Chereads / HELLO, MY DESTINY / Chapter 4 - BAB 4

Chapter 4 - BAB 4

Rencana Irene ingin hangout dengan David gagal, karena David sedang pergi dengan entah siapa Irene tak mengenalnya. Bosan sendirian, Irene memutuskan untuk berkeliling mencari udara segar, mungkin ke pantai atau kemana saja lah yang penting bisa menjernihkan pikirannya.

Irene menyetir santai menembus padatnya jalanan ibukota, menikmati dan mengingat sudah 7 tahun dia tinggal di ibukota ini sendirian.

Semenjak lulus SMA, ia memutuskan ingin kuliah disini, belajar mandiri jauh dari orang tua. Menyenangkan sebenarnya, ia menikmati masa masa mudanya. Banyak mendapat kawan baik, dan akhirnya ia lulus dan di terima bekerja di salah satu kantor Jakarta.

Karirnya naik pesat dengan cepat, gaji pun sangat jauh memadai, sehingga ia cukup mapan dan bisa membeli mobil, apartment dan lebih dari cukup untuk menyokong hidupnya sehari hari beserta aneka tuntutan bersosialita.

Irene bingung juga ingin kemana, sebenarnya lebih enak jika menghabiskan waktu bersama kawan kawannya, tetapi ini weekend, pasti kawan kawan lainnya banyak yang sibuk dengan pasangan masing masing.

Ia akhirnya memilih untuk pergi ke taman saja, sepertinya itu pilihan yang tepat dalam benaknya. Jika ke Cafe atau mal, ah sangat terasa menyedihkan jika seorang diri.

Udara cukup dingin malam ini, tadi sore hujan cukup lama, untung Irene memakai turtle neck sehingga bisa menangkal tubuhnya dari dinginnya malam.

Musim hujan selalu Irene suka, daripada musim kemarau sangat panas sekali hawa Jakarta. Meski musim hujan pun sering menyusahkan karena banjir disana sini.

Irene menghembuskan nafas kesal. Pilihannya ke taman sepertinya salah juga. Sepanjang mata memandang, banyak sekali pasangan menebar kemesrsaan disana sini. Irene semakin merasa mengenaskan saja sendirian di sini.

Banyak tatap mata memandang aneh seorang wanita duduk sendirian, mungkin anggapan mereka sang wanita sedang menunggu sang kekasih yang tak kunjung datang. Miris sekali bukan.

Irene tak iri dengan mereka, jangan salah sangka. Irene bukan tipe pengumbar kemesraan di depan umum juga.

Lebih menyenangkan rasanya jika kemesraan bersama pasangannya hanya dirasakan mereka berdua tanpa

ada resiko di ghibahin orang atau menjadi hot gosip bagi mereka yang mengenalnya.

Semakin malam, taman semakin banyak saja pasangan yang datang kesini. Banyak yang berpegangan tangan dan bertingkah berasa dunia hanya milik mereka saja.

Irene tak peduli, pikirannya masih saja kalut. Pandangannya entah kemana tapi pikiran kemana mana, Irene merasa bingung entah harus bagaimana.

Apakah ia akan lekas menikah, apakah dengan Fabian atau dengan yang lainnya malah. Terkadang takdir tak bisa di tebak, banyak rencanya yang berantakan.

Jujur saja, Irene pun memang sudah sangat ingin menikah, membangun keluarga kecilnya. Hamil dan segera mempunyai anak. Ketika lelah di kantor, pulang ke rumah di sambut oleh tawa kecil sang buah hati pasti menyenangkan. Apalagi gambaran indah membayangkan jika mereka liburan.

Irene tak mau membayangkan yang sulit sulit atau gambaran buruk tentang pernikahan. Irene pikir selama ia dan pasangannya mau berusaha pasti akan baik baik saja. Naif sekali sih memang. Tapi ya memang lebih baik memikirkan yang enak enak saja lah dulu.

Sebenarnya keluarganya juga tak terlalu menuntutnya untuk menikah cepat. Tetapi ada saja lah yang suka julid menanyakan kawan menikah, sudah punya anak berapa. Risih sendiri jadinya Irene.

Dering telp terdengar, Irene lihat Fabian yang memanggil. Ah malas ia mengangkatnya. Ia diamkan saja, karena ia jamin palingan hanya berputar putar saja nanti pembicaraan. Sedangkan jawaban yang ia ingin dengar belum tentu Fabian kabulkan.

Bosan di taman, Irene melangkah pergi ingin pulang kembali ke apartemen nya yang mungil namun nyaman.

Ketika menghampiri mobilnya, sungguh kesal ada yang motor terparkir sembrangan menghalangi jalan keluar mobilnya, benar benar membuat emosi saja.

Lahan parkir masih luas, mengapa menaruh motor seenak jidadnya saja. Menyebalkan sekali. Mau memindahkan sendiri ia tak bisa. Mau tak mau Irene jadi menunggu sang pemilik motor datang.

15 menit sudah Irene menunggu. Sumpah Irene benar benar kesal ingin sekali mencaci maki si pemilik motor. Ia menendang motor yang menghalangi mobilnya. Untung tidak sampai jatuh.

"Hei, ngapain Lo tendang motor gue?!" Teriak seorang pemuda kepada Irene.

Irene menoleh, membalasnya,

"Lo pikir aja sendiri kenapa gue tendang motor Lo. Kenapa Lo parkir sembarangan? Gue ga bisa ngeluarin mobil gue dari tadi."

Sang pemuda itu tak mengidahkan kata kata Irene, malah sibuk melihat motornya apakah lecet akibat tendangan Irene.

"Untung motor gue ga lecet, kalau sampe lecet motor gue, gue minta ganti rugi." Irene melongo. Apa dia tak salah dengar, dia wanita, masa hanya menendang pelan saja bisa membuat motor lecet, ditambah lagi dia mau di minta ganti rugi. Ohh benar benar menyebalkan.

"Mas, atau siapa aja lah nama Lo, ga bakal motor Lo lecet, Lo kira gue Hulk, sekali tendang, motor Lo rusak. Lagian Lo juga yang salah, naro motor ga liat liat tempat." Umpat Irene.

"Cepat pindahin motor Lo deh, gue mau ngeluarin mobil gue."

"Ga mau, Lo aja belum minta maaf udah nendang motor gue, malah nyuruh nyuruh gue" jawab Sang pemuda.

Irene mendesah, ah cobaan apa lagi ini. Mengapa hari ini ia sangat sial.

"Yang salah kan Lo" Irene tak mau kalah.

"Ya Lo kan bisa nunggu gue, ga perlu juga kali Lo tendang motor orang" benar benar pintar bersilat lidah sekali pemuda ini.

"Oke oke dah lah, gue males manjang manjangin masalah. Gue minta maaf udah nendang motor Lo. Please sekarang tolong pindahin motor Lo dong, gue buru buru nih mau balik." Irene mengalah juga akhirnya.

"Ikhlas gak nih minta maafnya, emang niat minta maaf atau kepaksa nih?" tanya sang pemuda lagi.

Demi tuhan Irene dibuat sakit kepala dengan tingkah laku si pemuda, yang sialnya memang sangat tampan jika di lihat lihat. Masih muda juga sepertinya, mungkin 20 tahun, pantas saja sangat labil dan menyebalkan.

"Astaga gue mesti gimana lagi sih biar Lo mau mindahin motor Lo, sumpah bertele tele banget deh ah." Irene sudah tak sanggup lagi menahan emosinya.

"Kasih tau dulu nama Lo, plus gue juga minta no wa Lo dong kalo boleh." Irene kaget, permintaan macam apa ini.

"Gak, gue ga mau kenalan sama orang ga di kenal!" ucap Irene keki.

"Ayo dong ah cepetan pindahin motor Lo, sumpah kalo engga Lo pindahin, gue tabrak motor Lo aja sekalian." bukannya takut dengan ancaman Irene, si pemuda malah tertawa ringan.

Irene terperangah sedikit kagum. Wajah pemuda itu benar benar tampan, senyum nya membuat wajahnya semakin terlihat menarik.

Jika saja Irene masih remaja, di jamin Irene akan menyukai pemuda itu.

"Hayo, terpesona yaaa" ucapnya menyebalkan.

"Kenalin nama gue Narendra Althan. Panggil aja gue Althan." Irene diam saja, tak sopan sih memang. Tapi Ia memang tak mau berkenalan dengan sembarangan orang.

Althan pun segera memindahkan motornya.

"Makasih banyak ya, tapi lain kali jangan suka naro motor sembarangan" ucap Irene.

Irene pun masuk ke mobilnya. Althan Mengetuk jendela mobil Irene.

"Apalagi sih ?" tanya Irene.

"Serius, gue mau tau nama dan no wa Lo, gue mau kenalan." pinta Althan.

"Sorry Althan, gue ga bisa kasih no gue ke sembarang orang."

"Oke gue paham, nama Lo aja masa ga boleh?"

"Nama gue Irene.. Udah ya gue mau balik nih."

"Tunggu, gapapa lo ga kasih no hp Lo, lagipula kalo emang kita jodoh , kita bakal ketemu lagi ko, ati ati di jalan ya Ren" ucap Althan.

Irene menggeleng gelengkan kepalanya. Mimpi apa sih dia semalam hingga banyak kejadian tak terduga datang di hari ini.

Jodoh katanya? aduh bercanda saja anak ini.