Kota kecil ini memang luar biasa.
Mobil-mobil mewah keluaran baru terparkir tak jauh dari cafe sekitarnya. Pemiliknya sedang sarapan pagi bercengkrama.
Bersosialita, memamerkan kekayaan menebar pesona ke kaum jelata seperti Ayu dan wisatawan lainnya.
Namun Ayu dari dulu tidak tertarik kehidupan itu. Orang tuanya termasuk kaum yang berada, tapi terbiasa kehidupan low profile tidak seperti kedua adiknya, Renita dan Arjuna. Ia selalu tersisih, seperti saat ini.
Mencoba menyusuri kota Saint Tropez hingga makan siang menjelang. Keindahan alam yang sayang dilewatkan, mungkin sekali seumur hidupnya berdiri di sini.
Bangunan tua bersejarah, kakinya terus melangkah mengeksplorasi diri sendiri. Berburu postcard atau souvenir untuk putranya. Alex pasti senang menerimanya.
Pak Nurdin duduk menunggu di mobil sampai Ayu selesai menyisir Saint Tropez sesuka hatinya. Mereka melanjutkan ke Nice setelah ini, mengunjungi tempat menarik lainnya.
Ayu terus berusaha mengingat setiap bangunan di kanan kirinya agar bisa kembali ke parkiran mobil tadi, ia terus melangkah hingga menuju mercusuar dan pantai.
Belum jauh berjalan, ia merasakan seorang pria mengamati dirinya dari kejauhan.
Kacamata hitamnya dilepaskan, sorot matanya begitu tajam. Mata biru menghujam ke dalam tubuhnya.
Mon Dieu - Oh Tuhanku. Michael, ada di sini?
Tidak mungkin!
Seharusnya mantan suaminya ada di Jakarta, bukan di Saint Tropez - Perancis. Dan bedebah itu menemukan dirinya di sini.
Oh shit! Ia harus pergi menjauh. Tak mau bertemu lagi dengannya, sampai kapan pun juga!
Ayu terus melangkahkan kaki kecilnya begitu cepat, setengah berlari dan akhirnya harus berhenti. Di jalanan kecil ia tersesat. Orang asing di negeri yang asing.
Pikirannya buyar. Tak mampu mengingat jalan-jalan yang pernah dilaluinya tadi, tak bisa kembali ke tempat semula. Ayu menggigit bibirnya, gelisah resah.
Seseorang menegurnya, Michael begitu dekat di belakang punggungnya. Terasa panas membara, emosi keduanya mulai memuncak.
Lengannya dicengkram keras oleh tangan kekar, membalikkan tubuh Ayu dengan kasar agar menghadapinya.
"Rara, apa yang kau lakukan di sini? Kau tak pernah lelah berlari meninggalkan aku, menjauhi dari putraku sendiri!" kecam Michael keras.
Ayu memberontak, menepis tangan mantan suaminya. Michael malah memeluknya erat.
Brengsek kau! lepaskan aku, Michael! Ia kini belajar membenci pria itu lagi.
Menghentakkan tangannya dengan keras berkali-kali ke dadanya yang bidang.
"Kita seharusnya tak bertemu lagi di sini. Lepaskan aku!" teriak Ayu marah.
Mata hitam membesar, menyalang begitu emosi. Pelariannya sia-sia selama ini.
Michael mengambil tangan Ayu, mengajaknya pergi. "Ikut denganku, kita segera selesaikan apa yang pernah kita mulai sebelumnya. Kau sungguh menyusahkan!"
Whatt--ttt, No Michael!
Ayu menepis tangannya sekali lagi.
Pria itu tak mau melepaskannya. Semakin erat menggenggam tangannya. Ayu harus sedikit berjalan cepat mengikut langkah kakinya yang panjang.
Tubuh besar dan tinggi Michael sungguh mengintimidasi, begitupun sorot matanya.
"Aku tahu kau pergi bersama seorang sopir. Katakan padanya, kau bersamaku tinggal sementara di sini, atau aku seret mengelilingi kota Saint Tropez!" ancam Michael kejam.
Ayu tak berkutik lagi.
Mantan suaminya tak bisa diajak kompromi, harus sedikit menyerah memutar cara, dan terus berpikir keras agar bisa pergi darinya.
"Okay, okay! Aku lakukan apa maumu, tapi lepaskan tanganku dulu!" ujar Ayu pelan mencoba membujuk Michael.
Namun triknya tak berguna, gagal total.
Di depan sopir Pak Nurdin, mereka pura-pura tidak terjadi apa-apa.
Mengatakan Ayu akan mengunjungi keluarga kawannya di kota ini. Berterima kasih telah mengantarnya sampai ke Saint Tropez.
Sesaat Ayu membalikkan badannya, Michael menyerahkan sesuatu ke sopirnya.
Pak Nurdin menunduk hormat dengan hati senang, "Merci beaucoup - terima kasih banyak, Monsieur!"
Tip besar karena telah membawa mantan istrinya ke sini, Michael tidak perlu susah payah mencarinya lagi. Begitu mudah!
Ayu terpaksa masuk ke mobil dengan ancaman Michael. Selalu begitu!
Tangannya bersedekap, memberi kekuatan pada dirinya sendiri. Kendaraan melaju kencang ke tempat sesuatu yang tidak diketahui.
Memalingkan muka dari pria itu selama dalam perjalanan, seperti de javu!
Michael menyalakan rokok, tangannya sengaja menggantung di samping pintu kaca mobil.
Satu tangan lainnya terus memegang kemudi. Jarinya memijit keras pelipisnya.
Urusan Ayu dan dirinya belum selesai. Mereka harus berbicara dari hati ke hati. Mantan istrinya tak bisa dikasari terus menerus. Wanita itu akan memberontak.
Ayu melihat kejanggalan pada mantan suaminya. Wajah Michael tidak lagi keras dan kaku.
Tapi seperti menahan sakit di kepalanya. Ia pernah melihat sekali di malam pernikahan itu, kedua adik Michael langsung menahan lengannya.
Apa yang terjadi dengannya? Oh, mengapa Ayu harus peduli lagi! Tapi mulutnya akhirnya bertanya, kembali perhatian padanya.
"Kau kenapa Michael, wajahmu meringis kesakitan, seperti kurang sehat?"
"Ini luka trauma saat aku kecelakaan dulu. Jika aku memaksa mengolah memoriku, kepalaku terasa sakit sekali."
"Oh Tuhan! Kita harus menghentikan mobil ini, sebaiknya kau segera beristirahat!"
"Kita hampir sampai."
Michael memasuki sebuah gerbang villa cantik dan mewah di depan mereka penuh dengan desain perpaduan modern dan klasik.
Ia membuka pintu mobil dan segera memutar dirinya mengajak Ayu untuk ke dalam.
Banyak pria asing menatap mereka. Semua menunduk hormat ke arah Michael dan teman wanitanya.
Seperti para pengawal, begitu rapih berjaket hitam legam.
Ayu bergidik ngeri, mengetahui di belakang jaket menyembul membentuk suatu pola senjata api.
Siapa pemilik villa ini, mengapa mereka berdua ke sini!
Belum sempat ia bertanya. Michael terus menggiring ke teras belakang. Pemandangan yang menakjubkan. Kolam renang yang luas, di hadapannya Teluk Saint Tropez dan Laut Mediterranean membentang.
Seperti tersihir, mata Ayu tak berhenti memandang kagum.
Michael menghentikan semua kekaguman Ayu pada villa ini, mengambil tempat duduk yang teduh dari sinar matahari agar bisa berbicara lebih dekat lagi.
Seorang pria datang menghampiri. Michael memerintahkan sesuatu padanya lalu orang itu pergi lagi meninggalkan mereka. Tak lama dua minuman pun datang.
"Michael, siapa orang-orang ini? Mereka begitu hormat padamu!"
"Mereka pengawal keluarga. Villa ini milik Uncle Maretta, kakak dari Mom Catarina. Aku sering kemari sejak kecil, bermain dengan sepupuku. Tapi sebenarnya mereka tinggal di Italia, bukan di sini."
"Oh okay, terus apa yang kita lakukan di sini?"
"Berbicara! Kau seperti Rara yang ku kenal dulu, tapi tak ingat lagi apa yang terjadi denganmu berikutnya."
"Kita pernah menikah karena satu hal, kesalahan bersama! Dan kau pergi satu hari sesudah itu, meninggalkan tumpukan uang agar menggugurkan kandunganku."
"Kenapa kau mempertahankan sendirian di saat itu?"
"Karena aku tidak ingin berbuat dosa besar lagi, Michael! Kesalahan tak termaafkan jika aku harus membunuh bayiku sendiri!"
BRAKK!
Ayu sempat menggebrak meja kayu outdoor, saat tak mampu meredam emosinya atas pertanyaan bodoh Michael yang akhirnya mencuat sejak 10 tahun lalu.
Beberapa mata pengawal memandang ke arah mereka. Teman wanita Tuan Muda Michael begitu berani membentak, mereka bersiap menyingkirkannya jika perlu.
Ayu tak peduli.
Dengan kode mata Michael mengusir para pengawal, menjauh dari teras belakang. Wanita di dekatnya tidak dapat mengancam tapi dirinya-lah berbahaya bagi Ayu.
"Maafkan aku, Rara. Sungguh aku tidak tahu keberadaan kau dan bayi itu. Ingatan itu terus mengusikku tapi aku tak mampu menggalinya lebih dalam, sejak koma beberapa hari di rumah sakit," tuturnya pelan.
Ayu melihat raut muka Michael meringis kembali. Kecelakaan hebat itu pasti telah menghancurkan ingatan tentang masa lalu mereka.
Pantas saja, tidak mengenali dirinya sebagai Rara yang dulu.
"Apa kau ingat, surat perceraian itu datang setahun kemudian untukku?" tanya Ayu ingin tahu.
Michael mengangguk, sedikit ragu.
"Samar, tapi yang aku tahu surat itu dikirimkan ke alamat kau tinggal dengan Om-mu. Itu sebelum aku meneruskan pendidikan ke Amerika. Jujur saja, sudah sekian lama berusaha keras melengkapi puzzle tentang kau, Rara!"
Rahasia mereka berdua tak bisa selamanya disembunyikan lagi.
Michael bersikeras membongkar demi kedamaian hatinya, hubungan dengan Rara dan putranya.
Seandainya ia masih diberi kesempatan memperbaikinya.
Tapi apakah Rara mau memaafkannya, atas segala luka dan sakit hatinya 10 tahun ini?
Michael harus merebut hati Rara kembali!
***