Ayu memilih datang terlambat dari biasanya. Bawahannya, Anita dan pekerja lain sudah menguasai bidang kerja masing-masing tak memerlukan instruksinya lagi.
Tapi Michael Putra Prasojo mencarinya dari tadi, dering gawai berbunyi beberapa kali. Ayu sedang tak ingin diganggu kali ini.
Ia harus menyelesaikan sesuatu yang lebih penting dari pernikahan mantan suaminya.
Panggilan gawai berbunyi lagi dari koleganya, Mbak Meggy.
"Sore Mbak Ayu, aku cuma mengabarkan tiketmu sudah fixed saat ini. Kau mengambil penerbangan langsung, ini lebih mahal loh!"
Ayu Saraswati tidak peduli lagi, berapapun ongkos penerbangan ke Paris ia bayar jika itu memang sesuai keinginannya.
"It's okay, Mbak Meggy. Kirim nomor penerbangannya dan pukul berapa aku harus berangkat. Besok malam masih ada pesta pernikahan klien, tapi semua sudah disiapkan sebelumnya agar tak terburu-buru nanti," sahut Ayu datar.
Percakapan pun diakhiri, Mbak Meggy mengucapkan selamat jalan.
"Baiklah, aku kirimkan informasi melalui gawaimu. Berhati-hati ya Mbak Ayu, semoga selamat dalam perjalanan dan tiba di Paris nanti."
Perpisahan yang menyakitkan bagi Ayu, meninggalkan pekerjaan yang disukainya dan orang-orang yang telah memberi semangat hidup untuknya.
Tiba-tiba Alex datang menyandar di lengan. Matanya sedikit sayu. Keputusan untuk pergi ke Eropa begitu mendadak. Kesedihan yang sama dirasakan olehnya.
"Mama, kenapa kita harus pergi? Bagaimana sekolahku, teman-temanku?"
"Maafkan Mama sayang, Om Irwan mengajak kita pindah ke sana agar kau dapat kehidupan yang lebih baik lagi. Tante Mirna pasti senang melihatmu, karena putra putrinya sudah besar dan tidak tinggal bersama mereka lagi."
"Om Irwan dan Tante Mirna itu siapa, Mama? Alex hanya ingin bersama Mama, bukan dengan mereka."
"Mereka kerabat dekat kita, Om Irwan adik Papanya Mama, sangat menyayangimu sejak masih dalam kandungan dulu. Hmmm--- harusnya mereka dipanggil Eyang, Opa, atau Papi ya, karena kau cucunya juga."
"Ishh Mamaaa, tapi Alex tak ingin pindah kemanapun!"
"Bagaimana kalau kita anggap berlibur saja dulu ke sana. Jika sudah nyaman, mungkin kau bisa tinggal dan bersekolah, lalu Mama cari pekerjaan juga."
"Tapi Mama punya kantor di Jakarta, mengapa harus cari pekerjaan lainnya?"
"Kau benar Alex, tapi Mama butuh suasana baru dan Om Irwan menawarkan untuk pindah ke sana. Bersiap-siap ya, sayang."
Ayu tak sampai hati berbohong lebih jauh lagi.
Mengecup kening putra tunggal dikasihinya. Demi masa depanmu, Alex! Maafkan Mama, jika kita harus pergi dari negeri ini! Suara kesedihan di dalam hati berbisik lagi.
Bibi Inah dan suaminya yang akan menjaga rumah selama Ayu pergi. Air mata Bi Inah mengalir tak disengaja.
Wanita paruh baya itu tempat curahan majikan yang mengurus putranya dengan penuh kasih sayang.
"Bu Ayu jangan pergi, nanti Bibi Inah tidak yang menemani di sini," isaknya pelan.
Ayu memeluknya bagai seorang ibu baginya. Bibi Inah bukan orang lain, tapi bagian dari keluarga barunya.
"Maafkan Ayu ya, jika selama ini ada kesalahan yang disengaja maupun tidak, tapi keputusan untuk pindah ke Eropa yang terbaik bagi masa depan Alex. Doakan kami baik-baik di sana ya, Bi!"
Tangis Bibi Inah tak tertahan lagi.
"Berhati-hatilah Bu Ayu, Bibi Inah pasti selalu berdoa semoga kalian berdua sukses di sana. Rumah dan kantor Bu Ayu nanti siapa yang akan mengurusnya?"
Ayu mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Ia harus tegar menghadapi masalah, bukan membebani ke sekitarnya. Semua rencana yang disusun harus berjalan sesuai waktu.
"Bibi Inah yang merawat menggunakan rumah ini dengan sebaik-baiknya. Tinggal sepanjang Bibi Inah dan suami masih ingin di sini. Kantor sementara akan dipegang oleh Anita, dibantu sopir Pak Rahmat juga. Semua akan baik-baik saja Bi, Ayu akan telepon jika sudah tiba di sana."
Bibi Inah mengangguk, dirinya masih tidak percaya majikannya yang masih muda harus pergi begitu cepat.
Sudah hampir 8 tahun bekerja, merawat putranya tapi kini segera berpisah.
Hari semakin sore.
Ayu berpamitan menuju kediaman Tuan Prasojo. Asistennya Anita mengabarkan ada kendala, buket bunga yang diinginkan calon mempelai wanita tidak sesuai keinginannya.
Veronica brengsek!
Instingnya berkata itu disengaja, dibuat mengada-ada agar Ayu segera datang dan wanita jalang itu bebas memamerkan kemenangannya, karena berhasil menikahi mantan suaminya.
Sayangnya, Ayu sudah tidak peduli!
***
Michael memandang dari kejauhan, wanita mungil yang dicarinya dari pagi, baru datang ketika menjelang hari gelap.
Sedikit emosi karena Ayu tidak sekalipun mau mengangkat telepon darinya.
Semua tugas hari ini diserahkan oleh asisten Anita membuat Michael bertambah berang. Ia ingin terus melihat Ayu, mendekati wanita mungil itu, bukan asistennya!
Baginya ini geladi resik yang kacau, tanpa kehadiran Ayu. Ia butuh pengalihan dari tunangannya yang brengsek, terus berusaha menarik perhatiannya. Ia sudah muak!
Ayu terlihat sibuk menemui asisten Anita, sedang berbincang hal serius. Michael tak sabar langsung menghampirinya.
Anita langsung menyingkir ketika tahu klien besar yang datang.
"Kau kemana saja, Ayu? Seharian aku hubungi, tapi kau tak menjawab teleponku!"
"Sorry Michael, aku sedang ada urusan lain. Anita bisa membantu jika memiliki keluhan lain."
"Aku tidak butuh dia, tapi dirimu!"
"Jangan mulai lagi, Michael! Jaga pandangan terhadap diriku, semua melihat perhatianmu berubah sekarang. Sebaiknya kau menjauhi aku dari sekarang, atau tunanganmu bisa murka melihat kita berdua seperti ini!"
Kalimat Ayu yang tepat menggambarkan kejadian yang selanjutnya, seketika pun terjadi.
Veronica dan Anita datang menemui di saat Michael berada di sampingnya.
Raut muka sang model berubah beringas melihat kehadiran Ayu yang terlambat, mulai memaki kembali di depan semua orang.
Tepatnya, mempermalukan dirinya!
"Ayu, kau benar-benar tidak profesional! Seharusnya dari pagi mengawasi geladi resik pernikahanku, mengapa baru saja tiba malam ini huh!"
"Maaf Nona Veronica, aku ada pekerjaan lain di luar. Aku tahu, kau mengeluh soal buket bunga yang tidak sesuai pesananmu. Anita baru saja melaporkan, tapi kami mencatat semua seperti yang diinginkan termasuk pelaminan mewah."
"Aku ingin mawar yang lain, bukan yang itu! Buketnya tidak seperti gambaran yang aku inginkan. Michael sudah membayar penuh semua ini, namun kau seenaknya mengubah pesananku!"
"Baiklah, Nona Veronica. Malam ini ada pengiriman buket bunga lagi, Anita sudah mengontak supplier agar membawa mawar yang baru dan terbaik untukmu."
"Good! Besok semua tamu dan undangan melihat pesta pernikahan yang indah dipenuhi bunga-bunga cantik di sekeliling kolam renang, dan teras ini!"
Perintah Veronica begitu jelas. Sikapnya arogan, sama seperti calon suaminya yang angkuh. Ia mengira, Michael menyetujui atas semua ide dan gagasannya.
Namun tunangannya yang tampan tak bergeming, tangannya sibuk membakar sebatang rokok kembali.
Menghembuskan asap panjang yang menghilang seperti pandangannnya ke tunangan jalang agar segera menyingkir dari Ayu dan dirinya.
"Michael sayang, apa kau setuju jika buket bunga mengelilingi teras ini supaya terlihat lebih cantik lagi?"
"Mawarnya baik-baik saja, Veronica! Tidak usah diubah, kau bisa menambahkan lebih banyak buket di manapun kau inginkan, terserah!"
"Kau sepertinya tidak peduli, aku mau yang terbaik di pesta pernikahan kita!"
"Begitupun denganku, pergilah bersama Anita, catat keluhan yang ada. Biarkan aku bicara dengan Ayu dulu!"
Perdebatan calon pengantin di malam itu membuat orang-orang di sekitar yakin bahwa mereka bukan pasangan serasi yang segera menikah besok malam.
Michael memang sengaja membuat masalah dengan Veronica, dan besok malam adalah finalnya!
***