Chereads / Pak, Tanggung Jawab! / Chapter 25 - Ada Apa?

Chapter 25 - Ada Apa?

Rentetan peristiwa tak menyenangkan kerap kali datang dalam hidup. Tidak satu pun dari manusia mampu menghindari, baik dengan cara apa pun yang dikira telah dirancang seefektif mungkin.

Seperti pagi ini, Kirana dengan nyawa masih terkumpul setengahnya saja, dibuat hampir mati mendadak. Dikabarkan bahwa kedua orang tuanya tak ada di rumah Kakek dan Nenek Kirana. Sejak tiga hari yang lalu, keduanya telah dinyatakan pergi. Dengan Kirana yang baru menyadari pagi tadi bahwa seluruh barang-barangnya milik Ayah dan ibunya tiada di dalam kamar.

"Ki, tenang, ya. Kita bisa cari mereka sama-sama." Rintik yang kedatangannya membawa ketenangan bagi Kirana, terus saja menenangkan gadis itu.

Di tengah kalut yang meraja, Kirana merasa hanya memiliki Rintik. Tidak mungkin lagi dengan Kakrataka serta keluarganya. Kirana adalah asing dan dia tak pantas meminta bantuan apa pun.

"Ri, gini, ya, rasanya punya orang tua, tapi tidak menganakkan anak," ucap Kirana seraya menatap kosong pada dinding berwarna hitam gelap di sudut ruang kamar.

"Ki, semua badai pasti berlalu. Kamu sering mendengar itu, bukan?" tanya Rintik.

"Bullshit!" Kirana beranjak dari tempat duduknya.

Ia segera keluar dan pergi meninggalkan Rintik sendirian di dalam kamarnya.

"KIRANA!"

Gadis itu tak menggubris. Sesak dalam dadanya masih terus menghunjam.

"Astagfirullah." Rintik menyebut. Ia meraup kasar wajahnya sendiri.

***

Kirana berlari menuju jalan raya. Setengah hatinya masih enggan untuk mengakrabi keadaan.

Namun, belum sampai lima menit berjalan, Kirana dihadang oleh mobil berwarna hitam.

"May! Kenapa kamu di sini? Kamu harus lebih hat--"

"HATI-HATI? Orang asing jangan pernah mengurus kehidupan saya!" sentak Kirana.

Emosinya masih tersulut atas ucapan Kakrataka malam tadi.

"May! Saya tidak be--"

"Tidak bermaksud? Saya tidak peduli. Anda siapa, di mana tempat tinggal Anda, dan yang saya tahu, Anda adalah orang asing dalam hidup saya!"

Kirana kembali berjalan. Meninggalkan Kakrataka yang masih terpaku di tempat. Dengan kaca mobil terbuka sepenuhnya. Tatapan lelaki itu kosong dan terus meratapi sebuah nasib dalam kehidupan seorang Kirana.

"Mungkinkah kalimat saya malam tadi, berpengaruh besar pada Kirana, sampai-sampai ia sehancur ini?" gumam Kakrataka yang mengira bahwa Kirana hancur karenanya.

Tanpa pikir panjang, Kakrataka menjalankan kembali mobilnya. Sangat pelan karena mengikuti langkah Kirana yang juga gontai. Ia ingin memastikan Kirana baik-baik saja dan tidak ada seorang pun atau lelaki mana pun yang boleh menyentuh Kirana.

***

Kirana berhenti pada sebuah tempat. Ia berdiri dan bersandar pada pohon beringin besar. Tatapannya kosong, tetapi air matanya perlahan mengalir.

"May, kita bisa selesaikan masalah yang kemarin?" Kakrataka turun dari mobil dan menghampiri Kirana.

"Kita tidak memiliki masalah apa pun. Hiraukan saja."

"May, saya tidak ingin membuatmu seperti ini."

"Memang Anda siapa sampai bisa menyakiti saya?" Pada akhirnya, Kirana berani mendongak dan menatap Kakrataka dengan tajam.

"Saya tidak bermaksud apa-apa. Katakan apa yang harus saya perbaiki!"

"Tidak ada!" sentak Kirana.

"Lalu, ada apa denganmu?"

Kirana geram atas cecar tanya dari Kakrataka. "ORANG TUA SAYA PERGI MENINGGALKAN SAYA! MEREKA PERGI ENTAH KE MANA DAN SAYA DIBIARKAN SENDIRI UNTUK MENJEJAKI DUNIA! ANDA PUAS?" Bukan sekadar menaikkan nada bicara, tetapi Kirana benar-benar berteriak sekeras mungkin. Dalam dadanya telah meletup-letup amarah, tetapi tidak ada sesiapa yang paham terhadapnya.

Mendengarnya, membuat Kakrataka tertegun. Ia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Kirana sekarang.

Mahkotanya telah direnggut oleh lelaki tak bertanggungjawab, ditambah lagi sekarang. Kedua orang tuanya pergi tanpa memedulikan anaknya yang masih butuh pelukan dari kedua orang tua.

"Maaf, saya tidak tahu mengenai hal tersebut," ucap Kakrataka seraya menunduk semakin dalam.

"Anda tidak perlu meminta maaf. Karena sesungguhnya saya dan Anda adalah orang asing," tandas Kirana.

Kirana menganggap semuanya sudah, sehingga ia memilih untuk pergi meninggalkan Kakrataka.

Kirana sudah yakin bahwa Kakrataka tak akan pernah mengerti perihal dirinya.

"May!" seru Kakrataka.

"Berhenti di tempat dan biarkan saya pergi! Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya!"

***

Di lain tempat, Rintik tengah mengendarai mobilnya. Ke segala arah telah ia tempuh, tetapi tak juga menemukan keberadaan Kirana. Sampai akhirnya ia memilih untuk pasrah dan menghentikan mobilnya di jalanan sepi.

"Sial! Ini semua karena Abang!"

***

Bahkan sampai malam tiba, Kirana belum juga kembali. Masih meratapi nasib diri yang hancurnya terasa begitu menyakitkan.

Kirana berhenti di tempat yang begitu sepi. Di mana malam memonopoli kegelapannya, sampai Kirana merasa sedikit ketakutan di tempat tersebut. Rasa traumanya kembali menghantui. Pada satu malam yang amat mengerikan sampai-sampai membuat air matanya mengalir. Teriakannya tak pernah didengar dan rasa takutnya semakin dipermainkan.

"Astagfirullah." Berulang kali Kirana menyebut. Ia tak sadar bahwa ada sepasang kaki yang derapnya terdengar semakin mendekat.

"Ki, are you okay?"

Perlahan Kirana menoleh, ia melihat sosok Rintik yang juga berantakan. Seketika Kirana berhambur memeluk Rintik. Menangis terisak tanpa menahannya lagi, sudah cukup sesak yang ia tahan sejak beberapa jam yang lalu.

"Ri, aku harus menemukan mereka. Mereka tidak mungkin meninggalkanku sendirian seperti ini," ucap Kirana masih dengan terisak.

"No! Tidak sekarang!" tolak Rintik. Ia masih prihatin dengan keadaan Kirana yang sekarang masih sangat terguncang.

"Mereka tidak bertanggungjawab atasku!"

"Mereka akan mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, kelak!"

"Ri ...," lirihnya.

"Ada aku dan keluarga Kakrataka!"

"Tidak! Keluarga Kakrataka adalah keluarga Kakrataka, bukan untuk ada setiap saat untuk gadis bekas sepertiku." Kirana telah memutuskan asanya.

Ia melepas pelukan tersebut dan menatap Rintik dengan begitu lekat. "Aku tidak lebih pantas dari sampah yang seharusnya dibuang," ucap Kirana.

"KIRANA! DENGARKAN APA YANG KUKATAKAN!"

"Kakrataka tadi bertemu denganku di jalanan kota. Dia memintaku untuk mengatakan padamu, semua akan baik-baik saja dan ... dia berjanji akan mencari kedua orang tuamu. Tanpa peduli bahwa kamu mau memperbaiki hubungan dengan bosmu tersebut atau tidak!" ungkap Rintik.

Di mana Kirana mulai terpana dengan apa yang Kakrataka lakukan. Ia tak menyangka bahwasanya Kakrataka masih peduli terhadap kehidupannya. Meski kemarin telah terjadi pertengkaran yang cukup menyakiti hati Kirana dan itu sangatlah membekas.

"Jangan pedulikan dia, Ri. Sudah cukup dengan kalimat yang ia ucapkan hingga membuat hatiku amat tersakiti!"

"Tapi, Ki. Jangan terlalu membuat dirimu dalam keadaan seperti ini! Kamu ... terlalu berharga untuk menangisi dan meratapi hal-hal sampah seperti ini!"

Rintik ikut geram dengan apa yang Kirana katakan. Ia tak menyangka betapa terguncangnya Kirana saat ini. Dalam hatinya meronta untuk mengajak Kirana segera pergi. Menenangkan diri supaya tak lagi membuat Kirana lontang-lantung di tengah jalan.

Mengingat kejadian mengerikan yang baru saja menimpa Kirana. Belum genap satu bulan dan itu sangat mengerikan jika terus dibayangkan.

"Ki, aku meminta maaf."

"Untuk?"

"Abang!"