Chereads / MY TRUE FAMILY / Chapter 19 - Langkah Pertama Juno

Chapter 19 - Langkah Pertama Juno

Juno masih berdiri di depan bangunan hotel yang menjulang tinggi. Langkahnya semakin berat saat ia melihat dirinya sendiri dari pantulan bayangan ada kaca pintu hotel.

Mengenakan pakaian formal memang sudah bukan hal baru, namun kali ini dia bukan berperan sebagai mahasiswa, melainkan bos. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Memikirkan skripsi saja dia enggan, sekarang dia harus memikirkan pekerjaan yang juga bertanggungjawab penuh pada ayahnya.

Juno bertemu dengan seorang pria yang Nampak berusia lebih tua darinya. Hanya perkenalan singkat, mereka lalu masuk untuk mengawali langkah Juno hari ini.

"Selamat datang, Pak."

"Selamat pagi, Pak."

Semua karyawan hotel memberi salam kepada Juno yang baru datang dengan didampingi oleh Hendra, seorang staf yang dipilih Papa untuk mendampinginya selama bekerja. Dengan kata lain, Hendra adalah sekretaris Juno yang akan mendapatkan jabatan sebagai Manager pemasaran.

Rupanya banyak dari karyawan yang telah mengenali Juno bahkan sebelum dia mulai bekerja. Disaat seperti ini, dia merasa harus menyalahkan Joni karena berwajah mirip dengannya.

Dia pernah masuk ke hotel ini, namun suasananya menjadi sangat berbeda setelah orang-orang memanggilnya 'Pak' dan memberikan salam. Terlebih karena dirinya yang masih sangat muda, Juno merasa ada suatu hal yang tidak nyaman di benaknya.

Joni yang sedang berbincang dengan seorang penjaga keamanan di loby, langsung terdiam setelah pandangannya tertuju pada sosok pria gondrong yang mengikat rapi rambutnya itu. Samar, ia menyunggingkan senyum karena berhasil membuat pria itu kemari.

"Dimana mobilku?" tanya Juno pada kembarannya tanpa basa basi.

"Eh? Bukannya kamu kemari untuk bekerja?" ujar Joni yang memindai penampilan si bungsu dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Aku akan memberitahumu setelah kamu siap bekerja," imbuhnya.

Juno mendengkus. Dia sudah tidak ingin lagi mengumpat karena dia sudah melakukan itu sejak dirumah. Dia hanya diam menatap kedua amnik coklat saudara kembarnya itu.

Joni menyunggingkan senyum manisnya. "Pak Hendra tolong antarkan dia ke ruangannya," pintanya pada pria yang sedari tadi berdiri disamping Juno.

"Baik, Pak. Mari saya antar, Pak Juno." Hendra memimpin langkah berat bos barunya.

"Semoga beruntung," ucap Joni lirih saat Juno melewati dirinya. Hal itu membuat si bungsu semakin kesal, namun dia hanya menatap Joni lekat tanpa mengatakan apapun.

Masih dengan tawa puasnya. Joni lalu mengambil ponsel dalam saku dan menelepon.

"Halo, Pak Irawan. Tolong keluarkan mobil Juno di garasi motor dan pindahkan ke tempat semula. Terimakasih." Telepon singkat.

"Ahh dasar buntut mudah sekali ditipu," ucap Joni masih menertawakan kembarannya. Dia harus segera menghubungi Jeje dan membagikan kabar menyenangkan ini. Mereka berhasil membuat si keras kepala pergi ke kantor walau harus ditipu terlebihdulu.

Jika harus jujur, sebenarnya Juno hanya menginginkan mobilnya. Namun dia juga bukan seorang pria lemah yang harus pergi setelah memutuskan untuk menginjakkan kaki di kantor.

Dia memandangi seluruh sudut ruang kerjanya. Sudah disiapkan khusus untuk Manager Pemasaran, Herjuno Pambudi. Dia mengerutkan dahinya, dia bertanya-tanya kenapa dirinya menjadi Manager sementara Joni mendapatkan jabatan yang lebih tinggi.

"Pak Hendra. Bisakah kamu memberiku struktur organisasi perusahaan yang terbaru? Aku juga meminta rincian tugas dan fungsi jabatanku. Aku perlu mengetahui … apa wewenang dan hal lain yang bisa kulakukan untuk perusahaan dan terhadap Joni."

"Emm semuanya sudah ada diatas meja, Pak."

Juno mengerutkan dahinya, dia lalu menatap Hendra.

"Kenapa?" tanya Juno. "Apakah sangat Nampak aku terlalu polos tentang pekerjaan ini?" tambahnya.

Hendra tertawa samar. "Saya hanya ingin membantu. Ini mungkin sedikit sulit saat masih pertama bagimu. Saya akan kembali ke tempat, jika anda membutuhkan sesuatu atau apapun bisa menghubungi saya atau Celline, Pak. Semua nomor sudah tertera pada telepon diatas meja,"ujar Hendra menjelaskan.

Juno mengangguk samar. Dia merasa seperti sedang berada di sebuah permainan dengan rintangan berat untuk bertahan hidup. Namun sebenarnya ini tidak terlalu buruk. Juno hanya perlu membiasakan diri.

Dia membuka beberapa berkas yang ada diatas mejanya.

"Ah ya ampun! Aku terlalu malas untuk membaca semua ini," keluhnya.

Pandangannya segera tertuju pada daftar tugas dan wewenang semua jabatan perusahaan. Cukup lama dia mengamati semua berkas dan bagan yang ada, untuk sementara dia memahami kalau struktur perusahaan keluarganya ini sedikit berbeda dari perusahaan lain.

Mereka hanya memiliki satu direktur yang bertanggungjawab langsung pada Komisaris, namun dia juga bertanggungjawab untuk semua divisi yang ada.

Juno memijat pelan kepalanya. Entah sudah berapa kali dia mengeluh, dia benar-benar tidak mengenal perusahaan ini sama sekali.

Papa ingin bertemu dengan Juno, Hendra yang menyampaikan itu karena dia mendapat telepon dari Pak Han.

Juno tidak menolak. Walau langkahnya sangat berat, dia yang sudah memutuskan untuk bergabung tidak akan membuat dirinya nampak buruk lagi dihadapan Papa.

Hari-hari baru dengan berbagai hal baru telah siap untuk dilalui. Namun bukan keberuntungan bagi Juno saat ia harus mulai memikirkan Skripsi juga harus memikirkan pekerjaan.

Walau bagaimanapun, dia tetap harus lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjananya.

Lanjut kuliah ke luar negeri, itulah yang ada di daftar hal yang akan dia lakukan selanjutnya.

Papa sangat mendukung, beliau bahkan membiarkan ketiga anaknya itu untuk mendapatkan gelar master sebelum benar-benar siap untuk menjadi pimpinan di hotel.

.

.

Membaca kebutuhan pasar berdasarkan grafik bulan lalu, membuat strategi baru dan mempersiapkan presentasi untuk projek yang harus dilakukan.

Juno merasa kalau dirinya mendadak pintar namun juga mendadak bodoh disaat yang bersamaan. Karena disaat dia menemukan ide, saat itu juga dia menjadi sulit untuk memikirkan hal lain.

Dia bahkan kehilangan berat badan karena tidak lagi begitu memikirkan tentang makan.

Jeje selalu membantu, begitupun dengan Joni.

Namun si bungsu tidak ingin terlihat manja, karena dia tidak ingin selalu dianggap bocah oleh kedua kembarannya itu padahal usia mereka sama dan hanya berselisih menit.

Juno sama sekali tidak mengabaikan Hendra. Dia selalu berkomunikasi dengan baik dan tidak jarang pula meminta pendapat kepada sekretarisnya itu mengenai hal yang harus dia lakukan.

Kegigihan Juno itu diketahui oleh kedua saudaranya dan juga Papa. Walau masih belum sepenuhnya menguasai medan, namun Juno sudah memahami alur perusahaan dan dapat bekerja sesuai dengan SOP.

Suatu hal terbesit di benak Juno yang mulai merasakan lelahnya bekerja. Dia ingin menyelesaikan semua permainan ini dan mendapatkan tropi kemenangan. Walau sebenarnya dia tahu kalau ini bukanlah permainan yang akan dia selesaikan begitu saja.

Ini adalah kehidupan yang sebenarnya, berat dan tidak berujung.

Dia tidak mengatakan pikirannya itu pada siapapun. Dia hanya masih perlu membuktikan pada semua roang tentang dirinya yang juga dapat diandalkan seperti Jeje dan Joni.

***