya, ia bertanya apa maksudnya ini, dengan sorot mata melotot Bu lastri lalu melihat keseluruhan ruangan sambil menyeringai, "wes rame! turuo bareng ae nduk"
tapi anehnya Bu lastri sempat melihat kamar kosong itu cukup lama sembari mengedah-ngedahkan kepalanya, lalu pergi dengan menyeret satu kakinya, Silvia lalu menarik sonia dan Dika menuju ke kamarnya.
Bu lastri pergi lewat pintu belakang, meninggalkan mereka bertiga.
di dalam kamar Silvia, mereka bertiga sudah mengenakan rukuh, wirit semalaman sedangkan di luar kamar terdengar suara seperti seseorang saling berbicara satu sama lain, Sonia menghentikan wiritnya namun Silvia yang tahu akan hal itu segera menegurnya, ia bilang cuma malam ini,
malam semakin larut suara orang sudah menjadi suara benda-benda yang berjatuhan, Silvia bilang untuk tak ada satupun dari mereka yang membuka mata karena setelah ini gangguannya semakin hebat, Sonia serta Dika hanya mengangguk, hanya Silvia yang melanjutkan, namun Sonia mulai goyah,
ia mendengar bisikan dari seorang wanita yang meminta tolong, lembut sekali suaranya, ia memohon agar Sonia membantu dirinya,
udara sangat dingin, Silvia saja belum pernah semerinding ini, Sonia semakin lama mulai penasaran, suara siapa yang berbisik di telinganya.
orang jawa mengenal dengan nama Jalayatan yang berarti singgah, hal ini yang Silvia lakukan, mereka bertiga singgah untuk pamit, Silvia membawa Sonia dan Dika untuk masuk ke dunia mereka sebelum pergi lalu menutup semuanya, sehingga mereka tak lagi sama-sama melihat, namun Sonia..
tidak kembali, Sonia melihat langit-langit, pandangan matanya kosong, hal ini terjadi bahkan saat Silvia menepuk pipinya berulang-ulang kali, saat itu terjadi Dika tak lagi merasakan suasana mengerikan itu lagi seakan lenyap, hanya Sonia seorang yang menjadi aneh,
semalaman mereka tidak tidur, menjaga Sonia, pagi ini Silvia berniat mau kembali ke pengelola saat dia melangkah keluar pintu, saat itulah pak RT datang dengan seorang lelaki tua berpakaian putih, melihat Silvia sembari mengelengkan kepala.
Sonia di gendong pak RT, ia di bawa ke kamar Bu lastri, sementara orang berpakaian putih itu berbicara dengan mbak Nanik yang seperti marah-marah, Silvia melihat Bu lastri melihat anak-anak perempuan itu dengan ekspresi datar berbeda sekali dengan saat malam itu,
setelah terjadi dialog, orang itu pergi masuk ke kamar Bu lastri bersama Sonia yang hanya bisa bengong saja, Silvia dan yang lain menunggu di luar, sesuatu sedang di lakukan, cukup lama hampir seharian saat lelaki itu keluar untuk memarahi Silvia,
"gak semua orang bisa kaya begitu, bila jadi kamu lebih baik pergi ke kost teman cuma semalam saja, daripada nekat kaya begitu, untung temanmu gak sampai hilang"
Silvia tahu, apa yang di lakukannya beresiko namun saat itu kepalanya sudah buntu, ia terpaksa melakukannya.
lelaki itu menunjukkan Isim Rajah yang entah bagaimana bisa keluar dari perut Sonia, rupanya lelaki itu dulu memang sengaja memendam di dalam rumah hanya untuk memancing padur dari anak si ibu yang bersemayam di tubuh Bu lastri, sekarang tak ada lagi yang perlu di khawatirkan,
ibuk dan anak sudah di ikat, rumah itu masih ada penghuninya namun tak seusil apa yang di pegang lelaki itu,
lelaki itu juga mengatakan bahwa mereka sudah bisa kembali menempati rumah itu, hanya saja ada satu kamar yang tak boleh di buka, kamar kosong itu..
Silvia bertanya perihal isi di dalam kamar kosong itu, si lelaki tak keberatan menjawab, itu adalah rumah beraung saat tempat ini masih menjadi rumah jejer tiga, tidak bisa di usir, tidak menganggu asal tidak di ganggu, lelaki itu akan menjelaskan hal ini sama pengelola,
lelaki itu juga menjelaskan kepada Sonia setelah dia siuman, namun seperti yang Dika katakan, ada tempat kost lain yang lebih dekat dengan pabrik kertas sehingga mereka bertiga akhirnya sepakat tetap pindah, hal ini di ceritakan dari mulut ke mulut,
menjadi semacam cerita di desa saya, namun sebelum mengakhiri cerita ini, saya akan beritahukan rumah itu masih di tinggali dan masih menjadi tempat kost yang ramai walaupun sempat sepi, karena sepeninggalnya tiga perempuan itu, satu perempuan kembali, namanya Siska,
Siska menjadi satu-satunya perempuan yang tidak tahu akan hal ini,