Sekumpulan pria berjas hitam tengah berkumpul di sebuah gedung besar. Di depan mereka berdiri seorang pria bertubuh kekar dengan wajah yang sangar sedang menghisap sebatang rokok. Beberapa di antara mereka menyaksikan orang itu dan saling berbisik, membicarakan siapakah dia. Namun, tak lama datanglah Big Boss mereka. Berjalan dengan gagah menghampiri si pria berwajah sangar itu. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, menunjukkan bahwa dirinyalah yang kini berkuasa.
"Kau terlambat, Takahiro-san¹," ujar pria sangar itu. Takahiro, si Big Boss itu tersenyum remeh.
"Kau yang terlalu cepat datang, Hiro," balas Takahiro. Hiro tertawa kecil. Kini Takahiro berdiri tepat di sampingnya, memandangi semua orang yang kini tengah memandanginya pula.
"Oi, dengarkanlah! Mulai hari ini Hiro akan bergabung dengan kita dan menjadi bagian dari AKKAN ZOKU. Jika di antara kalian macam-macam dengannya, maka kalian akan berurusan denganku," teriak Takahiro. Setelah mendengar pengumuman itu, semua orang terlihat bersorak dengan gembira. Semua tangan mengangkat ke atas tanda bahwa mereka menerima kedatangan Hiro. Takahiro menepuk bahu Hiro dan tersenyum.
"Kau diterima oleh mereka," katanya. Hiro menunjukkan giginya dengan senang. Ia pun ikut berteriak dan mengangkat tangan kanan setinggi mungkin.
Setelah perkumpulan selesai, kini Takahiro dan Hiro tengah duduk di sebuah sofa hitam. Ditemani oleh beberapa bodyguard yang menjaga. Di depan mereka sudah ada whisky yang menjadi minuman utama dan Wagashi². Siang ini Hiro telah resmi menjadi bagian dari Akkan Zoku. Big Boss Takahiro-lah yang sudah merekrut Hiro. Tentu saja ia memiliki alasan kuat mengajak lelaki berwajah sangar itu untuk bergabung. Begitupula dengan Hiro yang terlihat sangat senang akhirnya ia bisa bergabung dengan kelompok Yakuza terkenal se-Jepang itu.
"Bagaimana? Apakah kau senang?" tanya Takahiro sambil meneguk segelas whisky.
"Ah! Kau memang yang terbaik, Takahiro-san. Aku sangat berterima kasih padamu yang sudah mengajakku datang ke sini. Ini adalah kejutan yang tak terduga," jawab Hiro antusias. Takahiro terkekeh sambil menyimpan gelas di meja.
"Ya. Bukan tanpa alasan aku mengajakmu. Kau pasti tahu alasan itu dan mulai sekarang tugasmu akan banyak di sini."
"Tugas apapun akan ku lakukan."
"Bagus! Bersiap-siap untuk menjadi orang yang sibuk."
"Baiklah, Big Boss!"
"Ini, ambillah! Dengan begini, kau sudah resmi dan selamat datang di Akkan Zoku," kata Takahiro sambil memberikan segelas minuman keras itu kepada Hiro. Tentu saja pria itu menerimanya.
"Kanpai!³"
"Kanpai!"
TING!
Suara beradunya gelas menandakan bahwa mereka kini resmi bekerja sama. Keduanya pun meneguk gelas bersamaan. Setelah itu menghela nafas lega.
"Takahiro-san, aku punya berita buruk untukmu," ujar seorang pria yang datang tiba-tiba. Takahiro menoleh.
"Apa?"
"Pabrik yang dikelola oleh Coast Town kebakaran. Semuanya hangus termasuk hasil produksinya," lapor orang itu. Takahiro mengernyitkan dahi.
"Lalu?"
"Apa kau tidak ingin melihatnya?"
"Cih, untuk apa? Tidak usah mengurusi hal yang tidak penting. Tugas Akkan Zoku hanyalah melindungi mereka, bukan membantu dalam hal yang lain. Tak masalah bagiku jika mereka kini kesulitan, yang terpenting mereka tetap mentransferkan uang mereka padaku," jawab Takahiro dengan tajam.
"Tapi, jika hasil produksi mereka tidak ada, maka penghasilan pun tidak ada. Apa kau akan membiarkan mereka menghambat kelancaran uang kita? Tidak kan? Nah, maka dari itu temuilah mereka," balas pria itu sambil duduk di samping Takahiro. Big Boss itu menghela nafas.
"Jika begitu, kau saja yang ke sana, Akira. Lalu ancam mereka jika uang kita terhambat."
"Kenapa tidak kau saja? Kau kan yang mengendalikan Akkan Zoku, pasti mereka akan ketakutan jika melihatmu."
"Argh! Kau ingin ku hajar? Cepatlah pergi! Aku masih banyak urusan di sini," bentak Takahiro sambil menatap tajam pria itu. Akira bangkit dari duduknya.
"Apa yang sedang kau urus? Kau sedari tadi hanya mengobrol," sindir Akira lalu beranjak dari sana. Meninggalkan sang bos dalam kekesalan atas sindiran yang ia lontarkan.
"URUSEE, KONO YAROU!⁴ Dia benar-benar menyebalkan," umpat Takahiro. Hiro yang melihat itu hanya tertawa dengan geli. Anggota baru itu sangat puas setelah mendengar pertengkaran kecil di ruangan ini. Takahiro kembali meneguk whiskynya dengan kesal.
"Diam kau!" hardik Takahiro dengan suara keras.
"Haha ... siapa pria itu?" tanya Hiro. Takahiro menaruh gelas tersebut.
"Akira," jawabnya singkat.
"Akira?"
"Ya. Asal kau tahu, Akkan Zoku bukanlah tempat untuk bersenang-senang. Kami semua bekerja agar mendapatkan uang. Sama halnya yang kini Akira lakukan, dia ditugaskan sebagai rentenir kepada orang-orang yang melakukan pinjaman uang atau meminta perlindungan kepada kami. Dan mereka pun diwajibkan untuk membayar bunga yang sudah kami tentukan," jelas Takahiro. Hiro mengangguk mengerti.
"Bukan hanya itu, temanku yang bernama Shokichi melakukan tugas yang berbeda dari Akira. Dia memusnahkan siapa saja yang mengganggu ketenangan di Akkan Zoku, membasmi siapa saja yang bermacam-macam dengan kami ataupun menghilangkan jejak pekerjaan kami."
"Menghilangkan jejak?"
"Jangan pura-pura tidak tahu, Hiro. Kami adalah Yakuza yang berani membunuh siapapun, jadi kami juga butuh menghilangkan jejak pembunuhan yang kami lakukan. Dan sisanya kami serahkan kepada Tetsuya."
"Tetsuya? Siapa lagi dia?" tanya Hiro sambil mengambil salah satu Wagashi lalu melahapnya.
"Dia adalah partnerku yang sangat berguna. Ku perintahkan dia menjadi mata-mata di kepolisian agar para polisi tidak mencurigai Akkan Zoku. Karena kepintarannya maka polisi-polisi itu tidak tahu bahwa selama ini kamilah yang sudah membuat banyak kasus di kota."
"Tetapi, bukankah di luar sana banyak Yakuza yang ingin menghancurkan Akkan Zoku? Lalu mengapa anak-anak buahmu tak membasmi mereka?" Alih-alih menjawab, Takahiro malah bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju ke televisi besar yang terpampang di hadapan mereka. Ia mengambil remote televisi lalu menyetel benda tersebut. Ditayangkan sebuah rekaman cctv dari luar gedung Akkan Zoku. Di dalam rekaman itu ada beberapa orang yang tengah mencoba menerobos masuk ke dalam gedung. Sayangnya, para pria berjas hitam menghalangi mereka dan mengancam dengan senapan api.
"Lihatlah! Para budak itu ingin sekali menghancurkan Akkan Zoku. Mereka mencoba masuk ke dalam gedung dan menemuiku. Anak buahku-lah yang selama ini menahan mereka agar tidak masuk bagaimanapun caranya. Aku tidak peduli jika mereka mati, dibom ataupun ditembak oleh anak-anak buahku itu. Asal kau tahu, budak-budak sialan itu adalah suruhan dari para Yakuza lain. Mereka menyuruh orang-orang itu agar mengalihkan ketenangan di Akkan Zoku, saat Akkan Zoku kewalahan menangani mereka, maka para Yakuza akan beraksi lalu menghancurkan kami. Sayangnya, para Yakuza itu terlalu bodoh untuk mengecohku ataupun Akkan Zoku," jelasnya. Hiro menatap orang-orang di layar itu. Beberapa dari mereka sudah tergeletak lemah di tanah dengan darah yang mengucur, ada pula yang kesakitan dan beberapa yang lainnya pun masih keras kepala untuk masuk. Bahkan ada yang melempari gedung dengan batu dan kayu. Mereka mencoba untuk mengusir keberadaan Yakuza terkenal ini.
"Mereka mengorbankan orang lain demi kepentingan mereka? Egois sekali," celetuk Hiro. Takahiro mengangguk.
"Jika aku menjadi mereka, aku sangat tidak sudi walaupun dibayar semahal apapun," sahut Takahiro membuat Hiro menoleh.
"Apa kau merasa iba dengan mereka? Jika memang begitu, lepaskan saja mereka dan suruh mereka masuk lalu bayar mereka agar diam." Penjelasan Hiro membuat Takahiro menoleh dan tertawa. Ia merasa jika keseriusan Hiro ini hanyalah gurauan semata.
"Hah? Kau kira aku iba? Hei! Yakuza mana yang memiliki hati iba? Ku bilang aku tak peduli. Kau ini, ahaha ada-ada saja," tawa Takahiro lalu kembali duduk di sofa. Hiro terlihat memasang wajah malu dan bingung.
"Ya, bukan begitu. Jika kau memang tidak ingin diganggu, kau hanya tinggal membayar mereka agar diam. Dan kau pastikan bayarannya lebih mahal dari Yakuza yang membayar mereka sebelumnya."
"Hiro, kau seperti anak kecil saja. Sudahlah, aku tidak ingin membahas mereka. Aku ingin kau sekarang merancang rencana untuk ke depannya agar Akkan Zoku semakin dikenal orang. Dan aku ingin bisnisku ini lancar tanpa hambatan," ucap Big Boss itu sambil mengeluarkan sebuah obat dari dalam lengan kimono yang ia pakai lalu menunjukkan barang tersebut kepada Hiro.
"Lihatlah!" suruhnya. Hiro mendekati Takahiro dan mengambil obat yang terbungkus dengan plastik flip itu. Obat tersebut berwarna biru muda, berbentuk bulat seperti ekstasi, di tengahnya terdapat logo kepalan tangan. Dan di sampingnya adapula tablet serta sebungkus serbuk berwarna putih.
"Aku mendapatkan itu dari Coast Town. Mereka geng penghasil narkoba yang terkenal di kota ini. Sayangnya, hasil produksi mereka terancam dibasmi polisi karena ketahuan mengedarkan obat tersebut di penjuru kota. Dan ya, karena Akkan Zoku bekerja sama dengan mereka, maka hasil penjualannya pun dibagi dua. Tentu saja dengan imbalan melindungi mereka dari polisi-polisi itu." Takahiro kembali meneguk segelas whisky.
"Saat ini pabrik pembuatannya telah terbakar. Akira tengah mencari tahu penyebab kebakaran. Aku khawatir karena musibah ini keuangan di Akkan Zoku akan terhambat, maka dari itu aku ingin kau membuat rencana agar keuangan terus mengalir bagaimanapun caranya," lanjut Takahiro.
"Jika begitu aku akan ke sana. Di mana letak pabrik itu?" tanya Hiro. Takahiro pun memberi tahu di mana letak pabrik yang dikelola oleh Coast Town. Setelah mendapatkan alamat pabrik, Hiro segera meluncur ke tempat kejadian. Menyaksikan bagaimana kebakaran itu terjadi. Tentu saja ia tak sendirian ke sana, beberapa bodyguard mendampinginya.
Bersambung ...
><><><
Note :
1 : Panggilan untuk seseorang yang tidak dekat agar terdengar sopan
2 : Makanan tradisional Jepang
3 : Bersulang
4 : Berisik kau, Brengsek
Kimono : Pakaian tradisional Jepang
Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!