Chereads / MY TRUE FAMILY / Chapter 25 - Satu Masalah Terselesaikan

Chapter 25 - Satu Masalah Terselesaikan

Ruang rapat dipersiapkan khusus untuk acara konferensi pers yang akan dilakukan oleh Juno. Sejak pagi-pagi sekali, bagian kantor sudah dipenuhi oleh awak media baik cetak maupun digital, baik yang diundang maupun yangtidak.

Sebuah keramaian yang belum pernah dibayangkan oleh siapapun karena bukan mengenai urusan bisnis, melankan pelurusan masalah.

Banyak pihak disibukkan dengan penjagaan juga persiapan di dalam ruangan.

Sedikit terlambat dari yang dijadwalkan, pihak hotel membiarkan media masuk setelah banyak dari media yang protes dan menghampiri pihak keamanan.

Bukan tanpa alasan, seluruh persiapan sungguhlah dadakan, Junopun masih belum dapat dihubungi oleh Hendra yang juga mulai mendapat banyak pertanyaan dari Om Tama, salah seorang yang membantu persiapan acara tersebut.

Joni dan Jeje tiba terlebihdulu, namun tidak lama berselang, sosok yang paling ditunggu akhirnya menampakkan batang hidungnya.

Suasana menjadi menjadi semakin menegangkan. Semua media segera mengarahkan kamera pada Juno yang kali ini mengenakan setelan berwarna biru muda.

Si bungsu itu sempat mengedarkan pandangannya pada semua orang, hanya untuk memastikan kalau ternyata dirinya benar-benar diminati oleh banyak pihak.

Kiat cahaya dari kamera ramai sekali, udara di ruangan menjadi terasa hangat dengan kadar oksigen yang semakin terbagi.

Hendra menunggu dibagian luar, dia masih harus membereskan hal lain yang telah diminta oleh atasannya untuk bersih hari ini juga.

..

"Sebelum saya membicarakan mengenai skandal yang sangat ramai dan kalian sangat ingin dengar itu. Saya akan bertanya terlebihdulu kepada kalian semua, khususnya pada rekan media yang telah hadir untuk menyimak." Juno bicara dengan posisi tubuhnya yang tegap, sama sekali tidak terlihat seperti Juno yang biasanya akan terlihat tidak serius.

"Apa kalian mmempunyai teman? Teman baik atau sahabat?" tanyanya masih dengan sikapnya yang sangat professional.

"Pria itu bernama Valerian. Dia adalah vocalis dari grup band amatirku saat masih di universitas, kami berteman dengan sangat baik. Kurasa bukan hanya dia, kami semua, seluruh anggota band merupakan teman baik," sambung Juno. Dia sedikit melirik ke bagian layar di bagian kiri ruangan yang telah disiapkan untuk menampilkan banyak foto kebersamaannya dengan Val juga teman-temannya yang lain.

Semua awak media menyimak dengan seksama.

"Kami sering menghabiskan waktu bersama. Kurasa … kalianpun sering menghabiskan waktu bersama dengan teman baik kalian, benar 'kan? Lalu apakah kalian pernah memeluk mereka?" tanya Juno lagi.

Beberapa awak media saling pandang, beberapa lagi mengangguk pelan. Om Tama yang duduk di samping Juno hanya diam, menyimak kalimat keponakannya itu.

"Sebagai rekan kerja, aku yakin kalian pernah memeluk teman kalian. Bukankah hal itu juga merupakan hal yang aneh untuk dilakukan oleh dua orang pria, bagi sebagian besar orang? Namun hal itu menjadi biasa saja karena kita berpikiran terbuka. Lalu kenapa, hanya karena aku menggandeng temanku, kalian meributkannya dan menjadikannya sebuah skandal? Apakah kalian tidak bisa berpikiran terbuka untuk ini? Kurasa kalian telah salah paham dengan kejadian itu."

Suasana hening sejenak, hanya suara kamera yang terus memotret yang terdengar.

"Ahh, kalian terlalu mengurus hal sederhana untuk menjadi hal besar yang tidak penting. Aku ingin minta maaf karena membuat kalian mendapat banyak pekerjaan karena hal ini. Tapi bisakah kalian memilah hal yang lebih bagus untuk diberitakan? Lagipula, masalah asmara itu adalah masalah pribadi. Kalaupun ternyata aku memiliki ketertarikan para pria, apa itu akan mengganggu hidup kalian?"

Joni tersentak mendengar kaliamt akhir dari Juno, dia nyaris saja berdiri namun ditahan oleh Jeje yang segera menepuk pelan bahunya.

Juno menatap jam tangannya, "Maaf aku harus pergi karena ada urusan. Sekian klarifikasi dariku, untuk selanjutnya aku hanya menyerahkan kepada kalian. Media yang berkualitas, maka akan hanya menyiarkan kabar yang berkualitas pula," ujarnya yang segera berdiri hendak meninggalkan ruangan.

Om Tama menghalangi jalannya dan mengatakan kalau Juno harus memberikan sesi tanya jawab sebelum pergi. Namun si Bungsu itu mengabaikan dan hanya mengangkat telepon lalu segera pergi.

"Ah pak Manager (Om Tama), setelah anda selesai membereskan semuanya, silahkan ke ruanganku." Juno berbalik sebentar sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkah.

Juno dengan ditemani oleh Hendra menu ruangannya. Dia kembali membaca semua berkas yang baru diserahkan oleh asistennya itu. Banyak sekali dan itu sungguh mengejutkan.

Masih dengan banyak dokumen di tangannya, ponsel Juno bordering dan itu adalah panggilan dari 'Broder Jojon'.

"Halo, aku sedang sibuk sekarang. Kamu marahnya nanti saja, oke?"

Singkat. Juno yang sudah tahu kalau saudaranya akan memearahinya itu segera saja menutup teleponnya. Konferensi pers dadakan yang kacau, begitulah kira-kira isi kepala Joni sekarang.

"Kamu sudah mengecek ini?" tanya Joni pada Hendra yang masih berdiri di dekatnya.

Hendra mengangguk, "Semua dokumen divisi kita bahkan saya cek, Pak."

Juno menarik napas panjang.

Hanya berselang beberapa menit, Om Tama mengetuk pintu dan segera masuk ke ruangan Juno. Hendra segera undur diri, dia tidak ingin ikut dalam perbincangan antara dua orang itu.

"AKu minta tolong untuk bantu cek dokumen ini, Om." Juno menyerahkan dokumen yang sedari tadi ia pelajari. Dia lalu duduk di kursi nyamannya.

"Kalau dilihat-lihat, tanda tanganku pada berkas itu terlihat berbeda dengan tanda tanganku yang biasa. Aku bahkan lupa kalau pernah memiliki pena dengan tinta biru," ujar Juno. "Apa mungkin tanda tanganku dipalsukan?" ujarnya lagi sedikit lirih.

Om Tama terlihat terkejut. "Mungkin kamu lupa atau mungkin juga kamu memakai pena milik asistenmu. Ini adalah dokumen miliku, mana mungkin ada orang yang memalsukannya."

"Ah benar juga. Itu adalah dokumenku, berkas kontrak pembelian apartemen, bangunan mewah itu, semuanya juga atas namaku dan bertanda tangan. Tapi aku tidak pernah berencana untuk membeli disana, aku bahkan telah menyiapkan lahan untuk membangun rumahku sendiri."

"Begitukah? Kukira kamu menginginkannya saat kita bekerjasama dengan mereka untuk acara tahunan hotel. Mungkin saat itu kamu tertarik lalu membeli satu unit," ujar Om Tama.

"Wah ingatan Pak Manager bagus sekali, aku bahkan lupa pernah tertarik dan ingin membeli satu."

Om Tama mengangguk pelan, dia masih membuka dokumen dari Juno perlahan.

"Aku yakin itu bukan aku," kata Juno yakin.

Dia segera menuju meja dan menghamburkan beberapa dokumen lain yang menampakkan seluruh tanda tangannya yang menggunakan tinta hitam.

"Semuanya rapi dan hitam. Aku juga tidak memiliki riwayat peralanan ke tempat itu untuk transaksi. Orang lain dengan memakai namaku, dialah yang melakukannya," suara Juno sedikit meninggi.

Juno menatap Om Tama lekat.

"Hanya Om Tama yang bisa menirukan tanda tanganku, aku ingat kita pernah menjadikan ini lelucon saat jam makan siang."

"Kamu menuduhku? Hah kamu menuduhku menebak keponakanku sendiri? Apa kamu piker aku orang yang seperti itu?!"

"Aku mendapatkan banyak bukti," ujar Juno. "Ahh aku juga memiliki rekaman kamera pengawas yang memperlihatkan anda sedang berbincang dengan seorang staf bernama Angga. Sayangnya dia telah menceritakan semuanya pada kami. Kurasa itu bukti yang cukup untuk membawa anda ke pihak berwajib."

Om Tama diam.

"Atau … hari ini adalah terakhir anda menjabat sebagai Manager, juga terakhir anda bekerja di perusahaan. Aku ingin satu jam dari sekarang, surat pengunduran diri anda telah ada di mejaku. Aku akan memberikannya pada pak Komisaris (Joni) untukmu."

Belum ada respon apapun. Suasana ruangan Juno menjadi sangat canggung dan tidak nyaman.

Keheningan mereka dipecahkan dengan masuknya seseorang tanpa mengetuk pintu terlebihdulu.

Juno dan Om Tama segera menoleh karena terkejut.

"Papa?" kedua mata Juno terbelalak dengan atmosfer yang semakin tidak nyaman.

***