Samuel memerintahkan Rebecca untuk mengambil sebuah gunting membuat Kaila terkejut dan Rebecca terkejut.
"Sam, untuk apa?" tanya Rebecca.
"Tidak perlu bertanya, ambil saja," jawab Samuel.
Rebecca mengambil gunting lalu langsung memberikan pada Samuel yang sudah terlihat marah. Samuel melambaikan tangan menyuruh Kaila mendekat membuat Kaila ketakutan dengan wajah pucat pasi karena ketakutan.
"Pa, Kaila mohon jangan apa-apakan rambut Kaila," mohon Kaila.
Kaila bukannya maju tapi mundur ke belakang sambil menundukan kepala. Dia tidak mau rambut indahnya hilang.
"Kaila, papa bilang ke sini," perintah Samuel dengan mata mulai memerah menahan amarah.
"Mama," panggil Kaila menatap mamanya.
Rebecca menyuruh Kaila menuruti Samuel. Dia tidak tahu harus melakukan apa saat ini apalagi saat melihat kemarahan Samuel. Bagi dia mengajak ngobrol suaminya saat ini sama saja cari mati.
"Enggak mau! Papa sama Mama, jahat! Ini pasti gara-gara Theodor, dia itu hobi sekali ngekang Kaila. Aku benci Theodor!" teriak Kaila.
"Kaila!" teriak Samuel.
Kaila berlari menuju kamar dia tanpa peduli Samuel yang terus memanggilnya. Saat sudah sampai di depan kamar, Kaila langsung masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.
"Sam, aku bilang sama kamu jangan terlalu keras sama Kaila," tegur Rebecca.
"Iya, Sayang, tapi sekali-sekali Kaila perlu dihukum. Kali ini dia bahkan berani membawa Aleysa pergi. Kalau Aleysa kenapa-kenapa gimana?" tanya Samuel.
Samuel sudah sangat lelah dengan tingkah Kaila yang kelewatan. Dia kali ini akan mencoba tegas agar Kaila tidak semakin nakal.
"Iya, tapi masa kamu mau menggunting rambut dia? Kaila bisa-bisa nangis berminggu kalau kamu ngelakuin hal itu," kata Rebecca.
Samuel memejamkan matanya. Ia merasa hari ini Kaila sudah kelewat batas dengan mengajak Aleysa pergi ke salon untuk mengecat rambut.
"Harus apa lagi supaya Kaila sedikit nurut," kata Samuel.
***
Kaila yang berada di kamar menangis tersedu-sedu. Kedua orang tuanya selalu saja membela Theodor tanpa peduli apa pria itu benar atau salah.
"Mereka sangat keterlaluan! Aku akan menegur Theo yang suka ikut campur!" teriak Kaila.
Kaila mengambil ponselnya lalu menghubungi nomor pria yang paling dia benci saat ini. Tidak lama terdengar suara Theodor.
"Hallo, Theo. Apa Aleysa sudah sampai rumah?" tanya Kaila sambil menggigit bibirnya.
Kaila menepuk keningnya sendiri. Dia lupa kalau tadi awalnya dia mau marahi Theo, malah jadi menanyakan hal lain. Entah mengapa dia merasa bahwa dirinya sangat sulit memarahi Theodor.
"Aleysa sudah pulang," jawab Theodor.
"Baguslah kalau begitu. Dia sudah sampai rumah," balas Kaila.
"Ada yang mau kamu bicarakan lagi?" tanya Theodor.
"Enggak, hehehe," jawab Theodor.
"Aku matikan, ya. Selamat malam," kata Theodor.
Baru saja Theodor hendak mematikan panggilan itu, tapi tiba-tiba Kaila mencegahnya.
"Kamu enggak nanyain aku udah sampai rumah atau belum?" tanya Kaila.
"Bukannya kamu tidak suka aku ikut campur urusan kamu? Aku tidak mau kamu semakin membenciku. Bagiku persahabatan kita itu sangat penting," kata Theodor.
Kaila menggigit bibirnya. Dia bingung harus menjawab apa. Di satu sisi dia sebel sama sikap Theodor yang posesif dan mengikuti dia ke mana pun berada, tapi di sisi lain dia sangat merindukan sosok Theodor yang dulu.
"Aku mau cerita sama kamu," rengek Kaila.
"Cerita apa, Kaila?" tanya Theodor.
Kaila menceritakan tentang papanya yang mau memotong rambut dia saat baru pulang.
"Terus rambut kamu dipotong?" tanya Theodor dengan nada datar.
"Enggak sih, hehehe. Kamu sekarang kok ngomongnya datar amat sih? Kita kan sahabat, seharusnya kamu santai aja ngomongnya," kata Kaila.
"Iya kita sahabat. Kamu harusnya bersyukur tidak dihukum," balas Theodor.
"Emang kenapa? Apa Aleysa dihukum?" tanya Kaila.
"Menurut kamu saja," jawab Theodor.
"Dihukum apa? Mau dipotong juga rambutnya?" tanya Kaila.
"Tidak, dia sekarang lagi berdiri di pojok ruang tamu sambil mengucapkan kata maaf. Mulai sekarang Aleysa juga akan homeschooling. Pergaulan di sekolah terlalu bebas untuk dia," jawab Theodor.
"Lah, kenapa gara-gara pergi sama aku, Aleysa jadi disuruh homeschooling? Aku enggak ngerti deh sama jalan pikiran kalian," kata Kaila.
"Tidak semua hal harus kamu mengerti, Kaila. Semua hal yang dilakukan orang tua kita itu merupakan yang terbaik untuk kita. Jadi jangan membangkang sama mereka," balas Theodor.
***
Di kediaman Arga, Aleysa terus menangis tersedu-sedu. Dia sudah lelah berbicara dan capek berdiri terus. Mata Aleysa menatap ke Arga yang masih setia membaca koran.
"Maafin Mama, Nak. Mama tidak bisa berbuat apa pun," gumam Sienna menatap iba ke Aleysa.
Aleysa yang sudah tidak kuat terus memanggil mamanya, tapi Sienna hanya diam saja.
"Berhenti memanggil mama kamu, Aleysa. Kamu harus menyelesaikan hukuman kamu," tegur Arga.
"Papa, Aleysa capek. Aku mau istirahat," mohon Aleysa sambil menangis tersedu-sedu dan mencengkram roknya.
"Arga, nanti Aleysa sakit. Dia udah seharian kamu hukum," kata Sienna.
Theodor yang baru selesai berteleponan dengan Kaila turun ke bawah. Dia melihat mamanya tiba-tiba menghampiri dia mengernyitkan dahi.
"Ada apa, Ma?" tanya Theodor.
"Tolong bujuk papa kamu untuk menghentikan hukuman itu. Kasihan Aleysa berdiri seharian sambil menangis terus," jawab Sienna.
Theodor menghampiri papanya. Dia memegang tangan Arga dengan lembut.
"Pa, tolong lihat mama yang sedih karena melihat Aleysa dihukum. Apa Papa suka lihat mama sedih?" tanya Theodor.
Arga yang memang tidak mau Sienna meneteskan air mata lagi selama bersama dia akhirnya membebaskan Aleysa dari hukuman itu.
"Jangan pernah mengulangi kesalahan kamu lagi. Sekarang kamu pergi ke kamar, Aleysa," kata Arga.
Aleysa berlari menghampiri mamanya. Dia memeluk Sienna sambil berjalan menuju ke kamarnya.
"Terima kasih, Pa," kata Theodor.
"Kamu juga harus memantau Kaila, Theo. Papa lihat dia sangat bandel. Pasti itu semua karena dia terlalu dimanja oleh mama dan papanya," balas Arga.
Theodor menundukkan kepala. "Aku enggak tahu, Pa. Aku tahunya Kaila emang lebih bandel daripada Aleysa," kata Theodor.
"Kamu juga harus tegas sama perasaan kamu. Emang kamu mau kalau dia dimiliki pria lain?" tanya Arga.
"Tidak, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia sudah menjadi milikku semenjak kami pertama kali bertemu," jawab Theodor.
***
Aleysa yang berada di kamar memeluk mamanya dengan erat sambil terus memohon agar dia tidak jadi homeschooling.
"Aleysa, Mama sudah bilang kamu enggak boleh nakal kalau kamu enggak mau papa marah kayak tadi. Kenapa kamu nakal?" tanya Sienna.
"Aleysa pengen pergi jalan sama kak Kaila sekali-sekali tanpa kalian," jawab Aleysa.
"Kenapa kamu enggak bilang sama kami kalau mau jalan sama kak Kaila?" tanya Sienna.
"Aleysa seketika merasa bersalah. Dia juga heran kenapa tadi tidak izin saja pada orang tuanya kalau mau pergi sama Kaila.
"Kenapa aku bodoh, ya? Kan belum tentu enggak diizinkan kalau perginya sama kak Kaila," gumam Aleysa.