Kehilangan seseorang yang berharga memang cukup berat dilalui. Hal itu tak mudah dilupakan begitu saja tanpa proses yang panjang. Devano juga tak mengerti kenapa ia sesedih itu. Padahal, ia baru saja mengenal Tasya. Mungkin, kehadiran Tasya telah menyentuh hatinya.
Tanpa sadar ia telah menyukai gadis polos itu. Kesedihan Devano yang tak kunjung usai, menyentuh hati wanita paruh baya di depannya. Dia melihat Devano sama seperti melihat anaknya yang jarak usia mereka tak jauh.
Sayang, anak gadisnya telah meninggal. Seharusnya, jika tak meninggal karena penyakit, mungkin ia dapat melihat anaknya yang bertumbuh sama seperti Devano. Dia tersenyum getir sambil menggenggam tangan Devano. Dia berusaha menenangkan Devano.
"Minum dulu, tehnya. Biar tenang, ya, Nak."
"Terima kasih, Bu." Devano mengumbar senyuman tipis. Kebaikan wanita paruh baya itu mengurangi sedikit kepedihan Devano.
"Rumahmu dimana ya, Dik?" tanyanya dengan nada lembut.
