Chereads / MY TRUE FAMILY / Chapter 17 - Direktur dan Manager Baru

Chapter 17 - Direktur dan Manager Baru

Bangunan hotel mewah dengan nuansa alam dan desain modern dan berkelas, menjulang tinggi menyambut Joni dan Jeje yang baru saja tiba. Pandangan keduanya segera lekat pada kilau beberapa bagian bangunan yang terbuat dari kaca. Jeje bahkan hingga berdecak. Tidak untuk mengagumi bangunannya, dia hanya merasa mendadak gugup karena akan menjadi bagian dari bangunan mewah itu.

"Aku akan menjadi sosok 'ibu' disana? Ahh ya ampun. Baru membayangkannya saja aku sudah merinding," gumamnya seraya menghembuskan napas panjang.

Tidak hanya dengan bangunan mewah yang banyak berubah sejak terakhir mereka berunjung saat masih sekolah, mereka juga dikejutkan dengan penyambutan untuk mereka oleh semua karyawan dan kepala bagian.

"Selamat datang, Tuan!" Pak Han memimpin karyawan lain dengan memberi salam.

Joni dan Jeje sampai menelan ludah dengan adanya hamparan karpet merah dan deret karyawan yang berjajar rapi dengan salam mereka. Keduanya hanya segera membalas dengan mengangguk, mereka mendadak kehabisan kata-kata untuk membalas sambutan hangat itu.

Pak Han nampak sambil sedikit clingukan. Beliau belum berpindah dari posisi, masih menunggu seseorang yang diharapkan akan muncul.

"Hari ini dia jadwal kuliahnya padat, Pak." Joni tahu kalau pak Han sedang mencari Juno. Dia hanya memberikan jawaban yang dapat diterima oleh banyak orang.

Namun Jeje yang tahu kebenarannya, segera memandangi Joni dan berkata dalam hatinya, dia bohong untuk kebaikan kah?.

Pak Han mengiringi Joni dan Jeje menuju ruangan komisaris, ruangan Papa. Semua karyawan memberi salam dengan sedikit membungkukkan badan.

Canggung, Joni dan Jeje mencoba untuk bersikap baik dengan senyum samar mereka.

"Komisaris sedang rapat di dalam. Beliau bilang, kalian langsung masuk saja." Pak Han mengantar hanya sampai depan pintu yang nampak berkilap. Joni dan jeje mematung sejenak, mereka memandangi pintu itu dengan ekdpresi datar.

"Tugas saya selesai. Jika kalian membutuhkan bantuan, sementara belum memiliki sekretaris atau mungkin orang kepercayaan. Silahkan hubungi saya." Pak Han langsung pamitan untuk mengurus urusan lain.

"Baik," jawab Joni dengan anggukan pelan. Hanya tinggal ia dan Jeje, keduanya sempat saling pandang untuk keraguan dan kegugupan dalam diri masing-masing.

"Apakah Papa bermaksud mengenalkan kita ke semua rekannya? Mereka sedang rapat, 'kan?" tanya Jeje agak gugup.

"Kemungkinan iya," sahut Joni. Si sulung mehela napas panjang sebelum akhirnya membuka pintu.

"Permisi …," ucap Joni pelan dengan langkah yang masih tertahan di depan pintu menunggu respon dari sang ayah yang masih berbicara..

Kedatangan mereka disambut hangat sama Papa yang sedang rapat tentang program hotel di tahun baru. Topik pembahasan mereka jelas sekali terpampang pada layar yang dapat dilihar oleh kedua anaknya.

Pak Pambudi segera memperkenalkan direktur beserta seorang manager baru di hotel mereka kepada kepala bagian dan beberapa rekan lainnya yang sedang rapat saat ini.

Joni dan Jeje memberi salam dan tersenyum. Aneh sekali rasanya ketika mereka memiliki jabatan tinggi diantara para senior yang sedang berkumpul.

"Pak Komisaris, bukannya anda bilang anda mempunyai dua putra dan satu putri?" tanya manager Helmi. Dia nampaknya mengamati kedua anak muda itu dengan seksama, wajahnya terlihat ramah. Untuk sesaat, Joni berharap kalau dia dapat menjadi rekan yang baik.

"Maaf, Pak. Dia sedang sibuk dengan urusan kuliahnya. Dia akan segera kemari kalau urusannya telah selesai," ujar Joni menanggapi.

Dia bohong lagi, kata Jeje dalam hati.

***

Sementara itu di kampus.

Juno turun dari mobil dengan raut muka yang tidak biasa. Langkah kakinyapun seakan berat.

"Ada apa dengan ekspresmu? Mana Joni dan Jeje?" tanya Val, vokalis dari group band Juno menghampiri Juno di halaman parkir. Pria itu juga baru saja tiba.

Juno menarik napas panjang. "Mereka tidak datang," sahut Juno melewati Val begitu saja. Tapi langkah angkuhnya itu terhenti, karena dia melihat Ara bersama dengan Willy, gitaris band Juno, menghampiri dirinya dan Val.

"Hey Jun, udah datang?" sapa Ara yang bergandengan dengan Willy.

"Iya," jawab Juno singkat. Pandangannya tertuju pada kedua tangan Ara dan Willy yang saling bertautan erat.

"Kamu kenapa, Bro? Loyo gitu. Sakit? Minum obat segera sebelum bertambah parah," ujar Willy memandangi wajah Juno yang kuyu.

Juno mengalihkan pandangan angkuhnya ke wajah Willy. Pria berambut agak panjang yang lebih mirip dengan gaya Mullet itu menatap Willy, pria dengan rambut cepak, dengan tatapan yang tajam dan nampak penuh emosi. Willy mengenali tatapan temannya itu, Juno sedang tidak baik-baik saja.

Willy menarik napas panjang, dia lalu berpamitan bersama dengan Ara. "Eehh, kami duluan, ya …," ujarnya.

Juno ngangguk pelan, hanya terus memandangi Ara dan Willy dari belakang dengan sorot mata yang tajam.

"Mereka sudah menjalin hubungan sejak tiga hari yang lalu," kata Val mendekati Juno.

"Aku tidak bertanya tentang itu," sahut Juno yang segera berjalan meninggalkan Val.

"Eeh? Aku hanya memberimu info. Hey!" Val mempercepat langkahnya untuk mengejar Juno yang mengabaikan kalimatnya.

Tidak begitu bersemangat, Juno benar-benar menjalani harinya seorang diri. Dia tidak memiliki dua orang yang menyebalkan yang dapat mentraktirnya makanan di kantin

"Joni mana?" tanya seseorang yang menghampiri Juno yang sedang makan di kantin.

"Tidak ada," jawab Juno singkat sambil mengunyah makanannya.

"Jeje mana?" tanya Tian lagi. Dia lalu duduk di kursi di depan Juno.

"Tidak ada."

"Kemana mereka?"

"Di hotel?"

"Hah? Ngapain? Mereka menginap bersama?"

"Bodoh!" umpat Juno tiba-tiba. Dia lalu menarik napas panjang agar dirinya stabil. "Sekarang mereka jadi direktur di hotel keluarga kami."

"Oh begitu …," gumam Tian. "Tapi, apakah yang dapat jabatan hanya mereka? Kamu tidak?"

"Ah ya ampun kenapa kamu menyebalkan sekali! Apa kamu tidak melihatku sedang makan? Kenapa kamu memberiku banyak pertanyaan seperti ini? huhh jangan menggangguku!" suara Juno meninggi. Dia segera meminum minumannya.

Tian diam, dia belum pernah sebelumnya mendengar kembaran dari temannya itu berkata kasar dan nyaring sebelumnya. Sangat mirip dengan Jeje, namun Juno memang yang terburuk diantara semuanya. Itulah yang dipikirkan oleh Tian.

"Ini. Tolong berikan pada Joni." Tian memberikan sebuah bola kaki dari plastik berwarna hitam putih.

"Apa ini?" Juno memandanginya aneh sambil masih mengunyah makanannya. Dia tidak mengambilnya, membiarkan Tian meletakkan benda itu diatas meja dekat piringnya.

"Apa menurutmu itu gitar?" sahut Tian.

"Emm … kamu mau aku memberikan benda ini ke Joni? Hah? Buat apa? Kalian sudah dewasa, apa kalian masih akan bermain dengan hal semacam ini?" celoteh Juno seraya mengunyah makanannya.

"Katakan saja padanya kalau aku minta maaf," ujar Tian yang segera pergi meninggalkan Juno dengan kebingungan.

"Apa sih?" Juno memegangi bola plastik mainan anak SD itu. dia sama sekali tidak dapat memahami Tian, pria yang selalu dia anggap pendiam, namun ternyata sangat mengganggu tidak jauh berbeda dari dua saudaranya.

***