Akhirnya, aku bertemu dengan Mami Pak Anton. Ya, itu adalah panggilan khusus dari untuknya, karena beliau juga meminta hal seperti itu. Seperti biasanya saat berkumpul, Mami menceritakan sesuatu yang membuatku tertawa. Seandainya tidak ingat sedang berada di ruang tunggu ICU, mungkin tawaku akan meledak, mimik muka dan cara bicara Mami sangat menggelitik.
Nada bicara yang pelan, membuat siapapun yang ada di situ akan tertawa. Mami memang sosok seorang ibu yang luar biasa tegas, lucu, dan itu semua ada dalam intonasi. Di mana Mami bisa memakai dalam berbagai situasi, aku jadi rindu pada Mamaku. Biasanya aku menceritakan semuanya hanya dengan beliau, sampai sekarang Mama juga marah padaku. Tak kuat lagi menahan rindu, akhirnya aku kembali menangis seperti tadi. Mami sigap memelukku dengan erat, sementara Pak Anton menjauh begitu juga dengan Fitri.
"Kenapa toh kamu nangis, ada yang kamu pikirkan?" tanya Mami.