Chereads / The Cupid's Arrow : A Choice of Love / Chapter 20 - Bab 20 : Aku baik-baik saja

Chapter 20 - Bab 20 : Aku baik-baik saja

Sebuah rumah mewah berbentuk simetris dengan warna cat dinding eksterior yang didominasi oleh warna putih dan tambahan aksen biru pada bingkai jendela dan pintu, membuat rumah simetris ini tampak sangat menawan. Sisi kanan dan kiri rumah mewah ini dihias dengan tangga putih untuk menuju halaman belakang rumah. Di area teras depan, terdapat sebuah taman mini yang tanamannya pun disusun secara simetris.

Mobil SUV merah milik Diandra memasuki pintu gerbang utama rumah itu. Kemudian Diandra memarkirkan mobilnya tepat di depan anak tangga yang menuju ke teras. Sebuah tas olahraga diambilnya dari jok belakang mobil. Kemudian Diandra turun dari mobil dan berjalan menuju teras rumah. Disana, dia disambut dua orang asisten rumah tangga.

"Nona Diandra, selamat datang."

"Hm," sahut Diandra sambil mengangguk. "Papa dan mama masih tidur?"

"Ya nona. Tuan dan nyonya besar, masih tidur. Tuan muda Barney sedang berenang pagi di kolam indoor," jawab salah satu dari pelayan itu. Sedangkan asisten rumah tangga yang lain menerima kunci mobil dan tas olahraga yang disodorkan oleh Diandra.

"Baiklah," jawab Diandra seraya mengibaskan tangannya agar kedua asisten rumah tangga itu segera menyingkir darinya.

Sebulan sekali, Diandra selalu menyempatkan diri untuk datang dan menginap di rumah mewah keluarganya. Di rumah masa kecilnya ini, Diandra memberikan kesempatan pada dirinya untuk rileks dan melupakan semua permasalahan yang terjadi. Dirinya akan menikmati semua fasilitas mewah di rumah kedua orang tuanya.

Langkah pertamanya diarahkan pada sebuah grand piano hitam di dekat kaca besar yang menghadap ke kolam renang. Diandra melebarkan kelima jarinya dan mengelus piano itu sebelum duduk di kursinya. Diandra membuka penutup tuts piano itu.

Diandra menutup mata dan menarik nafas panjang sambil meletakkan kesepuluh jarinya diatas tuts piano. Tidak lama kemudian, mengalun melodi Sonatina in C major 36. Diandra menikmati alunan ringan, cepat, dan pelan, yang berganti-ganti nada dengan apik. Meski kini sudah jarang memainkan piano, namun dasar piano klasik yang sudah dipelajarinya semenjak usia taman kanak-kanak tidak mungkin dilupakan begitu saja.

Plok-plok-plok.

Diandra mendongak dan mendapati Nyonya Johnson sedang tersenyum lembut padanya. "Permainanmu selalu sempurna, sayang. Sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan permainan kakakmu yang menyakitkan telinga."

"Mama," sapa Diandra sambil menutup penutup tuts piano dan berdiri. Diandra mendekati mamanya dan mencium kedua pipinya. "Tapi kakak selalu lebih sayang dan perhatian pada mama daripada aku."

"Jika ada maunya saja, kakakmu selalu menjadi laki-laki yang manis," omel Nyonya Johnson sambil menepuk pipi putrinya. "Tapi kamu selalu menjadi kesayangan mama."

Diandra menekankan telapak tangan mamanya ke pipi lebih erat. Diandra ingin menghisap sebanyak mungkin, kenyamanan yang ditawarkan mamanya. Ingin rasanya Diandra kembali menjadi anak kecil yang selalu bisa mengandalkan kedua orang tuanya untuk menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi. Dewasa tidaklah seindah yang dibayangkan.

"Kamu mau sarapan dulu?" tawar Nyonya Johnson sambil menggandeng lengan Diandra. "Kamu terlihat kurang sehat, sayang."

"Jangan khawatir mom. Aku baik-baik saja," sahutnya dengan senyum yang menenangkan Nyonya Johnson, mamanya. "Aku ingin berenang dulu. Sekalian mengobrol dengan Kak Barney."

"Oke. Tapi kalian jangan bertengkar ya," nasehat Nyonya Johnson yang memahami kedua anaknya yang suka sekali berdebat satu sama lain. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa keduanya saling mendukung dan menyayangi.

"Siap madam," jawab riang Diandra sambil memegang kedua bahu Nyonya Johnson dan mendorongnya menjauh.

Kemudian Diandra berjalan menuju kamar tidurnya untuk berganti bikini seksi terusan monokini push up one piece berwarna hitam putih, yang baru saja dibelinya minggu lalu. Diandra selalu berenang di rumahnya. Dirinya jarang menggunakan fasilitas apartemen nya, seperti kolam renang ataupun ruang gym, karena pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan di sana.

Sambil mengenakan bathrobes silver diatas bikini nya, Diandra berdecak sebal ketika teringat kejadian yang menyebalkan yang terjadi ketika dirinya menggunakan fasilitas apartemen. Diandra sudah melaporkan penyerangan itu pada pihak apartemen, namun pelakunya tidak tertangkap. Sejak hari itu, Diandra tidak pernah lagi menggunakan fasilitas publik itu.

"Andai aku bisa karate, aku pasti habisin si bejat itu," geram Diandra sambil menarik ketat tali bathrobes nya.

Penjahat itu ternyata sudah menguntit Diandra ketika dirinya menggunakan ruang gym dan juga kolam renang. Diandra tidak dapat menebak berapa lama penjahat itu telah menguntit dirinya. Rekaman CCTV yang diperiksa pihak keamanan juga tidak ada terlihat sosok yang mencurigakan.

Kemudian dengan kurang ajar nya, penjahat itu mencuri bikini oranye milik Diandra. Beberapa hari kemudian, beberapa lembar foto dirinya yang sedang berlatih di ruang gym dan berenang, dikirimkan ke apartemen nya. Benar-benar kurang ajar. Bulan itu juga Diandra pindah ke apartemen yang baru yang lebih ketat pengamannya. Namun, dirinya masih trauma untuk menikmati fasilitas apartemen.

"Kamu datang, Diandra," sapa Barney, kakak Diandra yang sedang berbaring santai di kursi kolam renang. Barney membuka kaca mata hitamnya dan menggeser tubuh atletisnya yang kecoklatan, dari berbaring menjadi duduk.

"Halo Kak Barney," sapa Diandra sambil membungkuk dan mengecup pipi kakaknya. "Kapan kakak datang ke rumah?" tanyanya lanjut seraya mengumpulkan rambutnya lalu mengikatnya ke atas kepala.

"Dua hari yang lalu," jawab Barney sambil mengamati Diandra yang melepaskan bathrobes nya sehingga nampaklah postur tubuh seksi adiknya. Namun sedetik kemudian, Barney menggeleng tidak suka setelah mengamati postur Diandra dari atas ke bawah. "Kamu kurusan, Diandra. Dan wajahmu pun nampak pucat. Apa kamu sedang ada masalah?" tanya kakaknya khawatir.

"Aku baik-baik saja," elak Diandra sambil melakukan pemanasan sebelum masuk ke kolam renang. "Aku berenang dulu."

"Tidak," cegah Barney sambil merenggut lengan Diandra. Tangannya mengusap sayang pipi adiknya. "Kamu tidak baik-baik saja, adikku. Katakan padaku, apa yang telah terjadi."

Diandra menjepit hidung Barney, kakaknya dengan gemas. "Jangan cemaskan aku. Lebih baik kamu cemaskan permainan piano mu yang sangat mengganggu pendengaran mama."

"Hei, itu tidak benar," sembur Barney tidak terima. "Mama selalu memuji jika aku memainkan beberapa lagu untuknya."

"Ck, pasti mama memuji kejelekan mu bermain piano," sindir Diandra seraya menjauhkan diri dari jangkauan kakaknya.

Barney yang tidak terima dengan ejekan adiknya, langsung memiting kepala Diandra. Tapi sedetik kemudian, Barney langsung menegakkan kepala Diandra dan menyentuh dahi dan leher adiknya. Sedikit hangat.

"Kamu demam?"

"Tidak."

"Tapi, badanmu sedikit hangat. Lebih baik jangan berenang dulu," nasehat Barney yang meraih bathrobes adiknya dan hendak memasangkan nya lagi.

"Aku baik-baik saja, kakakku sayang," jawab Diandra menenangkan. "Sekarang aku ingin mendinginkan badan dulu."

"Tapi.."

"Jangan cerewet," gerutu Diandra sambil mendorong tubuh kakaknya menjauh. Lalu Diandra buru-buru menyeburkan diri ke kolam renang, untuk mencegah Barney mencerewetinya.

Byur.

"Hei, Diandra," panggil Barney yang berteriak-teriak di pinggir kolam renang, yang sama sekali tidak digubris oleh adiknya yang terus meluncur di air.

"Aku baik-baik saja. Jangan berisik!"

Bersambung...