Bab 3
Hati Irene sudah jelas terluka. Mereka terdiam cukup lama, sibuk dengan pikiran masing masing. Irene sedang berusaha mati matian untuk tidak berkata kasar. Fabian berusaha memperbaiki suasana dengan lelucon lelucon garing yang menurut Irene malah semakin membuatnya terlihat memuakkan.
"Fab, aku tak mau menunggu tahun depan oke. Anggap saja aku egois, terserah. Di satu sisi kamu mau aku mengerti kamu akan ketidaksiapan mu untuk berkomitmen. Tetapi di sisi lain aku pun ingin kamu mengerti bahwa aku sudah ingin berumah tangga."
"Jadi mari sudahi pembicaraan ini, pulang lalu berfikirlah, aku paling tak mau bertele tele berjalan dalam ketidakpastian. Jika kamu siap berkomitmen, kita lanjutkan hubungan ini. Jika tidak, kita sudahi saja, silahkan cari wanita lain dan bersenang senanglah. Aku pun akan berusaha mencari pria yang siap untuk berumah tangga denganku. Take it or leave it. Sesimple itu saja Fabian."
Fabian kaget akan perkataan Irene. Secara tak langsung Irene ingin putus dengannya jika Ia tak siap menikahi Irene. Kepalanya mendadak pusing, Bingung harus bagaimana.
"Apa kau serius dengan yang kau bilang? kau ingin putus dengan ku, Sayang?" Tanya Fabian, ia pun mulai jengah.
"Kurasa jelas bukan kata kata ku, Fab.
Iya aku mau kita putus jika kamu masih seperti ini." Irene bersikeras dengan keputusannya.
Fabian terlihat marah. Mungkin Irene memang terlalu mendorong bahkan memaksa Fabian untuk mengambil pilihan sulit secepat mungkin. Tapi jika tak dimulai mulai pembicaraan seperti ini, hidupnya akan lebih berjalan dalam ketidakpastian.
"Kau pacar yang baik Fab, bahkan teramat baik. Kita sudah menjalani hubungan yang menyenangkan. 2 tahun kebersamaan kita, aku bahagia. Kamu pengertian jika kita sulit mendapatkan waktu bersama karena sibuknya pekerjaan,"
"Tetapi aku ingin tetap dengan keinginanku Fab, maaf jika harus seperti ini." Ujar Irene sambil memeluk Fabian.
"Pikirkanlah lagi, jangan kita putus karena masalah ini. Dengar sayang, bukan aku tak mau menikahimu. Hanya saja aku memang masih belum memikirkan ke arah sana.
Janganlah terlalu terburu buru mengambil keputusan sepihak tentang hubungan kita. Aku pulang dulu" Fabian memandang Irene dengan tatapan terluka, masih tak menyangka hal seperti ini akan terjadi
Tak sedikitpun terlintas dalam benak Fabian kalau tiba tiba Irene akan memintanya untuk lekas menikahinya. Kaget sekali ia dengan mau Irene kali ini. Biasanya sebisa mungkin ia menuruti segala mau Irene.
Ia mencoba menjadi kekasih yang baik, meski tidak sempurna tentunya. Ia lebih sering mengalah terhadap Irene, agar tidak terjadi pertengkaran diantara mereka. Bahkan jika mereka beradu pendapat, lebih baik ia bersabar, daripada masalah bertambah panjang.
Tetapi kali ini adalah tentang pernikahan, belum sedikitpun ia ada rencana untuk menikah dalam waktu dekat ini. Bayangan akan terkekang nya ia jika sudah mempunyai keluarga, semakin membuatnya takut. Ia masih ingin seperti ini saja.
Putus dengan Irene pun ia tak mau , bagaimanapun mereka sudah 2 tahun bersama. Tetapi menikahinya pun ia belum siap. Lebih baik ia membujuk Irene nanti saja setelah beberapa hari.
Irene mengantarkan Fabian hingga keluar, rasa sedih sangat Irene rasakan. Baru semalam David yang patah hati. Kini ia yang patah hati. Ingin sekali ia menangis sekarang juga, tetapi ia tak ingin Fabian melihatnya. Irene sekuat tenaga berusaha bersikap biasa.
Irene goyah juga, haruskah ia mengalah.
Apakah ia akan menyesali keputusannya memilih putus dari Fabian jika Fabian tak kerap menikahinya. Irene merenungi segala kenangan bersama dengan Fabian.
Lebih banyak kenangan manisnya tapi dibanding kenangan pahitnya.
Dalam pikiran Irene berkecamuk aneka perasaan. Apakah jika dia mencari pria lain, akan dapat cepat dan segera menikahinya pun tak mungkin rasanya. Apa lebih baik menunggu Fabian siap saja. Ahh jadi galau bukan main kan rasanya.
Weekend yang di harap akan jadi hari menyenangkan mendadak berubah menjadi suram. Ingin melakukan apa apa menjadi malas. Apalagi ketika Irene melihat makanan yang tadi ia masak untuk di makan bersama Fabian, makin membuatnya tambah kesal saja.
Irene ingin menghubungi David dan gantian mengajaknya hangout saja. Biar mereka patah hati bersama, pasti David akan membulynya. Tapi tak mengapa lah, daripada weekend sendirian.
Ketika akan menelp David. Tiba tiba ada panggilan masuk dari Kalila, kawan sekantornya yang sedang tugas di luar kota.
"Irene !!" Panggil Kalila seperti berteriak di telinganya. Memang Kalila selalu sangat bersemangat . Irene tersenyum sendiri.
"Hai Kal, ada apa?" Jawab Irene.
"Irene bagaimana kabar Lo? gue kangen tau. "
"Ya gini gini aja kabar gue, bagaimana Yogya? Enak disana ?"
"Enak sih disini, gue betah juga di sini. Tapi bukan karena daerahnya. Tapi Karena gue dapet cowo baru disini. Astaga kalau aja Loe deket, gue ga sabar mau ngenalin dia ke loe Ren." Kalila terdengar sangat senang.
"Seneng dengernya deh Kal, akhirnya loe ga jomblo lagi. Padahal bukannya loe dinas di Yogya baru juga dua Minggu kan? Memang sudah kenal sama cowok loe dari sebelum loe ke Yogya?" Tanya Irene.
"Engga Ren, malah Gue baru kenal cowok gue seminggu hahahah" Kalila tertawa keras. Irene melongo mendengar kata kata Kalila.
"Jangan bercanda dong Kal" Tawa Kalila semakin keras terdengar.
"Gue serius Ren"
"Gue baru kenal dia seminggu ini. Dia temen sekantor gue di kantor Yogya ini Ren. Bisa gue bilang love at first sight lah. Lu pernah gak sih ngerasa kaya gue gini. Gue juga bingung jelasinnya." Tutur Kalila.
Irene menarik nafas gusar, Kalila sahabat baiknya, bahkan sudah seperti saudaranya saja meski tidak ada hubungan darah. Kalila memang mudah jatuh cinta. Oh tidak sekali dua kali ia mendapatkan pasangan brengsek dikarenakan terlalu cepat berpacaran. Bahkan kadang Irene bingung sendiri dimana saja Kalila menemukan para pacar pacarnya dulu.
"Kali ini gue rasa gue udah ketemu sama pasangan yang tepat nih Ren. Belum pernah gue ngerasa kaya gini sama mantan mantan gue Ren"
Irene merebahkan diri di kasur empuknya.
"Gue sih ikut seneng kalo loe juga seneng Kal. Ya semoga loe langgeng ya, ini hidup loe, loe yang lebih tahu yang mana yang terbaik buat loe. Congrats ya Kal"
"Makasih banyak Ren, ah jadi makin kangen gue ama loe. Kita bisa double date nih nanti sama Loe dan Fabian"
"Telat Kal, gue malah baru putus sama Fabian" gantian sekarang Kalila yang kaget.
"Beneran Ren?" Tanya Kalila sangsi.
"Iya bener, malah barusan saja putusnya." Jelas Irene sedih.
"Ko bisa ??" Tanya Kalila
"Nanti aja deh ya ceritanya, masih males banget bahasnya nih gue."
"Oke deh Ren. Loe hutang penjelasan ke gue ya. Kalau sudah siap, cerita ya ke gue. Kapan aja loe butuh temen curhat, telp gue aja. Andai gue di Jakarta, gue pasti samperin loe Ren."
"Iya Kal, thanks banget ya. Nanti gue cerita ko"
"Yaudah, gue mau pergi nih. Nanti sambung lagi ya."
"Salam buat cowok loe ya Kal."
"Iya Ren "