Sepanjang perjalanan menuju lokasi yang diberikan padanya oleh lady bos, keringat dingin terus membasahi punggung Dilan yang terbalut jaket kulit. Dilan menambah kecepatan motornya. Andaikan dirinya punya sayap, dalam sekejap mata pasti Dilan sudah berada di baseman parkir apartemen yang dituju.
"Jika tidak enak badan, kenapa lady bos keluyuran malam-malam begini?" gumam Dilan tidak habis pikir. "Dimana sih si barbie man, kekasih brengsek nya itu? Kenapa lady bos yang sedang sakit, berada di luar rumah sendirian?"
Ckriitt...
"Sialan, kenapa pake macet sih," umpat Dilan yang mengerem mendadak di belakang banyak mobil yang sedang mengular panjang. Dilan berjinjit sambil tetap memegang motornya, untuk melihat hal apa yang membuat kemacetan panjang di ruas jalan yang biasa nya jarang sekali macet.
"Bang, kok tumben macet ya?" tanya Dilan pada seseorang pria yang kaca mobilnya terbuka, yang berhenti di sebelahnya. "Apa abang tahu penyebabnya?"
Pria itu meletakkan lengannya bersandar pada kerangka jendela kaca mobil yang terbuka, lalu katanya, "Aku dengar berita di radio, katanya ada pembunuhan di hotel 'Holiday' di depan sana. Banyak polisi yang berlalu lalang disana, yang membuat jalanan ini macet hampir lima kilometer. Dan masyarakat pun juga kepo ingin tahu. Makanya macet nya jadi tambah panjang."
"Oh begitu. Terima kasih ya" ucap Dilan sambil mengangguk pelan. Kemudian Dilan menoleh ke kanan kiri, untuk mencari jalan alternatif. Dilan kembali memacu motornya yang kebetulan hari ini, dirinya menggunakan motor milik Dyra, sahabatnya di panti asuhan. Sedangkan mobil Jeep buntut miliknya sedang dipinjam untuk mengantar anak-anak panti untuk acara sekolah.
Selang lima belas menit, Dilan berhasil melaju lancar menuju lokasi lady bos berada. Dilan sempat diomeli pak satpam, karena pengunjung motor dilarang masuk baseman parkir mobil. Setelah berdebat melelahkan, pak satpam akhirnya mengizinkan Dilan untuk masuk lahan paling bawah dari apartemen mewah ini.
Dilan memarkirkan motornya di dekat pos penjagaan. Dilan melepas helmnya dan segera berlari untuk mencari mobil lady bos. Dilan memindai setiap plat nomer mobil yang sedang terparkir disana. Dan setelah tujuh mobil, Dilan pun akhirnya menemukan mobil lady bos. Dilan bergegas mendekati mobil itu.
Dok-dok-dok.
"Bos," panggil Dilan panik sambil menggedor kaca jendela mobil di kursi penumpang. Gedoran Dilan yang keras membangunkan lady bos yang terlelap disana. Dengan mata sayu dan tubuh yang lemas, lady bos mengulurkan tangan ke arah pintu pengemudi untuk membuka central lock.
Mendengar klik pintu mobil, Dilan segera membuka pintu penumpang. Dilan menahan nafas ketika merasakan hawa panas yang menerjang dirinya. Dilan memberanikan dirinya untuk menyentuh dahi lady bos. Panas. Sangat panas.
"Bos, anda baik-baik saja? Badan anda panas sekali," kata Dilan khawatir. Dilan tidak tahu berapa suhu tubuh lady bos. Tubuh yang panas tinggi sangat berbahaya. "Aku antar ke rumah sakit ya."
Dengan lemah, lady bos menggelengkan kepalanya. "Tidak usah. Antar aku pulang saja," ucapnya lirih, kemudian memejamkan mata dan kembali tertidur.
Dilan menghela nafas sambil kembali menutup pintu penumpang dengan selembut mungkin. Dengan berlari kecil, Dilan menghampiri pos penjaga baseman parkir.
"Pak, aku titip motorku sebentar ya."
"Kenapa titip-titip? Disini bukan penitipan motor jelek bin buntut milik situ," tukas pak satpam menjengkelkan.
"Aku harus mengantarkan seseorang ke rumah sakit. Dia panas tinggi," jelas Dilan sambil menunjuk ke arah dimana mobil lady bos berada. "Nanti aku akan segera kembali kemari untuk mengambil motor istimewaku itu."
"Panggil ambulans saja."
"Jika aku bisa mengantarnya dengan cepat, kenapa aku harus menelpon ambulans?" sanggah Dilan sambil mengepalkan erat kedua tangannya. Kenapa semua satpam hari ini harus beradu mulut dengannya? Sial!
"Aku tidak boleh memasukkan orang atau barang sembarangan ke dalam area apartemen meskipun hanya sebentar. Aku juga tidak mengenal kamu. Bisa saja kamu adalah buronan polisi," protes pak satpam. "Lagipula jika ketahuan, aku bisa dipecat. Situ mau tanggung jawab jika aku dipecat?" tolak pak satpam yang baru tiga hari bekerja sebagai sekuriti apartemen.
Perasaan jengkel yang luar biasa melanda Dilan, membuat dirinya ingin berteriak dan mencabik-cabik satpam gendut di depannya. Kemudian Dilan mencengkram pergelangan tangan dan menariknya menuju mobil lady bos.
"Hei, lepaskan tanganku," jerit satpam yang badannya ditarik-tarik kasar. "Aku bisa jalan sendiri. Heh!"
"Lihat!" tunjuk Dilan sambil membuka pintu penumpang. "Dia sakit panas tinggi. Jika aku harus menunggu ambulans datang, dia bisa kejang-kejang dan terkena stroke. Wanita ini adalah bosku. Aku tidak tahu berapa lama dia berbaring tidak berdaya seperti ini disini. Dan semakin lama aku menundanya, akan semakin berbahaya kondisinya."
"Tapi...," seru pak satpam bingung.
"Di luar sana sedang ada kerumunan. Ada kejadian besar yang membuat jalanan menjadi macet parah. Ambulans tidak akan datang secepat yang kita inginkan," lanjut Dilan geram. "Dan jika terjadi sesuatu padanya, bapak mau bertanggung jawab??!"
"Baiklah. Baiklah," ucap pak satpam mengalah. "Aku akan menjaga motormu. Kamu segera antar wanita ini ke rumah sakit. Semoga saja dia cepat sembuh."
"Terima kasih," sahut Dilan sambil memukul lengan atas satpam itu dengan sedikit keras, untuk menyalurkan kejengkelan nya. "Aku pergi dulu."
Dilan harus mencari jalan pintas menuju rumah sakit. Akibat keramaian di pusat kota, kemacetan berimbas ke beberapa ruas jalan yang lain. Sambil fokus ke jalan-jalan alternatif terdekat menuju rumah sakit, mata Dilan tanpa henti melihat ke arah lady bos yang sama sekali tidak bergerak.
"Bos, anda dengar aku?"
Tidak ada jawaban.
"Bos, apa anda tertidur?"
Hening. Hanya terdengar hembusan nafas yang berat.
"Bos, jangan buat aku takut," ucap Dilan keras sambil mencengkram kemudi erat-erat hingga memutih buku-buku jarinya. "Bertahanlah bos.. sebentar lagi kita akan tiba di rumah sakit."
Dilan memarkirkan mobil lady bos yang dikendarainya di lobi IGD. Dilan membuka pintu penumpang dan tanpa banyak bicara, segera dibopongnya tubuh lady bos yang sangat lemah. Astaga, Dilan bagaikan menggendong oven panas.
"Letakkan dia disini," perintah seorang perawat pria yang menyodorkan sebuah bankar di depan Dilan.
"Baiklah," jawab Dilan cepat, sambil meletakkan tubuh lady bos dengan lembut. "Tubuhnya panas tinggi."
"Kami akan segera menanganinya," sahut perawat lain yang tiba-tiba saja sudah ada di sebelah Dilan. "Jangan khawatir."
"Baiklah. Terima kasih."
Dilan menatap nanar tubuh lady bos di atas bankar, didorong memasuki sebuah ruangan. Dilan mengusap rambutnya dengan frustasi. Tarikan nafas panjang membuat tubuhnya serasa lemas. Ketegangan yang dirasakannya selama setengah jam terakhir benar-benar menguras energinya.
"Pak," panggil seorang perawat.
"Ya," jawab Dilan memandang lesu ke arah perawat setengah baya yang berdiri di dekatnya.
"Tolong isi identitas pasien."
"Identitas ya," gumam Dilan sambil mengusap tengkuknya. "Tunggu sebentar ya, suster."
Kemudian Dilan berjalan ke arah mobil lady bos yang dalam keadaan pintu terbuka. Dilan meraih tas milik wanita itu dan membawanya kembali ke lobi IGD. Dilan membuka tas dan mengambil kartu identitas lady bos, lalu menyerahkannya pada perawat di meja resepsionis.
Drrrtt-drrrtt-drrrtt-drrrtt
Ponsel lady bos bergetar. Reflek, Dilan meraih ponsel itu. Sebuah nama terpampang di layar ponsel. Dilan menekan tombol hijau lalu meletakkannya di telinganya.
"Halo?"
Bersambung...