Hari minggu tiba, hari yang terus ada dalam pikirkan Geisha selama dua hari ini. Membuat Geisha tidak bisa tidur nyenyak, dia tidak pernah merasa kurang tidur seperti ini. Bahkan memikirkan uang untuk keperluan sehari-harinya saja tidak pernah membuat Geisha insomnia. Dia selalu nyenyak dalam tidurnya meski banyak hutang yang menanti untuk dilunasi.
Pagi-pagi sekali dia sudah dijemput Kavin. Geisha berpamitan pada Hana yang spontan menggodanya. Selama setahun mereka tinggal bersama, tapi baru kali ini dia melihat Geisha pergi bersama laki-laki. Geisha memang cantik dan parasnya tidak kalah dengan gadis gedongan. Jadi menurut Hana, wajar saja jika ada laki-laki kaya yang menyukainya.
Geisha dan Kavin sudah berada dalam mobil, tidak ada yang terdengar selain suara mobil yang melaju. Lalu mereka sampai di sebuah salon. Kavin menyuruh Geisha untuk turun dan ikut bersamanya. Dengan perlahan tapi pasti Geisha mengikutinya, Geisha sudah memutuskan untuk membantu Kavin. Tentu dia juga tahu sekali, jika dia harus mengikuti semua kemauan laki-laki itu.
Cuma untuk hari ini, pikir Geisha.
Mereka sampai di dalam salon yang tampak elite, kemudian Kavin menghampiri seorang pekerja di salon itu sementara Geisha memilih menunggu beberapa jarak darinya.
Kavin meminta pada hairstylist itu untuk merias rambut serta wajah Geisha, lalu dia juga memberikan sebuah gaun untuk dipakaikan pada Geisha.
Terlihat pekerja salon mendekati Geisha, dia tersenyum ramah pada Geisha yang membalasnya. Dia menuntun Geisha untuk ke ruang ganti, sebelum dirinya dirias. Sementara Kavin menunggu, dia duduk di sofa yang ada di ruang tunggu.
Hingga hampir satu jam Kavin menunggu Geisha selesai dirias. Kavin menaruh buku bacaan yang entah sudah urutan ke-berapa kalinya dia baca, setelah memainkan handphonenya. Dia tampak bosan.
Tiba-tiba atensi Kavin tertuju pada seseorang yang baru saja berdiri di depannya. Kavin menatap Geisha tampak terpaku, dia seperti terpana melihat penampilan gadis itu. Geisha mengenakan gaun yang panjangnya di atas lutut dengan lengan terbuka berwarna merah.
Geisha tampak cantik dengan riasan wajah dan gaun pemberian Kavin. Itu semua sangat cocok untuk tubuhnya yang indah dan putih. Wajahnya yang cantik sempurna akan membuat siapapun berdecak kagum padanya. Dan tidak ada orang yang akan menyangka jika dia hanya gadis biasa yang datang dari kampung.
Kavin menghela napasnya berusaha untuk tenang. Lalu dia berdiri mendekati Geisha dan mengulurkan tangannya untuk Geisha yang dengan ragu menyambutnya. Kemudian mereka berjalan keluar meninggalkan tempat itu.
*
*
"Apa yang gue harus katakan nanti ke orang tua lo?" tanya Geisha.
"Lo katakan aja apa yang sejujurnya," terang Kavin.
"Termasuk status gue?"
"Iya. Lo nggak perlu menyembunyikan identitas lo, lo hanya harus jaga sikap lo. Lo harus tunjukan kalau lo berpendidikan meski bukan dari keluarga bangsawan dan nggak malu-maluin."
"Oke, gue harap hari ini akan cepat berakhir."
"Terima kasih."
Ucapan Kavin membuat Geisha menatapnya, Kavin tampak sangat bersungguh-sungguh. Kemudian Geisha mengangguk. Hingga mobil memasuki halaman luas yang Geisha tidak bisa mengukur berapa besar luasnya. Geisha menatap rumah di depannya, mulutnya hampir menganga. Rumah ini seperti bisa di sebut istana, istana yang selama ini tidak pernah Geisha lihat sebelumnya. Dan hanya pernah dia dengar dari buku cerita masa kanak-kanaknya dulu.
Kavin dan juga Geisha turun dari mobil. Lalu terlihat Kavin meraih tangan Geisha dan membawanya masuk ke dalam istana itu. Geisha melihat isi di dalam rumah ini yang semakin membuatnya kaget. Bagaimana tidak, selama ini Geisha hanya tinggal di perkampungan kecil. Dan selama merantau ke sini dia hanya tinggal di sebuah rumah kos yang kecil pula. Namun hari ini dia benar-benar melihat, jika istana itu ada.
Kavin melihat ke arah wajah Geisha. Geisha berusaha menyembunyikan kekagumannya. Dia harus bersikap berkelas seperti perintah Kavin. Dan ini lah awal sandiwara ini di mulai.
"Silakan duduk."
Geisha duduk setelah seorang wanita mempersilahkan dia duduk bergabung dengannya. Kavin juga duduk di sampingnya, bahkan sangat dekat sampai aroma wangi parfumnya bisa tercium oleh Geisha. Geisha cepat sadar jika ini adalah hal yang wajar karena sekarang mereka sedang sebagai sepasang kekasih.
Namun Geisha tetap kaget saat Kavin merangkul bahunya. Mungkin karena ini adalah hal pertama dalam hidupnya, bisa bersama sedekat ini dengan seorang laki-laki. Meskipun hanya sebuah sandiwara.
"Kavin, apakah dia wanita yang kamu maksud?"
Terdengar seorang laki-laki paruh baya bertanya pada Kavin. Geisha bisa menebak jika kedua orang yang sedang duduk berhadapan dengannya itu adalah orang tua Kavin.
Kavin melihat ke Geisha. "Sayang, perkenalkan nama kamu sama Papi dan Mami aku ya."
"Selamat siang Om, Tante. Perkenalkan nama aku Geisha."
"Cuma itu?" Elena mengangkat alisnya.
"Kamu tinggal di mana dan apa kesibukan kamu sekarang?" tanya Mahendra menimpali.
"Aku ... Berasal dari kampung dan merantau ke sini."
"Apa?"
Elena tampak terkejut. Walaupun dia sudah tahu dari pembicaraan Kavin beberapa hari yang lalu. Jika dia menyukai seseorang yang mungkin akan kurang berkenan bagi kedua orang tuanya. Namun bagi Elena dia tidak peduli siapa pun yang akan menjadi pasangan Kavin. Dia hanya ingin Kavin tidak berhasil menjalankan syarat dari Mahendra. Agar Kavin tidak merebut kekuasaannya dari Wijaya company. Karena selama ini Elena lah yang mengatur semuanya.
"Lalu apalagi?" tanya Mahendra.
"Enggak ada hal lain lagi Om, aku cuma gadis biasa," jawab Geisha jujur.
"Geisha memang dari keluarga sederhana pap, tapi dia gadis yang pintar. Secara pisik dia seimbang dengan aku."
Sebenarnya Kavin belum mengenal Geisha lebih jauh. Dia tidak tahu bagaimana nilai akademik Geisha saat bersekolah dulu. Namun Kavin hanya bisa menilai dari sikapnya. Kavin merasa jika Geisha adalah gadis pekerja keras dan pantang menyerah.
"Perkenalkan saya Mahendra pemilik dari Wijaya company dan Kavin adalah pewarisnya. Setelah Kavin bisa bertanggung jawab dengan perusahaan."
"Saya Elena, istri dari pemilik Wijaya company. Dan Kavin adalah anak saya, tentu kami mengharapkan Kavin bisa berjodoh dengan wanita yang sepadan dengannya."
"Mami bisa lihat kan Mi, Geisha cantik dan dia pekerja keras, dia sepadan dengan aku."
Geisha melihat Elena menatapnya dengan menunjukkan ketidaksukaan. Pemandangan ini membuat hati Geisha merasa mengecil. Rasanya dia ingin cepat-cepat pergi dari sini. Kalau bisa dia ingin mengatakan jika Kavin bukan lah kekasihnya. Hingga dia tidak perlu mendapatkan tatapan menusuk dari wanita itu.
Sepertinya mami Kavin tidak setuju jika Geisha adalah kekasih dari anaknya. Hingga Geisha tidak tahu harus bagaimana, apakah melanjutkan sandiwara ini. Atau kah berbalik arah dan pulang.
Namun tangan Kavin tiba-tiba saja menggenggam jemari Geisha dan meletakkannya tepat di dadanya. Seperti ingin menunjukkan pada orang lain jika mereka saling mencintai.
"Umur kamu berapa, sepertinya kamu masih muda sekali?" tanya Elena.
"Dua puluh tahun, saya baru lulus SMA. Setelah lulus aku langsung merantau ke sini untuk bekerja."
Terlihat Elena tertawa kecil. Namun tampak menyepelekan. Mungkin bagi dia gadis pilihan Kavin sangat amat buruk. Harusnya Kavin mencari wanita yang akan menemaninya untuk mengembangkan perusahaan agar lebih baik lagi. Namun bagaimana itu bisa terjadi jika kenyataannya Kavin malah memilih anak ingusan.
Bersambung ....