Chereads / The Cupid's Arrow : A Choice of Love / Chapter 8 - Bab 8 : Diandra

Chapter 8 - Bab 8 : Diandra

Diandra memandang nanar mobil Jeep Dilan yang melaju pergi, meninggalkan pelataran lobi apartemen. Dilan, entah sejak kapan pegawainya itu mengisi puzzle kosong dalam hatinya. Diandra tersenyum mengenang pegawainya yang luar biasa itu.

Dilan, seorang anak magang dari sekolah kejuruan otomotif, yang kemudian menjadi montir tetap di bengkel mobilnya. Dari antara semua montirnya, Dilan paling pandai dan rajin. Selain itu, Dilan juga cepat belajar, sehingga semua perawatan mobil yang di handle nya selalu mendapatkan kepuasaan dari customer.

Mau tidak mau, di benak Diandra terselip rasa kagum pada Dilan yang selalu rendah hati dan mau mengajari anak magang. Dia sama sekali tidak takut, jika ilmunya diambil orang lain, karena rejeki sudah ada yang mengatur. Cara berpikir Dilan yang polos sekaligus menenangkan hati, membuat Diandra semakin menyukainya. Tentu saja, Diandra menyukai Dilan sebagai montir yang handal.

Kemudian suatu hari...

Tok-tok-tok... Tok-tok-tok... Cklek..

"Bos, anda masih di dalam?" tanya Dilan takut-takut, sambil membuka pintu ruangan Diandra. Dilan melangkah ragu, masuk mendekati meja dimana atasan wanitanya sedang tertidur dengan menyembunyikan wajahnya dalam lekukan lengannya.

Kala itu, Diandra yang kelelahan bekerja, sedang beristirahat sejenak, namun langsung ketiduran di meja kerjanya. Dan ketika mendengar suara pintu ruangannya yang terbuka, perlahan Diandra membuka mata. Akan tetapi, Diandra hanya diam, tetap dalam posisi seakan dirinya sedang tertidur. Diandra ingin mengetahui apa yang akan dilakukan Dilan, anak magang yang baru seminggu diangkat sebagai karyawan tetap.

"Bos, bos," panggil Dilan pelan sambil menusuk lembut lengan Diandra dengan majalah yang digulung. "Bangun bos, ini sudah jam delapan malam. Lebih baik bos pulang dan istirahat. Bos, bos."

Diandra bergeming. Entah mengapa suara lembut montir barunya itu membuat dirinya ingin berlama-lama mendengarnya. Tubuh Diandra sedikit tersentak ketika sebuah kain diletakkan diatas bahunya untuk menyelimuti dirinya. Diandra menggigit bibir bawahnya untuk mencegahnya berkomentar. Kemudian.. cklek, blam. Pintu ruangannya terbuka lalu tertutup kembali.

Diandra perlahan menegakkan tubuhnya. Sebuah selimut yang entah ditemukan dari mana oleh Dilan, telah disampirkan ke atas bahunya. Bukan hanya tubuhnya yang terbungkus hangat, namun juga hatinya yang langsung merasakan kehangatan dari montir barunya itu. Sekali lagi Diandra memeluk dirinya sendiri dalam balutan selimut itu, sebelum menyingkirkannya. Diandra melipatnya dengan rapi lalu bangkit berdiri.

Kini saatnya pulang dan menghadapi kenyataan hidup. Diandra merasa kembali kuat karena perhatian kecil itu. Bukan hanya masalah di bengkel, namun juga masalah kehidupannya yang ruwet hingga tidak bisa ditemukan ujung dan pangkalnya. Ketika Diandra keluar dari ruangan untuk pulang, dirinya terkejut mendapati Dilan yang masih menyibukkan diri di bengkel.

"Dilan, belum pulang?"

"Sebentar lagi, bos."

"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu."

"Hati-hati di jalan, bos."

Diandra segera menaiki mobilnya lalu berhenti, tidak jauh dari bengkelnya. Diandra penasaran karena jarang sekali para montirnya ini melakukan lembur. Jadi, kenapa Dilan, si montir baru ini melakukan lembur?

Lampu bengkel telah dipadamkan, hanya tersisa lampu pelataran luar. Kini nampak Dilan yang sedang menutup bengkel lalu menaiki motor buntutnya dan menghilang di kegelapan.

"Jadi, dia belum pulang karena menungguiku yang tertidur di kantor?" seru Diandra tidak percaya sambil menunjuk ke arah bengkel dan arah menghilangnya Dilan, bergantian. "Well, aku terkesan."

Sejak saat itu, Diandra selalu memperlakukan Dilan dengan spesial. Mempercayakan banyak hal pada Dilan. Dan Dilan pun tidak mengecewakan harapannya. Dilan, montir terbaiknya yang lebih berharga dari bengkel miliknya sendiri.

Diandra menarik nafas panjang. Hari ini pun dirinya juga lembur, tapi bukan pulang malam, melainkan datang ke bengkel lebih awal. Selama seminggu penuh, sebelum pukul lima pagi, dirinya sudah mendekam di ruangannya untuk meneliti kasus pencurian sparepart di bengkelnya. Diandra tidak ingin lembur malam, karena tidak ingin menyusahkan Dilan lagi.

Beberapa langkah sebelum tiba di depan lift apartemen, langkah Diandra, si lady bos berhenti. Suara ponsel di tas kerjanya berdering. Satu tangan meraih ponsel di dalam tas dan tangan yang lain, menekan tombol lift.

"Halo."

"Jemput aku, Diandra."

Diandra menarik nafas panjang. Sabar. "Kamu dimana?"

"Di bar seperti biasa."

"Kamu membawa mobilku, bagaimana cara aku menjemputmu? Akan kupanggilkan sopir pengganti saja, agar mengantarkanmu pulang. Aku lelah sekali hari ini, Bernard."

"Tidak-tidak, Diandra. Aku ingin kamu yang menjemputku.. Kita akan bersenang-senang malam ini," ucap barbie man, kekasih Diandra. "Aku menunggumu, honey." Klik.

Diandra menatap nanar pintu lift yang terbuka di depannya. Dadanya terasa sesak, ingin menjerit. Diandra mengusap hidungnya yang tiba-tiba berair, tanda hatinya telah menangis. Diandra mendongakkan kepala untuk menghalau air matanya. Diandra menarik nafas panjang dan dalam.

"Bukan saatnya untuk menangis," bisik Diandra sambil mengusap air matanya yang perlahan mengalir. Diandra berjalan kembali ke pintu lobi apartemen, lalu segera memesan taksi untuk menjemput kekasihnya.

Diandra melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul dua puluh nol nol. Diandra duduk melamun di sofa lobi apartemen, sambil menunggu taksi datang.

Bernard adalah teman masa kecil Diandra. Seorang anak lelaki yang tampan dan ceria. Bernard selalu membela Diandra kecil yang pendiam dan kikuk. Bernard pertama kali menemukan Diandra yang menangis sesenggukan di dekat gudang sekolah karena terkena bully. Teman-teman cewek di sekolah tidak menyukai kecantikan dan kekayaan yang dimiliki Diandra, karena itu mereka selalu mengganggu dirinya. Bernard menghiburnya dan menjadi pahlawannya sejak hari itu. Bernard adalah kakak kelasnya, satu tingkat di atas Diandra.

Dimana ada Bernard, disitu ada Diandra. Akhir sekolah menengah pertama, Bernard menyatakan cinta. Diandra dengan senang hati menerimanya. Bernard adalah kekasih pertama di masa remajanya. Diandra melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Hadiah kelulusan wisuda Diandra adalah Bernard melamarnya.

Kedua keluarga menerima dengan sukacita, bahkan orang tua mereka sangat merestui, karena dengan pernikahan Diandra dan Bernard, otomatis perusahan dua keluarga bisa bersatu. Bagaimana Diandra tidak meledak hatinya karena bahagia, jika semua rencana hidupnya berjalan mulus. Diandra mencintai Bernard sepenuh hati.

Namun semuanya berubah. Bernard berubah setelah keduanya berpisah jarak. Diandra melanjutkan sekolah S2 di luar negeri selama dua tahun, sedangkan Bernard memegang kendali perusahaan papanya, sebagai asisten CEO. Bisnis keluarga Bernard adalah distributor utama sparepart mobil dan motor.

Masih segar dalam ingatannya, ketika pertama kali Diandra menemukan Bernard dalam kondisi nge-fly di sebuah bar. Sebuah pesan dari nomer asing masuk ke ponselnya, pukul dua dini hari. Diandra yang sedang terlelap, syok mendapatkan pesan itu. Kemudian Diandra memaksa kakaknya, Barney untuk mengantarkan dirinya menjemput Dion di sebuah bar yang terletak di tengah kota.

"Kenapa kamu jadi seperti ini, Bernard? Apa yang membuatmu berubah? Apakah kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" bisik Diandra muram pada dirinya.

Bernard berubah menjadi pemarah, suka merajuk, dan tidak suka bekerja lagi. Kerjanya hanya keluyuran bersama teman-teman satu geng yang kemudian mengkonsumsi narkoba. Keluarga kekasihnya sudah berusaha memasukkan Bernard ke pusat rehabilitasi. Berhasil, namun ketika keluar dari karantina, Bernard kembali bergaul dengan mereka yang menjerumuskannya pada obat-obatan terlarang. Tubuh gagah Bernard kini sudah banyak berubah, tidak segagah dulu. Hati Diandra selalu menjerit frustasi melihat Bernard yang sama sekali tidak mau berubah. Cengkraman teman-teman laknat itu pada Bernard benar-benar kuat.

"Bu Diandra, taksi yang anda pesan sudah tiba," sela pak satpam yang memanggilnya pelan.

Diandra sedikit tersentak dari lamunannya. Bibirnya berusaha menyunggingkan senyum. "Terima kasih."

Bersambung...