"Ra, kamu yakin tidak ingin kembali ke Jakarta?" Om Irwan bertanya untuk yang kesekian kali. Keponakan satu ini keras hati persis papanya, Brotoseno.
"Iya Om, Rara memulai mencari kerja di Eropa setelah menjual perusahaan event organizer kemarin. Semua demi kebutuhan Alex di sini," jawab Ayu pasti.
Om Irwan menarik nafas dalam-dalam. Ia tak bisa membujuknya secara kasar, Rara tipe pemberontak. Ia bukan gadis kecil lagi, tapi wanita dewasa.
Jika dipaksakan keponakannya kabur lagi membawa putranya tak tentu arah. Itu lebih membahayakan mereka. Keselamatan Rara dan Alex tanggung jawabnya.
Ia harus menghentikan langkah Rara agar tetap berada di satu kota bersamanya. Tentu tidak akan mudah tapi patut dicoba, bagaimanapun caranya.
"Baiklah, Ra. Kau boleh bekerja di Eropa, di mana saja kau mau tapi Alex tetap di Paris bersama Om dan Tante," ujarnya Om Irwan tegas.
Benar saja, putri Brotoseno langsung terlihat kesal atas keputusannya. Sedikit geram terbaca di raut wajahnya, "Tapi Om -----" Pria paruh baya itu menepuk tangannya pelan.
"Rara, jika kau sayang pada putramu, biarkan Alex menetap di sini dulu sampai kau dapat pekerjaan bagus. Anak itu butuh pendidikan dan keluarga yang stabil demi jiwa juga pikirannya. Om dan Tante senang mengasuh Alex itu cucu kami juga."
Ayu terdiam. Keputusan yang berat, ia tidak pernah meninggalkan Alex sepanjang hidupnya apalagi menyerahkan pengasuhan ke orang lain.
Om Irwan melanjutkan lagi kalimatnya. Rara bisa diajak kompromi jika diberikan alasan yang tepat. Begitu cara membujuknya sejak kecil dulu.
"Nikmati hidupmu, Ra! Kau masih muda bisa menikah lagi jika mau, atau keliling Eropa. Selama ini disibukkan mengurus anak dan bisnis, sampai kau tak punya waktu bagi dirimu sendiri. "
"Rara tidak pernah berpikir mencari suami lagi. Pengalaman dulu menjadi pelajaran yang berat. Alex hidup tanpa ada figur ayahnya. "
"Tidak ada yang tahu masa depan, tapi Alex sudah berada di tangan yang benar. Kau ibu yang baik baginya, itu sudah lebih dari cukup!"
"Om yakin, putraku tidak merepotkan selama tinggal di sini?"
"Itu bukan kemauan Om saja, tapi Tantemu itu terus memaksa menyekolahkan Alex di sini. Kamu ga kasihan, Tante Mirna kalau sudah marah berhari-hari, Om Irwan ga ditegur olehnya!"
Mereka pun tertawa. Tante Mirna posesif terhadap keluarga dan suaminya. Alex bisa menjadi teman yang menghibur keseharian kedua orang tua itu
Ayu setuju, putranya bersama Opa - Omanya di Perancis. Ia memutuskan mulai berpetualang ke kota atau negara lain sebelum mencari kerja sesuai bidangnya.
Hari ini mereka menikmati kota Paris yang indah, mengunjungi menara Eiffel, museum Louvre dan mencicipi aneka makanan khas Eropa. Masih banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi esok nanti.
Tangan Alex terus berpegangan dengan Tante Mirna, kemanapun mereka pergi. Ayu dan Om Irwan mendampinginya mengikuti keinginan cucu Brotoseno.
Seandainya papa dan mamanya bersikap seperti mereka, mungkin Ayu tak pernah pergi melarikan diri lagi.
***
Michael menginjakkan kaki di kota Paris. Ia tidak sekedar datang berbisnis. tapi mencari Rara dan Alex di Perancis.
Pesawat pribadinya bisa membawa kemana saja demi menemukan keduanya. Tekad Michael begitu kuat, ia tidak bermain-main lagi atas masa depan putranya.
Rara harus menerima kenyataan jika Alex memang putranya, maka ia berhak atas pengasuhan itu. Ia berjanji memperbaiki keadaan memberikan semua yang dimiliki agar mereka bisa bersatu lagi.
Bernard menunjukkan penthouse baru milik Michael Putra Prasojo, kemewahan terlukis di semua ruangan. Teras balkon yang luas, dapur yang cantik dan ruang keluarga, paduan modern juga klasik.
Tempat yang nyaman jika Rara dan Alex mau tinggal di sini. Ini milik mereka, kapan saja mantan istri dan anaknya ingin menempati .
Mantan istri?
Michael tak ingin percaya kata hatinya sendiri. Antara Rara dan dirinya tak pernah menjalani biduk pernikahan.
Ia menceraikan istrinya setahun kemudian, sebelum meneruskan pendidikan yang lebih tinggi di Amerika. Michael menyelesaikan masalah begitu mudah, ia enggan menjadi orangtua di usia muda.
Satu hari setelah menikah dengan Rara, ia melarikan diri meninggalkan begitu saja. Esok pagi, di meja dekat ranjang pengantin mereka sempat tidur bersama tanpa berbuat apa-apa.
Michael meletakkan tumpukan uang dan secarik kertas meminta supaya Rara menggugurkan kandungannya. Lalu ia kembali ke kehidupan hingar bingar untuk menutupi kesalahannya.
Mom dan Dad tak pernah tahu, putra sulungnya tidak bermoral. Tidak memakai pelindung, sengaja membiarkan Rara menanggung beban sendirian.
Gadis itu bertahan menyelamatkan bayinya, menjaga dan melindunginya bagai seorang pejuang. Banyak pertanyaan yang tak terjawab Michael Putra Prasojo, kecuali berbicara langsung dengan Rara.
Mengapa dan mengapa, Michael berkutat hanya pada kata yang itu-itu saja.
Suara dering gawai memecahkan kesunyian. Ia meraih di saku jaketnya, panggilan dari Sebastian, adiknya sedang begadang! Enam jam perbedaan waktu Jakarta dan Paris. Di sini sudah pukul 9 pagi.
"Bonjour Monsieur!"
"Merde! Kau tidak tidur huh!"
"Aku terbangun karena haus, lalu ingat kau pasti sudah tiba di Paris pagi ini. Apa kau baik-baik saja?"
"Grrrr--- pasti Mom menyuruhmu, mematai aku terus!"
"Ya dan tidak. Mom bilang kalau kau jadi ke II Nonno Marchetti di Milan, tolong sampaikan salam sayang padanya!"
"Sudah pasti, brengsek! Itu ayahnya Mom!"
"Satu lagi, Michael! Aku sudah membeli bisnis baru yang kau suruh. Pembayaran sudah di transfer semuanya, tapi sebaiknya karyawan lama kau pekerjakan saja, mereka cekatan dalam bidang itu!"
"Perintahkan Anita bawel itu yang pegang seluruhnya, dan kau yang mengawasi pekerjaannya!"
"Okay! Terus rencanamu di Eropa berapa lama, apa sudah ada titik terang dimana Rara dan Alex berada?"
"Aku belum tahu. Saat ini masih melihat penthouse baru, semua ini akan menjadi milik mereka jika mau tinggal di sini!"
"Wow penthouse baru! Kau akan kembali ke mantan istrmu lagi?"
"Aku rasa itu tidak mudah, Sebastian! Rara pasti menolak keras untuk itu. Tapi aku mau terlibat dalam pengasuhan anakku, itu lebih penting bagiku sekarang!"
"Bajingan sepertimu akhirnya bisa menjadi seorang ayah juga!"
"Sialan kau! Tidur sana, awas terlambat ke kantor aku hajar kau nanti!"
"A bientot - sampai jumpa lagi. Jaga dirimu baik-baik!"
Sebastian memang anak kesayangan Mom, pesannya mirip sekali. Sementara Michael dan Alano lebih mirip Daddy. Perhatian Sebastian terhadap keluarga lebih santun dan lembut.
Penthouse begitu sunyi sepi. Bernard telah berlalu, merayakan komisi besar dari pembelian penthouse ini. Michael meraih minuman di lemari pendingin.
Bernard sudah mengisi banyak air kemasan di sana sebelum kedatangannya. Ia kembali ke teras balkon duduk sendirian, memandangi menara Eiffel di kejauhan.
Michael sungguh merindukan wanita itu, baru sebulan tak bertemu, ia kehilangan hasrat bekerja keras. Sesuatu telah dirampas dari hatinya, lumpuh membeku!
Senyum dari bibir kecilnya, rengutan wajah jika kesal dan mata yang membelalak setiap Michael bersikap arogan terhadapnya. Dan sentuhan tangan mungilnya, like a magic!
Hatinya terus bertanya-tanya. Rara, kau ada di mana?
***