Tak perlu ke danau, cukup dari dalam kamar saja mereka berpindah dari dunia manusia menuju Aquarez. Dita memegang tangan Frans erat, ia memejamkan mata. Perutnya serasa dikocok, ada yang menggelitik di kepalanya. Iseng, Dita membuka setengah matanya. Ada titik-titik putih berkelip seperti bintang dengan latar biru bercampur ungu. Namun terasa mual di perut saat membuka mata. Mata Dita kembali terpejam, diikuti saja ke mana Frans membawanya pergi.
Plup!
Masuklah Dita dan Frans ke dalam negeri Aquarez.
"Kita sudah sampai," tukas Frans. Dita membuka matanya. Dunia itu tidak berubah, sama indahnya. Kerajaan hijau zamrud yang gemerlapan. Rakyat kerajaan patuh pada penguasa. Nyaris tidak ada kerusuhan.
"Sekarang, kamu adalah Isabel, si pemain harpa."
Frans berjalan menjauh dari Dita agar tidak terlalu mencolok. Dia adalah pangeran yang harus selalu menjaga citranya. Mana bisa dia selalu terlihat berdua dengan "pacarnya" sementara ia adalah panutan bagi semua rakyatnya.
Dita berjalan pelan ke arah barat daya menuju tempat tinggalnya. Lama sudah ia pergi dan ternyata bilik kecil itu masih sama seperti sebelum dirinya ke dunia manusia.
"Semua tetap sama," ujar Dita. Pondok kecil berbentuk seperti gazebo dengan atap dari barisan dedaunan. Di Aquarez semua jadi mudah, Dita sangat senang berada di dunia itu sampai kadang ia lupa pada misinya mengembalikan Tian.
"Isabel!"
Airi memanggilnya. Dita tidak menoleh karena lupa dengan identitas barunya di Aquarez sampai Airi menepuk pundaknya. Ia sedikit tersentak lalu menoleh ke arah Airi.
"Eh, Airi."
"Ini dia yang dicari-cari sang raja," ujar Airi.
"Memangnya aku dicariin?"
"Iya sampai pengawal keliling kerajaan, mereka menyebar pengumuman karena mencarimu," jelas Airi.
"Ya ampun, aku baru aja pulang."
"Dari?" selidik Airi.
"Diajak Frans mengunjungi dunia manusia," Dita berkelit. Sepertinya Airi selalu menaruh curiga padanya.
"Dunia manusia? Kayak apa sih?" tanya Airi penasaran.
"Dunia manusia itu, tempat yang panas, penuh dengan cerita juga sandiwara. Dunia yang menawarkan berbagai kebahagiaan juga luka. Ada hidup dan mati, ada cinta dan benci," mata Dita menerawang, mengingat kembali semua yang pernah terjadi. Peristiwa yang menuntunnya sampai ke tempat ini.
"Kok kedengarannya begitu menyeramkan. Udah, aku di sini aja. Nggak mau ke dunia manusia."
"Memang lebih enak di sini. Damai, tenteram, nyaris tidak ada huru hara."
"Kecuali saat ratu Oseanna mengamuk," bisik Airi. Dita tersenyum tipis. Ia mengerti saat ratu menyerangnya dengan trisula. Seluruh warga pasti mendengar teriakannya.
"Isabel, ayo, tunjukkan dirimu ke pengawal agar kamu bisa bermain harpa di istana," ujar Airi antusias.
"Kenapa aku, ya?" Dita masih belum paham.
"Sebenarnya nggak cuma kamu, ratu memanggil pemain harpa dari seluruh penjuru kerajaan. Namun ada pengumuman lain yang mengatakan kalau Isabel harus datang menghibur sang raja di istana."
Dita terhenyak, Tian sudah sedikit demi sedikit mengingat dirinya hanya karena permainan iseng.
"Airi, aku mau cari pohon sebentar, ya. Cari makan, lapar."
"Iya, aku masih mau lihat-lihat sekitar sini," ujar Airi.
"Kamu mau makan juga? Aku ambilkan," tawar Dita.
"Boleh, aku juga lumayan lapar," ujar Airi.
Tak lama berselang setelah Dita bergerak menjauh dari Airi.
Tap! Tap!
Seorang pengawal bernama Jerome berjalan dengan trisula mendekati Dita dan Airi.
"Salam, Nona."
Dita dan Airi membungkuk, mereka memberi hormat pada pengawal yang masih terlihat tampan itu.
"Nona, apa anda mengenal Isabel?" tanya Jerome.
"Saya Isabel," aku Airi pada pengawal. Sudah jelas, dirinya hanya mengaku-aku. Isabel asli adalah Dita.
"Mari ikut saya, Nona."
Airi mengikuti Jerome dengan pasrah. Si pengawal percaya saja kalau gadis di belakangnya adalah pemain harpa yang raja maksud padahal Airi hanya penasaran dengan isi istana dan hasratnya ingin merebut hati pangeran Frans dari Dita. Ya, semua percaya kalau keduanya benar sepasang kekasih.
Begitu sampai di istana, Airi benar - benar melongo. Selama ini, rakyat seperti dirinya hanya sampai di halaman istana. Belum pernah ia masuk ke istana megah dengan batu coral bersusun kokoh, ditopang pilar tinggi berwarna putih gading.
Airi terus melangkah mengikuti Jerome hingga ke depan singgasana ratu. Ratu?
Iya, ratulah yang memanggil Isabel ke istana. Dia ingin bertemu dengan orang yang merebut perhatian suaminya. Begitu Airi berhadapan langsung dengannya, api cemburu langsung tersulut.
"Kukira dia secantik apa!" sindir ratu pada Airi yang sebenarnya tidak apa-apa.
"Salam, Yang Mulia Ratu."
Airi memberi hormat, badannya membungkuk. Namun ratu sudah tidak simpati lagi, ia menganggap Isabellah yang merebut perhatian Elnorez.
Pyasshh!!!
Spontan, ratu menghunuskan trisula. Kilatan cahaya dari trisula itu menusuk ke dada Airi.
"Argh!" erang Airi. Tangannya memegangi bagian dada kanan yang sakit. Tubuhnya tak mampu bergerak. Dia masih bingung tentang apa yang terjadi. Menyamar sebagai pemain harpa ternyata jauh di luar ekspektasinya.
"A-da a-pa i-ni?" ujar Airi dengan terbata. Tubuhnya kesakitan, ia serasa ingin pingsan.
"Tidak ada ampun bagi seseorang yang merebut perhatian suamiku!" erang sang ratu dengan suara menggelegar sedangkan di luar sana banyak pemain harpa yang mendaftar audisi menjadi pemain harpa tetap di kerajaan menggantikan Isabel.
Sementara itu Dita bertanya-tanya saat kembali ke tempat tinggalnya. Ia mendapati pondok itu kosong tanpa ada Airi.
"Airi!" panggilnya lalu tetangga kanan memanggil Dita. Dibisiknya telinga Dita kalau Airi dibawa pengawal kerajaan. Membaca situasi memburuk, Dita segera berlari ke istana.
Di depan pagar istana, banyak orang mengantri untuk audisi pemain harpa. Ia ingin membuktikan kalau dirinya bisa sendiri tanpa bantuan Frans dalam menyelesaikan masalah. Ditapun langsung mengantri untuk daftar.
"Dita!"
Akhirnya ia menyebutkan nama asli untuk bisa mengikuti audisi permain harpa. Begitu nama sudah tercatat maka ia langsung mengantri kembali untuk menunjukkan kemampuannya bermain harpa.
Frans mendengar keributan di depan singgasana, iapun keluar dari kamarnya.
"Loh, Airi?" panggilnya begitu menemukan kalau Airi terkapar depan singgasana.
"Siapa kamu bilang?" tanya sang ratu.
"Namanya Airi," jawab Frans.
"Bukannya dia Isabel?"
"Bukan!"
Dia mendekati Airi lalu bersimpuh di sampingnya.
"Kau apakan dia? Dia kesakitan!" seru Frans sambil memegang pergelangan tangan Airi.
"Dia mengaku sebagai Isabel," jawab sang ratu. Memang Airi yang salah, ia terlalu penasaran akan sesuatu yang ternyata hak temannya. Namun tindakan ratu sangat tidak terpuji. Badan Airi kesakitan sampai sulit bergerak.
"Airi, bangunlah..." panggil Frans. Airi tetap tidak bergeming, sekujur tubuhnya panas, kilatan trisula terlalu kuat bagi gadis itu.
"Ibu, tolonglah, untuk kali ini aku minta tolong sembuhkan gadis ini. Beri kesempatan untuk memberi kesaksian," ujar Frans.
Oseanna terenyuh, bagaimanapun ia adalah seorang ibu yang ingin mengabulkan permintaan anaknya.
Tak lama, Airi siuman, ia cuma bisa membuka mata, belum siap mengeluarkan sepatah katapun
Bersambung
Guys, feel free to DM @nadyameisitha90
nomor wa by request