"Aisyah, jangan pulang. Kita ngobrol dulu," pinta Reza saat Aisyah sudah mulai melangkah keluar. Sedangkan Salsa menatap tidak suka pada Reza yang mengejar Aisyah. Reza masih berharap agar Aisyah mau mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu sebelum pulang.
Aisyah langsung berhenti mencerna kalimat Reza barusan. Ngobrol? Aisyah langsung tertawa hambar, tidak punya otak kah Reza mengajak dirinya ngobrol bersama sementara di sana ada Salsa dan juga dengan kondisi yang sudah berbeda.
"Maaf, aku bukan orang bodoh yang tidak punya otak apalagi hati. Kamu pikir dengan perlakuan mu seperti itu padaku aku bisa memaafkan? Reza, aku bukan wanita yang baik, camkan itu. Mulai detik ini anggap saja, aku, kamu dan juga dia tidak saling kenal." Aisyah berkata seperti itu sambil menunjuk Salsa yang tampak berdiri di belakang Reza dengan wajah santai tanpa dosa. Membuat hati Aisyah hancur adalah impian terbesarnya selama ini. Karena sejak SMP Aisyah selalu dikelilingi orang-orang yang suka dengan dirinya, namun Salsa tidak pernah disukai oleh orang yang dia kagumi. Hal itulah yang membuat Salsa berubah menjadi iri pada Aisyah.
Aisyah memanggil Reza tanpa embel-embel Abang kali ini. Jijik sekali rasanya kali ini untuk mengucapkan panggilan Abang untuk Reza.
"Syah, bagaimana kamu bisa bicara seperti itu. Aku tidak bisa kalau menganggapmu tidak pernah kenal. Ayo mulai sekarang kita menjadi sahabat, kamu harus terima dengan hubunganku dan Salsa." Lagi, ucapan Reza bagai ribuan belati yang menusuk tepat di jantung Aisyah. Reza minta tetap jadi sahabat, tidak, Aisyah tidak sebaik itu.
"Kamu nggak punya otak? pikir dulu sebelum kamu bicara seperti itu padaku." Aisyah berucap pada Reza sambil berlalu keluar ingin segera pulang dari suasana panas yang mendera tubuhnya.
"Aisyah dengerin dulu," teriak Reza tak terima karena Aisyah sudah tidak ingin lagi kenal dengan dirinya. Buru-buru Salsa mendekat pada Reza, merayunya agar tidak memikirkan Aisyah lagi.
"Udah biarin aja, masuk lagi yuk. Kita masak tadi belum beres lho Bang," ajak Salsa dan Reza langsung masuk saat Aisyah masih berada di depan rumahnya sedang memakai helm. Aisyah yang melihat pemandangan itu hanya bisa tersenyum kecut sambil matanya berkaca-kaca. Setelah itu Aisyah segera melajukan motor maticnya melaju kencang. Tangisan Aisyah tak mampu ditahan lagi setelah pergi dari rumah Reza. Hanya menangis lah yang mewakili perasaanya kali ini saat lidahnya tak mampu berucap.
Hati Aisyah sudah sangat sesak kali ini, dirinya melajukan sepeda motor dengan kencang. Bangunan-bangunan tinggi di sepanjang jalan dengan berbagai ukiran khas Melayu tampak menjadi saksi kepedihan hati Aisyah saat ini. Kemudian Aisyah membuka kaca helmnya dan menyeka air matanya yang mengalir begitu saja dengan bebas di pipi mulus Aisyah.
Aisyah tidak menyangka kali ini justru dirinya yang mendapat kejutan gila dari dua orang yang dia kenal. Tiba-tiba dalam benaknya berpikir jika tidak ingin menangisi kejadian beberapa waktu lalu. Hanya akan ada kepedihan dan luka jika diingat. Namun, apakah dia sanggup berbuat seperti itu seolah-olah dirinya baik-baik saja dan tidak terjadi apa-apa. Ya dirinya harus bisa agar mereka tidak merasa senang dengan kepedihan yang Aisyah rasakan.
Dua jam kemudian akhirnya Aisyah telah tiba di rumahnya, kali ini dirinya tidak ingin ke pantai. Sepertinya berdiam diri di kamar akan menjadi pilihannya kali ini untuk menghilangkan rasa kesal yang mendera.
"Assalamualaikum," seru Aisyah dengan suara yang lantang. Di depan tidak ada Abi ataupun Uminya.
"Waalaikumsalam," sahut Abi yang tampak berjalan dari ruang baca yang Abi miliki sambil memakai kacamata yang masih bertengger di hidungnya yang mancung.
"Abi, dimana umi?" tanya Aisyah seraya meraih tangan abinya untuk mencium punggung tangannya.
"Lagi ke rumah Mak Beti," sahut Abi sambil memperhatikan raut wajah Aisyah yang tampak sembab seperti habis menangis.
Mendengar jawaban abinya, Aisyah lalu pamit hendak ke kamar. Namun Abi Rozak justru mencegahnya, ada yang ingin disampaikan pada Aisyah.
"Aisyah, tunggu dulu. Abi ingin bicara padamu," panggil Abi saat melihat Aisyah yang sudah melangkah menuju kamarnya.
Aisyah langsung menoleh dan berhenti, kemudian berjalan mendekati abinya.
"Ada apa Abi?" tanya Aisyah penasaran dengan apa yang akan disampaikan abinya.
"Ayo duduk dulu di dalam," ajak Abi masuk ke dalam ruang baca nya yang jarang sekali dimasuki Aisyah. Abinya banyak mengkoleksi buku kajian islami mulai dari karangan Imam Al-Ghazali hingga terjemahan kitab-kitab salafiyah.
Aisyah menatap buku-buku yang berdiri tegak dan berjejer sangat rapi di lemari buku. Baru kali ini Aisyah masuk dengan leluasa karena biasanya Aisyah tidak berani mengganggu abinya yang sedang membaca.
Abi sudah duduk terlebih dahulu di sofa yang terdapat di ruangan itu dan diikuti Aisyah yang duduk di samping Abinya.
"Sini," ucap abinya menepuk tempat duduk yang dekat tepat di samping Abinya. Lalu Aisyah menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Abi.
"Ada apa Abi?" tanya Aisyah lagi yang masih diliputi rasa penasaran.
Abi tampak menghela napas panjang berusaha mengatur napasnya.
"Sudah bertemu Reza tadi?" tanya Abi Aisyah. Aisyah langsung terlonjak kaget saat Abi bertanya tentang Reza. Karena setahu Aisyah, dirinya tidak pernah bercerita apapun tentang Reza bahkan dirinya menjalin hubungan dengan Reza tanpa sepengetahuan Abi juga Uminya.
"A Abi tahu bang Reza?" Aisyah bertanya sambil terbata dan dipenuhi rasa takut karena dirinya berpacaran dengan Reza.
"Hmmm, gimana? kamu udah tahu jawabannya tadi saat Bertemu dengan Reza?" tanya Abi dengan tenang dan juga santai, begitulah cara Abi Rozak menghadapi Aisyah setiap kali Aisyah melakukan kesalahan.
Aisyah merasa jantung nya hampir copot mendengar pertanyaan abinya, karena abinya tahu jika dirinya pergi menemui Reza. Apakah abinya itu cenayang yang bisa membaca pikiran orang dan juga tahu isi hatinya, mendadak Aisyah berpikiran konyol seperti itu.
"A abi tahu dari mana?" cicit Aisyah sambil menunduk. Kali ini Aisyah benar-benar takut jika Abi akan memarahinya.
"Kamu tidak perlu Abi tahu dari mana, yang jelas kejadian tadi kamu jadikan pelajaran. Jangan pacaran tanpa sepengetahuan Abi, karena dengan siapa nantinya kamu menikah hanya Abi yang akan memilih untuk menjadi pasangan kamu, seperti kakakmu Rengganis sudah Abi pilihkan jodoh dan dia menurut," tutur Abi panjang lebar memberi arahan pada Aisyah yang keras kepala tidak ingin diatur jika itu tidak sejalan dengan keinginannya.
Aisyah tercengang mendengar perkataan abinya, lagi-lagi dirinya harus menyamai kakaknya.
"Abi maaf, memang Aisyah salah karena menjalin hubungan dengan Reza tanpa sepengetahuan Abi. Tapi untuk memilih jodoh Aisyah nanti, Aisyah ingin memilih sendiri bukan pilihan Abi," jawab Aisyah dengan tegas namun masih dengan nada yang sopan dan juga lembut.