Entah apa yang menyambangi pikiran Sieghart sehingga ia memberanikan diri mengetuk pintu kamar Viori.
"Maaf jika saya mengganggu, tapi apakah anda baik-baik saja?"
Raut wajah Sieghart tulus khawatir membuat Viori tidak enak hati jika menuangkan emosinya ke Sieghart.
"Saya tidak apa-apa, justru saya yang minta maaf, pasti Sieghart dan ksatria lainnya terkena omelan Duke."
Bahkan Sieghart pun merasa tidak nyaman mendengat Lucius dipanggil dengan Duke oleh Viori, pantas wajah Lucius terlihat tidak karuan saat keluar dari kamar tadi.
Sieghart mengulaskan senyum halus. "Tentu tidak, tolong beritahu saya kalau ada yang bisa saya bantu". Sieghart menutup pelan pintu kamar tidur Viori.
Semudah itu hati Viori ditenangkan oleh Sieghart.
Saat Viori hendak duduk di sofa, sekali lagi ia mendengar pintunya diketuk. Ia melihat Sieghart yang setengah menongol dari balik pintu.
"Maaf saya mengganggu lagi, tapi jika Duchess berkenan bagaimana kalau besok pagi saya temani berjalan-jalan di taman... seperti dulu"
Mendengar kata 'seperti dulu' Viori reflek mengernyitkan dahinya.
Wajah Sieghart pun seketika berubah menjadi seperti seekor Golden Retriever yang melakukan kesalahan dan takut dimarahi.
Viori reflek mengeluarkan sedikit tawa.
"Baiklah, besok tolong temani aku berjalan-jalan"
Wajah Sieghart kembali cerah dan dengan penuh senyum menutup pintu.
Viori merebahkan dirinya di kasur tanpa mengganti pakaiannya. Ia bahkan terlalu lelah dengan banyaknya pikiran untuk bergerak. Sambil perlahan-lahan melepas pernak-pernik dan aksesoris yang dipakainya ia menghela napas terus menerus.
"Lucius bertingkah aneh benar-benar membuat kepalaku pusing. Setidaknya aku bisa berteman dengan Mikhail, tapi aku bahkan belum bisa menjelaskan pertolongan yang akan kubutuhkan di masa depan... huft"
Hari itu Viori tertidur dengan kepala berat dan tubuh yang lelah.
Cuaca hari esoknya bagus bukan main, seolah langit tahu bahwa Sieghart akan berjalan-jalan dan menikmati pemandangan hari ini sehingga cuacanya haruslah yang terbaik. Matahari bersinar terang tapi tidak terik, angin berhembus tapi tidak dingin dan udaranya terasa sangat segar, membuat siapapun rasanya ingin merebahkan diri di padang rumput.
"Viori terlihat sangat lelah, bagaimana jika ia pingsan dan tidak sadarkan diri lagi? Sepertinya aku harus menyarankannya untuk mengurangi pergi ke ibukota." Sieghart menggumam dengan dirinya sendiri sambil menunggu didepan pintu kamar Viori.
Viori bergegas bersiap dengan bantuan Rena. "Aku harus menikmati hari ini sepenuhnya! Tidak perlu memikirkan Lucius! Ataupun hubunganku dengan Mikhail! Saatnya bermalas-malasan di taman!" Viori terlihat sangat semangat, rasanya jika ada yang melihatnya mereka pasti berpikir Viori akan maju perang.
Dengan gaun musim panas warna ungu yang ringan dan sederhana Viori keluar dari kamar dan segera menyodorkan tangannya ke arah Sieghart. Dengan penuh senyum Sieghart menambat tangan Viori dan menuntunnya berjalan.
Mereka berjalan-jalan di taman sebelum akhirnua duduk di dekat pohon sambil Rena menyiapkan teh dan kue.
"Tuan Ksatria, tolong duduk dan temani saya. Sudah lama saya tidak berbincang-bincang dan menikmati teh bersama teman." Viori mengagetkan Sieghart dengan permintaannya.
Sieghart jelas memberikan wajah bingung dan ragu, tapi Viori malah tersenyum sumringah seakan tahu bahwa pada akhirnya Sieghart akan mengalah dengan permintaanya.
"Memang saya tidak bisa melawan Duchess." Sieghart bergumam sambil tersenyum.
"Apakah hari ini Duchess merasa lebih baik?"
Sieghart mengamati Viori dengan penuh kekhawatiran.
"Sepertinya begitu, apalagi sambil ditemani Tuan Ksatria."
Entah kenapa karena menyadari Viori yang berhenti memanggil Duke dengan nama, ia merasa ingin mencoba meminta Viori memanggil namanya. Ada perasaan aneh yang ingin membuatnya lebih superior dari Lucius.
"Duchess, jika tidak apa-apa, mungkin ada bisa memanggil saya dengan lebih nyaman?" Kalimatnya sedikit berputar-putar karena ragu.
"Memanggil dengan sebutan apa?" Viori memiringkan kepalanya dan berpikir
"Memanggil saya dengan nama." Sieghart masih terlihat malu-malu.
"Dengan nama bagaimana?" Maksud Viori adalah haruskah dia memanggil Sieghart dengan Sir, Tuan atau sebutan formalitas tertentu.
"Everard." Pikir Sieghart dalam hati. Alangkah senangnya jika Duchess dapat memanggil nama aslinya.
"Sieghart saja tidak apa-apa." Sieghart tersenyum tipis.
"Baiklah, silahkan diminum tehnya, Sieghart."
Walaupun Viori tidak bisa memanggil nama aslinya, Sieghart tetap merasa senang dan lebih menang dibanding Lucius. Entah kenapa juga ia merasa harus lebih menang daripada Lucius, ia juga bingung. Tapi yang ia tahu pasti, ia merasa nyaman saat Viori memanggil namanya.
----
"Hari ini Duchess bersantai di taman sambil meminum teh...." entah kenapa kalimat Reinhard berakhir aneh dan menggantung.
"Ada apa? Adakah yang aneh??" Lucius bisa merasakan keraguan Reinhard melanjutkan kalimatnya. Rambut merah Reinhard terlihat bergetar takut, malah membuat Lucius semakin bingung.
"Tuan Sieghart.... d-duduk bers-sama Duchess saat minum t-teh...."
Mengetahui bahwa seorang ksatria yang harusnya menjaga bangsawan malah duduk bersantai dengan tuannya saja sudah membuat Reinhard pusing dengan masalah yang akan ditimbulkan, apalagi Lucius akhir-akhir ini menaruh perhatian lebih pada Viori sehingga sepertinya amarahnya akan dilipatgandakan.
Raut wajah Lucius mengeras, dahinya berkerut dan nada bicaranya makin dingin. "Reinhard Driar, sejak kapan kau menjadi sekretaris tidak becus yang tidak bisa menyelesaikan kalimatnya."
Reinhard merasakan aura kematian datang dari Lucius. Aura yang hanya dapat dilihat setelah menyelesaikan perang atau berhasil menaklukan kerajaan lain.
"Lalu Duchess mulai memanggil Tuan Ksatria dengan namanya." Reinhard menyelesaikan kalimatnya dalam sekali napas, ia tadinya ingin menutup matanya tapi rasanya Lucius bisa tiba-tiba mengamuk sehingga ia malah tidak berani menutup mata.
"Bereskan ini, aku akan ke Istana Altair" Perintah Lucius singkat.
Reinhard bahkan tidak sempat mengiyakan perintahnya saat Lucius langsung mengenakan jubahnya dan berjalan keluar.
----
Matahari sudah tenggelam dan Viori sudah berganti pakaian, ia berencana menghabiskan sorenya dengan membaca buku yang akan dibicarakannya dengan Mikhail minggu ini sampai tiba-tiba seorang pelayan mengantarkan kabar dengan wajah pucat sambil terngah-engah.
"Ampuni ketidaksopanan saya, Duchess. Tapi Duke sedang menuju kesini."
Rena yang kaget mendengar kabar itu reflek mengambil baju dan hendak membantu Viori mengganti gaun tidurnya. Walaupun mereka suami-istri, tidak sopan menggunakan gaun tidur saat tidak menghabiskan malam bersama.
Viori menahan Rena sambil mengehela napas. "Biarkan dia masuk."
Setidaknya jika ia melihat aku menggunakan gaun tidur, ia akan mengerti bahwa kedatangannya tidak diharapkan dan mengganggu istirahatku.
Saat pintu dibukakan, Viori sudah menunggu di sofa, memberikan salam sambil membungkuk lalu dengan buru-buru duduk. Ia ingin memberikan kesan lelah dan buru-buru ingin beristirahat.
"Apa yang membuat kedatangan Duke kesini?" (Viori menggunakan bahasa formal)
"Bukankah sudah cukup kau bermain-main?" (Lucius berbicara dengan bahasa informal)
"Apa maksud Duke bermain-main?" Viori mengernyitkan kenihnya bingung.
"Kau sudah cukup bercengkeramah di ibukota, dan sekarang ingin mendekatkan diri dengan Sieghart!"
DEG! Viori terdiam. Begitu banyak hal terlitas di kepalanya. Tapi yang menonjol dan paling jelas adalah bagaimana Lucius bisa tau mengenai ibukota. Jika ia tahu soal Sieghart, itu wajar karena terjadi di dalam Istana dan Lucius bisa saja menanyai pelayan manapun mengenai hari ini. Tapi di ibukota Viori hanya ditemani oleh Rena dan satu orang kstaria lainnya yang berjaga jauh dari toko buku.
"Siapa?" Viori bertanya.
"Apa maksudmu?" Lucius balik bertanya dengan frustrasi.
"Siapa yang kau kirim untuk mengikutiku?"
.
.
.