Kyra menatap dirinya di cermin. Air mata menetes hingga membanjiri wajahnya yang cantik. Dia memandang dirinya begitu kotor. Walau ia tak mengingat apa-apa, tetapi rasa sakit pada sekujur tubuhnya masih ia rasakan.
Selama ini, ia selalu menjaga kesuciannya hingga berusia 25 tahun. Kesedihannya yang masih belum hilang karena diputusin Rendy, malah bertambah menjadi beban pikirannya saat ini. Ia tidak tahu bagaimana nasibnya, jika ayahnya tahu tentang insiden itu.
Kyra belum bisa melupakan sedetik pun tentang wajah kelima pria itu. Suara ketukan pintu menghentikan tangisannya sesaat. Ia mengusap air mata dan berusaha tegar menghadapi semuanya.
"Annabelle, ada apa?" tanya Kyra. Wajahnya tampak sembab. Gadis itu tersenyum memandang kakak tirinya, Kyra.
"Kak, dipanggil ayah untuk makan."
"I-iya. Sebentar lagi aku kesana."
"Kak Kyra enggak apa-apa? Kak Kyra habis menangis, ya?" Annabelle menatap Kyra. Ia terlihat iba.
"Aku enggak apa-apa. Aku habis nonton drama korea. Biasalah, aku suka baper sendiri."
"Ya udah, aku turun kebawah dulu, ya, Kak." Annabelle menepuk lembut Kyra. Senyuman tampak pada bibir wanita itu.
Dia mengambil beberapa riasan untuk menutupi wajahnya yang kacau. Ia tak mau ayahnya melihat wajahnya yang seperti itu. Ia tersenyum, walau hatinya berat. Beberapa menit kemudian, ia menuruni tangga.
Kyra tersenyum menyapa ayahnya, Robert. Tatapan sang ayah agak dingin. Kyra merasakan ada yang tak beres. Ia mengira ayahnya sudah tahu apa yang terjadi padanya.
"Kyra!" panggil Robert.
"Iya, Ayah."
"Kenapa kamu hanya berdiri saja dan tidak duduk?" ucap Robert. Kyra duduk dengan manis di sebelah Annabelle.
"Ayah, sebenarnya semalam aku…"
"Kamu tidak perlu menjelaskan pada ayah lagi. Ayah sudah tahu."
"Mati aku! Ayah sungguh tahu tentang semalam?" batin Kyra. Ia menundukkan kepala.
"Kenapa kamu tidak memberitahu ayah kalau semalam kamu berada di rumah Mandha?"
"Hah?" Kyra bernafas lega. "Ternyata, ayah hanya tau itu. Syukurlah," batinnya.
"Kamu tahu kan, ayah paling enggak suka kamu pergi tanpa pamit."
"Iya, Ayah. Kyra salah. Maaf, Kyra tidak akan mengulanginya lagi. Sebenarnya, aku dan Rendy telah putus. Kyra berpikir untuk melampiaskan diri, lalu pergi ke rumah Mandha."
"Baguslah kalau kalian berdua putus. Dari awal, ayah tidak pernah setuju dengan hubungan kalian. Selain itu, kamu harus fokus dengan kariermu. Jangan memikirkan sesuatu yang tidak penting!" tegasnya.
"Iya, Ayah. Kyra akan menyibukkan diri.
"Lalu, bagaimana dengan S2 mu yang di London?" tanya ibu tiri Kyra. Ia menatapnya lembut.
"Kyra akan meneruskannya, Ma."
"Tidak perlu! Ayah sudah putuskan, kamu harus menerusi perusahaan."
"Ayah, Kyra masih sangat muda. Umur Kyra masih 25 tahun," ucap Kyra.
"Apa kamu pikir ayah tidak tahu, kamu mengubah jurusanmu dari bisnis ke seni?"
"Yah, itu karena Kyra…"
"Cukup Kyra! Ayah tidak mau tahu. Seharusnya, kamu mulai belajar untuk mengurusi perusahaan ayah, bukan malah mengambil jurusan yang enggak penting itu."
"Bagi Kyra seni penting ayah!"
"Kamu ingin menentang ayah? Kamu ingin ayah mencabut mobil, credit card serta kartu atm kamu?" ancamnya.
"Ayah, hanya tinggal sedikit saja Kyra dapat menyelesaikan kuliah."
"Ayah sudah mengurus semuanya dan namamu tidak akan ada di sana."
"Apa? Kenapa ayah tidak memberitahu Kyra dulu?"
"Kenapa ayah harus memberitahumu? Kamu lupa, kalau semua biaya kuliahmu, ayah yang bayar. Ayah sudah membayar mahal pada tempat kuliahmu itu untuk menggagalkannya. Meskipun kamu kembali, mereka tidak akan mengizinkanmu masuk."
"Hahaha…"
"Kenapa kamu tertawa?
"Ayah selalu seperti ini dari dulu. Ayah tidak pernah memberikan Kyra kebebasan untuk memilih. Kyra sudah dewasa ayah, sampai kapan ayah harus seperti ini?"
"Kamu anak ayah. Selama ayah masih hidup, kamu harus menuruti semua kemauan ayah, tanpa kecuali! Mengerti?" Robert meninggalkan Kyra. Ia tak peduli belum menghabiskan sarapan paginya. Kyra mencoba tegar. Ia tak menangis.
"Kyra, mungkin ayahmu melakukan semua ini demi kebaikanmu." Sarah mengusap pundak Kyra secara lembut.
"Mama benar. Kak Kyra, jangan sedih, ya! Semua pasti akan baik-baik saja," celetuk Annabelle.
"Aku enggak apa-apa. Tiba-tiba aku tidak lapar. Kyra ke kamar dulu ya, Ma, Annabelle."
"Aku antar makanan ke kamar kak Kyra, ya?"
"Tidak perlu. Aku sudah kenyang."
"Apa kak Kyra sudah makan?"
"Belum."
"Lalu, kenapa kenyang?"
"Kamu akan mengerti kalau udah dewasa." Kyra meninggalkan kedua perempuan itu. Sarah dan Annabelle saling melirik. Kedua orang itu tersenyum puas.
"Ma, sepertinya, sebentar lagi kak Kyra tidak akan mendapatkan kepercayaan lagi dari papa," kata Annabelle sambil memainkan rambut.
"Tentu saja. Rencana kita memang sempurna. Lambat laun, Kyra akan game over dan kamu yang akan mewarisi semua aset perusahaan papamu."
"Aku enggak sabar menanti itu, Ma."
"Kamu tunggu saja. Kamu hanya tinggal duduk manis, biar mama yang atur semuanya dengan rapi."
"Beres, Ma." Ia tersenyum miring.
Mereka merupakan ular berbisa yang akan menghancurkan Kyra dari dalam. Sayang, gadis itu tak tahu apa-apa. Mereka tidak pernah menunjukkan ketidaksukaannya di depan Kyra. Mereka licik dan penuh trik.
Mereka lah yang harus diwaspadai karena dapat mengeluarkan racun yang berbahaya dalam sekejap. Mereka sungguh orang-orang yang licik. Sanggupkah Kyra menghadapi mereka sekaligus?
Padahal, ia baru saja tertimpa masalah dan sekarang masalah lainnya datang silih berganti. Kyra membenamkan dirinya pada kasur. Kepalanya berdenyut ringan.
Ia meraih ponselnya, kemudian ia menonton drama korea. Namun, ia tak fokus dengan apa yang dilihatnya. Pikirannya melayang ke arah lain.
Padahal, film yang ia tonton merupakan salah satu drama korea yang sedang viral. Tatapannya lurus, ponselnya terjatuh dari tangannya.
Ia berusaha untuk melupakannya dan mencoba tersenyum. Namun, sulit ia lakukan pada dirinya sendiri. Tiba-tiba ia mengambil ponselnya yang terjatuh tadi, lalu bergegas ke rumah Mandha.
Mungkin, cara itu dapat dilakukan untuk meringankan beban pikirannya. Kali ini, Kyra mengemudikan mobilnya tanpa didampingi sopir. Gas ditancap dengan cukup kencang. Ia sampai ke rumah Mandha hanya dalam waktu lima belas menit.
Ia turun dari mobil, lalu melihat satpam menghampirinya. "Cari nona Mandha ya, Non?" terka satpam itu.
"Iya. Mandha lagi ada di rumah enggak?" tanya Kyra.
"Dia sudah pergi, Non."
"Hah? Pergi kemana? Ya udah, aku tunggu aja."
"Masalahnya, tadi pagi nona Mandha sudah berangkat ke Jepang naik pesawat."
"Jepang? Kenapa dia tidak bilang padaku, ya?"
"Sepertinya, nona Mandha terburu-buru perginya. Saat saya menanyainya, ia terlihat panik."
"Sesuatu pasti terjadi. Apa mungkin, Mandha ada hubungannya dengan insiden semalam?" batin Kyra.
"Nona Kyra, tidak apa-apa?" Ia melihat Kyra melamun.
"Ah, aku tidak apa-apa, Pak. Oh ya, mungkin aku akan kemari lagi."
"Baik, Non."
"Aku semakin curiga, tetapi... jika Mandha ada dibalik semua itu, apa tujuannya?" batin Kyra. Tak lama, ia meninggalkan rumah Mandha.
Pikirannya kalud. Terlalu dini untuk menyimpulkan, jika Mandha pelakunya. Dia mengirim Mandha pesan singkat. Namun, perjalanan Mandha ke Jepang sangat jauh, mau tak mau ia harus menunggu gadis itu.
Kyra menghentikan mobilnya saat berada di depan mall. Mungkin, shopping merupakan pilihan terbaiknya saat ini. Ketika ia memarkirkan mobilnya, ia tersentak kaget. Dia melihat Cavero dan Harrison disana.
"Sedang apa mereka ke sini?" gumam Kyra.
Dia memutar mobilnya untuk meninggalkan mall. Namun, ia tak sengaja menabrak salah satu mobil yang ada di sana. Kedua pria itu menatap mobil yang dikendarai Kyra.
Apa yang akan terjadi pada Kyra? Akankah mereka tahu keberadaan Kyra disana?