Akhirnya setelah banyak drama yang dilalui beberapa makan telah siap tersedia di atas meja. Ada empat macam masakan yang dibuat oleh Rawnie serta Harsya pagi ini.
Tiba-tiba Bora bertepuk tangan untuk mereka berdua. "Kerja bagus! Kalian benar-benar hebat melewati semua ini."
Saat itu tidak ada yang mempedulikan Bora. Hanya membuang waktu serta membuat pusing saja ketika mereka menggubrisnya. Lebih baik diam dan membiarkan gadis itu melakukan apa yang dia mau. Kadang disaat-saat seperti ini Rawnie berpikir sangat keras tentang bagaimana bisa dia menerima Bora sebagai teman terdekatnya.
"Harsya kau bisa makan dengan Bora terlebih dahulu. Badanku terasa sangat lengket aku harus segera mandi untuk membersihkannya setalah itu aku baru turun untuk sarapan."
"Iya, tapi sepertinya aku akan menunggumu saja. Saat ini aku belum terlalu merasakan lapar."
"Tapi aku sudah sangat lapar, jadi tolong temani aku makan ya Bora? Please." Kali ini Bora memohon kepada Harsya. Gadis itu berucap seraya menangkup kedua tangannya.
"Baiklah aku akan menemanimu makan sekarang," pasrah Harsya.
"Terimakasih banyak, kau begitu baik tidak seperti majikanmu."
Rawnie berkacak pinggang. "Siapa yang kau maksud?"
"Kau lah, memang siapa lagi?"
Rawnie mendengus kesal ia berjalan pergi begitu saja. Ingin rasanya ia melemparkan sesuatu pada wajah tengil Bora. Sayang sekali saat ini ia sedang tidak memegang barang apapun. Untuk kali ini mungkin Bora selamat, tapi lihat saja saat mengulanginya kembali Rawnie tidak main-main untuk memberi pelajaran kepadanya.
"Harsya kau kan sudah lama bekerja dengan Rawnie ya?" tanya Bora sebelum memasukkan makanannya ke dalam mulut.
"Iya, mungkin sudah sekitar lima tahun aku bekerja dengannya."
Bora mengangguk-angguk paham. "Jadi, sejak awal Rawnie merintis karier nya kau sudah menemaninya?"
"Benar sekali," jawab Harsya.
"Temanku itu memang hebat. Dia bisa mendapatkan semua ini dari hasil kerja kerasnya, tidak sepertiku yang hanya mengandalkan Papa."
"Tidak Bora kau juga sangat hebat. Buktinya saat ini kau bisa menjadi seorang model ternama sama seperti Rawnie. Tidak semua orang bisa sepertimu, walaupun kadang mereka sudah dibantu oleh orangtuanya, namun ditengah jalan mereka tidak bekerja keras ya sama saja tidak mungkin bisa terwujud."
Segala sesuatu tentu bisa didapatkan asal kita mau untuk meraihnya. Jatuh bangun, tangis tawa, putus asa hingga ingin menyerah, siapa orang hebat yang tidak melewati fase tersebut. Mereka semua tidak berhenti sebab percaya bahwa akan ada sebuah keindahan setelah melewati pencapaian yang besar. Akan ada bahagia diantara tangisan yang dulunya telah meluap-luap.
"Kau terdengar seperti orang bijak, Harsya."
Harsya tertawa renyah. "Tidak-tidak aku hanya mengatakan hal ini setelah apa yang sudah aku lalui sepanjang hidup."
Bora menyeruput susu di gelasnya. "Sepertinya perutku sudah terasa begitu penuh dengan semua makanan ini."
"Ansel! Kemarilah ikut bergabung makan dengan kita," ajak Bora ketika melihat Ansel yang baru saja keluar dari kamarnya.
Pria itu berjalan ke meja makan dimana di sana ada Harsya serta Bora. Ansel menarik satu kursi yang berhadapan dengan Bora. Disebelahnya ada Harsya yang masih menjalankan aktivitas makannya. Ia menyapu pandangan sekitar, mencari seseorang yang tidak ada pada saat itu.
"Kau mencari temanku, Ansel?" tebak Bora.
Ansel mengangguk. "Iya, apa dia sudah pergi bekerja?"
"Dia sedang tidak pergi bekerja, tetapi sedang pergi bercinta," ucap Bora ngelantur.
"Rawnie sedang mandi sebentar lagiĀ dia akan turun untuk sarapan," ungkap Harsya membenarkan perkataan yang keluar dari mulut Bora.
Ansel mengangguk mengerti setelah mendengar jawaban dari Harsya.
"Sebentar aku akan mengambilkan piring untukmu."
"Harsya, tidak perlu. Aku belum merasa lapar perutku masih terisi dengan beberapa jajanan yang semalam Rawnie berikan kepadaku."
Tiba-tiba saja Rawnie datang dan menyentil pelan dahi Ansel dari samping. "Cobalah menjadi pria yang penurut, Ansel."
Kedatangan Rawnie yang tiba-tiba menyentil dahinya membuat Ansel menggerutu. "Apa selama ini aku tidak menurut denganmu?"
"Baru saja kau tidak menurut denganku. Kau pernah berjanji sewaktu itu jika kau tidak akan telat untuk makan dan minum obat."
Ansel mendongak menatap Rawnie yang masih berdiri di dekatnya. "Baiklah aku akan menurutimu nona Rawnie."
Rawnie beralih duduk disebelahnya sedikit menyunggingkan senyum tipisnya. "Jangan menggodaku seperti itu Ansel."
"Pasangan yang serasi, sungguh aku iri melihatnya," celetuk Bora yang dibalas berbarengan oleh mereka. "Bukan!"
Tawa Bora semakin pecah saat mendapati ekspresi dari keduanya. Ia melirik Harsya dan mengatakan, "lihatlah bukan mereka sangat kompak?"
"Benar apa katamu mereka begitu kompak dan serasi," ucap Harsya yang kali ini setuju dengan pendapat Bora.
Suasana pagi ini sungguh menjadi ramai karena kedatangan Bora. Meskipun gadis itu sedikit menyebalkan dan sering kali mengundang kekesalan, namun ia berhasil untuk mencairkan suasana yang awalnya canggung. Rawnie tersenyum melihat kebahagiaan di meja makan saat ini. Jarang-jarang dia bisa menemukan momen langka seperti ini. Ia harap bisa merasakan kebersamaan seperti ini lagi nantinya.
Setelah selesai makan Bora berpamitan kepada mereka. Sebenarnya ia masih ingin berlama-lama di mansion tersebut, tapi apa boleh buat pekerjaan sudah menunggu dirinya saat ini. Bora pastikan akan sering-sering menginap di sini sebab suasananya jauh lebih nyaman ketimbang dia harus sendirian berada di rumahnya. Di sana dia tidak mungkin mendapatkan hal ini, kedua orangtuanya benar-benar sibuk hingga sulit untuk membagi waktu bersamanya.
"Bye semuanya!" kata Bora sembari melambaikan tangan dari balik jendela mobil.
"Hati-hati di jalan," balas Rawnie.
Setelah mobil Bora tidak terlihat lagi, Rawnie hendak berbalik untuk masuk ke dalam mansion, namun sebuah tangan mencegahnya.
"Kau membutuhkan sesuatu?" tebak Rawnie karena tiba-tiba Ansel mencegah dirinya pergi.
Pria itu menggelengkan kepala. "Tidak, apa hari ini kau pergi bekerja?"
"Hari ini aku tidak terlalu sibuk ada pekerjaan tapi aku kerjakan di sini. Hanya saja nanti malam mungkin aku pergi ke bar."
"Ada apa?" tanya Rawnie karena baru kali ini Ansel bertanya kepadanya soal pekerjaan. Padahal biasanya dia tidak terlalu peduli soal pekerjaannya.
"Aku hanya merasa suntuk terlalu lama berada di dalam mansion," jelasnya.
"Kurasa hanya kau saja yang merasa bosan tinggal di mansion mewah milikku. Bahkan diluar sana banyak sekali orang yang ingin menempati posisimu sekarang."
"Tapi kau boleh ikut denganku hari ini jika kau mau," tawarnya pada Ansel.
Ansel tersenyum senang mendengarnya. "Benarkah aku boleh ikut denganmu?"
"Iya Ansel, tapi sebelum itu kau harus minum obat dan jangan lupa mandi. Aku tidak mau membawa orang yang jorok."
Ansel memberingsut."Iya-iya kau tidak perlu khawatir soal itu. Setelah ini aku akan minum obat dan mandi. Aku akan memakai parfum juga agar kau mau dekat denganku."