Jalanan yang gelap dan hanya di terangi lampu lampu jalan saja. Rizal membawa mobil tidak dengan kecepatan tinggi, hal yang pasti dia tak mau membangunkan Vania yang masih terpejam, dan dia masih ingin berlama di samping Vania.
Rizal meneguk air liur nya dengan kasar, pedih, kesal dan sakit.
Hanya kalimat itu yang terus terasa di dada nya. Mengapa harus merasa sakit? Kan yang pingsan Vania bukan dirinya.
Rizal masih tak berani menatap Vania dengan jelas, bahkan sesaat ia mengendong badan Vania saja, arah mata nya menghadap ke langkah kaki nya di bandingkan melihat wajah Vania.
Terlihat sekilas saja rasanya jleb, apa lagi mau melirik nya dengan lama.
Lampu merah menghentikan mobil Mereka. Kaki Rizal reflek menginjak rem, yang pasti jangan sampai ada bantingan kasar yang dapat membangun kan tuan putri di samping nya.
KRINGG!
Dering telpon Rizal berbunyi sangat keras, dan dengan gesit Rizal menarik ponsel di saku belakang.