Hari ini weekend, oh berasa surga dunia sekali. Irene sudah merencanakan ingin menghabiskan waktunya dengan bersantai seharian.
Kekasihnya Fabian mengajaknya kencan, tetapi Irene lebih memilih ingin menghabiskan hari ini di apartmentnya saja bersama Fabian. Mungkin bisa di lanjut nonton ke bioskop nanti malam.
Tapi untuk siang ini Irene enggan kemana mana. Semalam semenjak pulang dari Cafe Atrion dan berbicara dengan David, Irene terpikirkan atas ucapan David karena David ternyata sudah banyak menabung untuk menikahi April. Irene sangat tak menyangka David ternyata sudah punya pikiran serius tentang pernikahan, meski bertolak belakang dengan tabiatnya yang masih suka bermain main.
Sedangkan kekasihnya Fabian, sudah menjadi kekasihnya hampir dua tahun. Bisa di bilang ia kekasih yang baik dan selama ini Irene pun jarang di kecewakan, kecuali satu hal, komitmen.
Umur Irene sebentar lagi 25 tahun, dan itu umur yang sudah cukup matang sebagai wanita untuk memasuki ke jenjang pernikahan. Orang tuanya pun sudah sering mendesaknya untuk segera menikah. Banyak kawan kawannya yang sudah menikah bahkan ada yang sudah mempunyai buah hati.
Tetapi Fabian tak pernah mau membahas hal ini. Memulai lebih dulu pembahasan tentang berumah tangga pun tak pernah. Irene menjadin kesal sendiri, merasa sudah waktunya hubungan ini dibawa ke arah lebih serius. Di umurnya yang sekarang ini sudah bukan waktunya hanya bersenang senang pacaran tanpa arah tujuan.
Dari pagi setelah bangun tidur, Irene sibuk membersihkan apartmennya agar lebih rapih dan nyaman, mencoba memasak makanan kesukaan Fabian agar mereka tak makan di luar.
Stok cemilan dan minuman pun aman untuk menemani mereka menonton Tv.
Irene bersyukur mendapatkan pacar seperti Fabian, berwajah cukup tampan, humoris, cukup mapan dan mandiri di umurnya yang ke 26. Friendly ke teman temannya dan Fabian pun disukai juga oleh keluarganya.
Sudah beberapa kali Fabian bertemu dengan keluarga Irene jika mereka sedang datang berkunjung ke apartmentnya. Orang tua Irene memberi lampu hijau jika Fabian yang akan menjadi calon suaminya.
Fabian cukup romantis meski sering kali pelupa, terkadang Irene suka di buat kesal akan sifat pelupa Fabian, namun Fabian pun sering kali melakukan hal hal yang membuatnya terharu, melakukan surprise surprise, merawatnya ketika sakit tak ada sanak keluarga, memberikan perhatian perhatian kepadanya. Fabian pun penurut selama ini, Irene sudah mantap ingin Fabian yang menjadi suaminya.
Hari ini Irene harus bisa membujuk Fabian agar cepat melamarnya. Tak mungkin ia hanya bisa menunggu Fabian sedangkan waktu terus berlalu. Persiapan pernikahan pun membutuhkan waktu lama, tak bisa dadakan.
Setelah memasak, Irene menyegarkan diri dan berdandan cantik namun casual. Fabian tak lama datang, membawa pizza dan beberapa dessert kesukaannya, padahal letak outletnya cukup jauh, dan Fabian rela memutar arah lebih jauh lagi, aaashhh sudah dibilang Fabian memang peka, Irene tersenyum sendiri senang.
Irene menyiapkan minuman untuk Fabian, mengobrol santai mendengarkan cerita cerita dan lelucon Fabian. Mencoba memberikan perhatian penuh kepada Fabian, dan sesekali memaksakan tertawa meski leluconnya tidak lucu, dia pacar yang baik bukan.
Irene pun menceritakan tentang David dan April kepada Fabian. Fabian pun mengenal mereka karena memang sering pergi double date bersama.
"Biarkan saja mereka menyelesaikan masalahnya sendiri, sayang, nanti juga mereka akan bersama lagi " ujar Fabian sambil memakan pizzanya.
"David ternyata sudah banyak menyiapkan untuk pernikahan mereka fab, serius kita harus berbicara" fabian kaget, mulai bergerak gelisah.
Irene menarik tangan Fabian, meletakkan pizzanya, dia tak akan membiarkan Fabian menghindari lagi dari pembicaraan ini.
"Fab, dengar, aku tak mau bertele tele, apa kamu ada niatan untuk melangkah ke jenjang lebih serius? Umurku sudah mau 25 dan aku tak mau dibilang perawan tua. Kita sudah menjalani hubungan ini cukup lama, kurasa kita kompak dan cocok. Kita jarang bertengkar, kita saling mengerti juga" Cecar Irene.
Fabian terlihat tak nyaman dengan pembahasan ini . Ingin berbicara tapi seperti takut mengutarakan isi hatinya.
"Ayo jawab sayang, apa kamu hanya ingin main main saja denganku?" Lanjut irene .
"Uhmmm begini," ujar Fabian sambil memutar otak memikirkan kata kata yang bagus untuk berargumentasi dengan Irene.
"Menurutku hubungan kita sangat istimewa, aku bahagia dan aku pun sangat cinta kamu. Tapi aku memang belum siap untuk terikat pernikahan sekarang sekarang ini. Kita masih muda sayang," ujarnya takut takut.
"25 bukan perawan tua loh, lihat kamu sangat cantik, aku pun masih 26 tahun. Mari kita majukan karier kita dulu, biar kita lebih mapan lagi, aku belum siap untuk mempunya anak, dan tanggung jawab sebagai seorang suami. Ku rasa itu sangat berat" lanjutnya lagi.
Irene terhenyak mendengar kata kata Fabian. Oke ini memang salahnya terlalu banyak berharap dan yakin Fabian akan menurutinya kali ini tentang menikah. Irene belum mempersiapkan diri menghadapi penolakan seperti ini.
Rasanya marah dan kesal sekali, tetapi Irene masih mencoba menyabarkan diri.
"Untuk wanita, diluar cantik tidaknya seseorang, orangtua pasti menuntut untuk anaknya lekas menikah Fab, apalagi ketika si anak berumur 25 tahun. Orang tua ku pun begitu, ingin aku lekas menikah dan memberikan mereka cucu."
"Soal karier, karier kita berdua bagus. Penghasilan kita berdua pun lebih dari cukup untuk biaya hidup berumah tangga. Soal anak, kita pun tetap bisa melanjutkan karier, kita tinggal sewa baby sitter, jadi aku rasa hal itu bukan alasan untuk menolak maju ke pernikahan."
"Permasalahan terbesarnya ialah kamu memang belum siap. Dan aku sudah siap secara lahir batin. Yang aku cari itu pasangan hidup Fab, bukan hanya sekedar pacar. Aku ingin melewati fase demi fase kehidupan seperti layaknya wanita lain. Sekolah, lulus, bekerja, menikah, punya anak, memapankan keluarga, itu tujuan ku berpacaran Fab"
Jelas Irene.
"Tak bisakah kita menunda obrolan ini, sayang. Sungguh ini sangat mengagetkan ku. Karena jujur saja memang belum terlintas dalam bayanganku, aq akan menikah secepat ini. Bisakah kau mengerti juga, aku masih ingin kita seperti ini saja dulu, bagaimana jika kita bahas ini tahun depan?" sahut Fabian.
Irene semakin terhenyak tak tahu lagi harus bersikap seperti apa terhadap Fabian. Tahun depan katanya ? Tahun depan baru ingin membicarakan tentang hal ini? Satu tahun lagi dia harus memberi alasan kepada ibu nya bahwa Fabian masih belum siap menikahinya?
Oh tidak, terlalu banyak resikonya. Irene tak mau jika harus menunggu selama ini.
Irene jadi menyesal sudah mau repot repot memasak untuk Fabian, moodnya memburuk seketika. Situasi mendadak menjadi sungkan dan tak nyaman. Ingin rasanya cepat cepat mengusir Fabian dari sini.