Edwin, Cheryl dan Kiara meninggalkan Luke dan bawahannya di ruang tamu.
Tampaknya Cheryl sudah mempertimbangkan untuk menyuruh pelayanannya merapikan cangkir teh dan manisan yang sebelumnya ada di atas meja ruang tamu.
Dia juga meminta dua orang pelayannya bersiaga di luar ruang tamu setelah mereka menyuguhkan minuman dingin pada Luke dan bawahannya, karena jika tamunya membutuhkan sesuatu yang lain mereka bisa mengatakannya kepada para pelayan.
Edwin diantarkan oleh Cheryl dan Kiara yang tujuannya adalah ruang pertemuan.
Pertama-tama dia kembali ke pintu masuk bungalo lalu berjalan mengitari area luar selama beberapa saat.
Mereka sampai di pintu masuk lain yang ukurannya lebih kecil dari pada pintu masuk yang mengarah ke ruang tamu.
Cheryl mempersilakan dia masuk. Itu adalah ruang yang tampak seperti ruang depan normal sebuah rumah pada umumnya, ruang yang merupakan transisi antara bagian luar dan dalam rumah.
Setelah Cheryl melepas alas kakinya dan menggantinya dengan sandal yang tersedia di lemari yang ada di sisi ruangan, dia meminta Edwin dan Kiara melakukannya juga.
Jadi Kiara menurut dan melepas sepatunya. Begitu juga Edwin ikut melepas sepatu sekolahnya dan menggantinya seperti yang diminta Cheryl.
Kemudian mereka menyusuri koridor yang lantainya terbuat dari kayu. Koridor itu dibentuk untuk mengelilingi sisi luar dari bangunan.
Sebentar kemudian, mereka sampai di sebuah ruangan yang menghadap ke arah taman bunga berukuran mini dan sebuah kolam kecil. Ruang pertemuan itu memiliki pintu geser.
Cheryl membuka pintu dan masuk ke dalam, lalu kembali mempersilakan Edwin untuk masuk.
Ruangan itu dibangun mirip dengan ruangan bergaya jepang yang cukup luas. Lantainya menggunakan tatami, dan ada bantal di lantai yang bisa digunakan oleh seseorang untuk menyangga dirinya saat duduk.
Di sisi ruangan terdapat sebuah lukisan hutan bambu yang membawa suasana sejuk ke dalam ruangan. Juga ada beberapa hiasan aneh yang dipajang di sisi lain ruangan. Meski Edwin tidak begitu mengerti tentang hiasan itu, tapi dia tahu bahwa benda-benda itu memiliki nilai artistik.
Setelah itu mereka duduk saling berhadapan−
"Tunggu. Sebelum aku menyampaikan keperluanku, bisakah kamu menjelaskan alasan kenapa kamu bersikap seperti itu?"
Edwin sejak tadi ingin sekali menanyakan pertanyaan tersebut setelah memperhatikan sikap Cheryl. Dia memberikan tatapan kepada Cheryl yang seolah menembus pikirannya.
Cheryl tampak bereaksi sama seperti sebelumnya. Dia memiringkan kepalanya menandakan bahwa dia sama sekali tidak mengerti maksud Edwin.
"Apa ada yang salah, Tuan?"
Cheryl meletakkan jari telunjuk di dagunya dengan imut untuk menambahkan kesan ketidaktahuannya.
"Apa-apaan dengan reaksi itu, Cheryl. Aku tidak begitu pikun untuk lupa denganmu yang sudah aku anggap sebagai adikku sendiri."
"Tapi menurutku tidak ada kakak yang akan meninggalkan adiknya sendirian selama empat bulan."
Cheryl menjawab dengan suara yang terdengar bergetar dan memaksakan wajahnya tetap tersenyum ramah.
"Ugh, itu benar! Tapi, yah ... kau tahu ... aku sedang kesulitan beberapa bulan ini. Perempuan tua itu bersikeras mendaftarkanku ke akademi. Ini pertama kalinya bagiku, jadi aku perlu melakukan beberapa persiapan, terutama persiapan mental."
"Lalu?"
Edwin memahami bahwa dalam hal ini dia memang bersalah dan itulah yang menurutnya menyebabkan Cheryl bersikap berbeda dari biasanya. Tapi sepertinya dia membuat Cheryl marah lebih dari yang dia kira.
"Baiklah, itu salahku, aku minta maaf. Jadi bisakah kau hentikan aktingmu itu?"
Dia mengalah dan mengakui bahwa dirinya bersalah. Mengatakan itu dengan wajah suramnya seharusnya memberikan efek selayaknya orang yang benar-benar menyesali kesalahannya.
Tapi Cheryl yang sepertinya sudah lama mengenalnya tampak tidak terpengaruh dengan tindakannya.
"Memangnya kenapa?"
Tiba-tiba Edwin membetulkan postur tubuhnya menjadi sedikit membungkuk. Dia mengeluarkan pandangan kasihan pada Cheryl.
"Jujur saja, itu tidak cocok untukmu. Dengar ya, Cheryl! Jika kau bersikap seperti itu di depan putri bangsawan yang asli, mereka mungkin akan memujimu tepat di depan wajahmu. Tapi asal kau tahu, setelah kau pergi, di belakangmu mereka akan membicarakan betapa mengerikannya tingkahmu itu."
Cheryl mengernyitkan keningnya. Mendengar komentar Edwin membuat beberapa urat keluar di kepalanya.
"Aku juga putri bangsawan asli, idiot!"
Cheryl bangkit dari tempat duduknya dan langsung mengirimkan tendangan ke arah Edwin.
Kiara terperangah setelah melihat perubahan kepribadian Cheryl. Dia panik karena keduanya terlihat akan bertengkar.
Sedangkan Edwin tampaknya sudah mengira bahwa dia akan menggunakan kakinya untuk menyerangnya, jadi dia menangkapnya dengan tepat.
"Benar, seharusnya sejak awal kau seperti ini. Kau ternyata tidak berubah ya, Cheryl. Kau lebih cocok dengan kesan liar daripada bersikap seperti gadis-gadis kelas atas."
Tanggapan Edwin sepertinya tambah memperburuk suasana hatinya. Sehingga Cheryl kembali menyerang dengan kakinya yang lain.
Edwin melepas kaki Cheryl yang dipegangnya, dan menangkis tendangan lain yang datang ke arahnya.
"Apakah kau tidak masalah melakukannya di depan orang lain?"
Sepertinya Cheryl telah melupakan kehadiran Kiara di ruangan itu.
Setelah menyadari Kiara memandangnya dengan wajah terkejutnya, dia terpaksa menenangkan dirinya dan kembali ke posisi duduknya yang semula.
"Grrhh!! Kau tahu ini salahmu, Kak Ed. Terakhir kali ketika aku mengunjungimu tapi kau tidak mau menemuiku."
"Sudah kubilang kalau aku sedang melakukan persiapan masuk akademi. Kau tidak perlu semarah itu, bukan?"
"Hmmp!!"
Cheryl memalingkan wajahnya, tidak peduli dengan alasan yang disampaikan Edwin.
"Begini saja, saat ini aku sedang menyewa sebuah apartemen di dekat akademi sebagai syarat kalau aku bersedia mendaftar ke akademi. Sebagai orang yang sudah kuanggap sebagai adikku sendiri, kau boleh datang berkunjung kapan pun kau mau. Jadi tidak perlu marah lagi, oke?"
Cheryl melirik Edwin yang berada di seberangnya.
Pada awalnya dia tidak begitu marah, malah dia senang Edwin mengunjunginya. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah, tapi mereka telah sepakat untuk berlaku selayaknya saudara.
Tapi setelah berbicara sedikit saat di ruang tamu tadi untuk menanyakan tentang tujuan kunjungannya, yang ternyata adalah menemui ibunya untuk membicarakan sesuatu, dan bukannya untuk meminta maaf kepadanya, membuat emosi naik ke kepala Cheryl.
Untuk membuat kakak bodohnya mengerti bahwa saat ini dia sedang marah, dia mengambil sikap yang bertolak belakang dari yang biasanya dia tunjukkan. Tapi orang berwajah suram itu malah memperlakukannya seperti lelucon.
Meski begitu, tawaran dari Edwin bukan sesuatu yang bisa ditolaknya begitu saja. Dia beberapa saat memikirkannya sambil sesekali melirik ke arah Edwin.
Pada akhirnya dia menghela napas, dan mengalah pada harga dirinya.
"Um, baiklah. Aku terima."
"Ya, aku tahu akan seperti ini. Kau sangat mudah jatuh pada rayuan, Cheryl."
"Jangan mengatakan seolah adikmu adalah wanita murahan!! Lalu, ada keperluan apa Kak Ed ke rumahku?"
Cheryl mengajukan pertanyaan dengan ketus. Perasaan kesalnya belum sepenuhnya turun dari kepalanya.
"Seperti yang aku sebutkan sebelumnya, aku ingin bertemu dengan Emily untuk membicarakan beberapa hal, tapi sepertinya dia sedang tidak ada di rumah."
Edwin kembali menyatakan tujuannya yaitu untuk bertemu ibu Cheryl, tapi berdasarkan keadaan saat ini dia berasumsi kalau ibunya sedang tidak berada di kediaman.
"Tepat seperti yang kau katakan. Ibu sedang pergi keluar bersama Kepala Keluarga Wimsey dan Istrinya. Oh, aku lupa memperkenalkan dia. Ini Kiara, Putri Keluarga Wimsey. Aku diminta menjaganya selama mereka pergi."
Cheryl yang terus-menerus melupakan kehadiran Kiara sejak mereka masuk ke dalam ruangan, namun dia akhirnya kembali ingat dan memperkenalkannya kepada Edwin.
Kiara melihat pertukaran kata-kata mereka dengan heran. Baru beberapa saat lalu mereka berkelahi tapi sekarang mereka sudah berbicara dengan normal.
"Jadi kamu adalah anaknya Johan dan Lynelle. Aku Edwin, senang bertemu denganmu."
Edwin mendekati Kiara dan berbicara dengan selembut mungkin.
Tapi sepertinya Kiara terkejut akibat insiden barusan. Dia tampak takut terhadap Edwin dan secara refleks bergerak ke arah Cheryl yang berada tepat di sebelahnya, lalu bersembunyi di belakangnya.
"Hahaha dia sepertinya takut padamu, Kak Ed. Tenang saja, Kiara. Kalau lolicon itu menyerangmu kau bisa melaporkannya kepadaku."
"Hoi, Cheryl! Jangan ajarkan dia sesuatu yang aneh."
"E-em .... A-aku tidak takut. Aku, aku Kiara."
Kiara sedikit demi sedikit menampakkan dirinya dari belakang Cheryl, wajahnya sangat merah.
Edwin membalas perkenalannya dengan tersenyum seramah yang dia bisa.
Tapi Cheryl malah menunjukkan pandangan jijik dan kasihan. Sementara Kiara menjadi lebih takut.
"Uwahh! Setelah kembali dari sini, kau lebih baik banyak berlatih tersenyum di depan cermin, Kak."
"Berisik!!"
"Karena Ibuku tidak ada, apa kau akan langsung kembali Kak Ed? Aku bisa menyampaikan pesanmu kepada Ibuku jika kau mau."
Cheryl menawarkan dirinya untuk menyampaikan pesan dari Edwin jika dia tidak keberatan.
Setelah mendengar itu, Edwin kembali ke tempat dia duduk sebelumnya.
"Apa kamu yakin bisa melakukannya?"
Edwin menampilkan ekspresi yang serius saat mengatakannya dan menatap langsung ke mata Cheryl.
"Ya, itu sudah jadi tugasku sebagai Putri dari Keluarga Walters."
"Aku mengerti. Kalau begitu, apakah kamu bisa menyediakan sebuah peta yang hanya mencakup wilayah Distrik Walters? Itu akan mempermudah pembicaraan kita nanti."
"Sepertinya ada. Kalau tidak salah Ibuku memiliki beberapa peta seperti itu di ruang kerjanya. Aku akan mengambilnya, jadi tolong tunggu sebentar."
Cheryl berdiri dan berniat meninggalkan ruangan, tapi sebelum itu dia melihat ke arah Kiara.
"Kiara maafkan aku, tapi aku harus membawamu ke ruangan lain dan menitipkanmu sebentar kepada para pelayan."
"Tidak apa-apa. Aku mengerti."
Kiara ikut berdiri dan keluar dari ruangan itu bersama Cheryl.
***