Chereads / BUKAN PERNKAHAN BIASA / Chapter 8 - MENCARI SUPRI

Chapter 8 - MENCARI SUPRI

"Jalan nya bener enggak ini, Sal? Kok daritadi belum nyampe-nyampe?" kaki ibu Yani masih terus mengikuti setiap langkah kaki Salma.

"Bentar bu, Salma lupa-lupa ingat, ini atau ini ya?" Salma menunjuk dua rumah dengan warna cat yang sama, namun nomor nya beda.

"Ahh, Coba aja tanya dulu.." Bu Yani maju beberapa langkah di depan Salma, serta mengetuk salah satu rumah yang di tebak sebagai rumah Supri.

"Permisi... selamat siang..." teriakan Bu yani pun membuahkan hasil, keluar lah seorang ibu menggunakan hijab hitam, serta gamis biru, Mengintip-ngintip lalu menjawab salam mereka "Ya, siapaa ya?"

"Saya Salma bu, ini ibu saya. maaf mau tanya rumah Kang Supri dimana ya bu?" Salma memperkenalkan diri dengan santun, ketika seorang ibu membukakan pintu.

"Oh, ada apa ya? Supri bikin masalah lagi?" mendengar itu, Salma terlihat bingung, ia mengernyitkan dahi.

"Oouhh enggak enggak, Supri sahabat saya bu." tegas Salma, sementara Bu yani masih diam, membiarkan anaknya bicara.

"Jadi, ini ibunya Supri atau gimana ya?" akhirnya bu Yani ikut bersuara, karna rasa penasaran memenuhi kepalanya.

"Iya betul, saya ibu nya Supri. Mari silahkan masuk ke dalam"

Salma dan Bu yani pun duduk di ruang tamu, yang penuh dengan foto keluarga yang terpajang cantik di dinding rumah, dari foto yang terpajang sekilas terlihat sempurna dan bahagia keluarga ini. Namun Salma sudah mengetahui bagaimana kisah Supri dan ayahnya yang penuh masalah.

Salma memulai membuka percakapan tentang pencahariannya hingga memutuskan untuk datang kerumah itu, tapi ternyata ibunya pun tidak mengetahui keberadaan Supri.

"Karna sudah 1tahun lebih, Supri tidak lagi mau menginjakan kaki nya kerumah ini, rumah yang sejak lahir menjadi tempat berlindung nya. tapi sekarang terlihat asing untuk Supri" jelas wanita yang melahirkan Supri.

Salma menyelesaikan bercerita, Bu Yahya pun baru teringat belum menawarkan minum untuk tamu nya, segeralah ia pun beranjak dan pamit ke dapur untuk mengambil minuman.

Sementara menunggu, Bu Yani sudah mengajak Salma untuk pulang.

"Silahkan diminum..," Ibunya Supri meletakan 2 gelas teh hangat.

"Terima kasih ibu," jawab Salma ketika teh hangat sudah di atas meja, menganggukan kepala.

**

"Baiklah, kami mau pamit ibu, terima kasih atas suguhan nya, dan mohon maaf jika saya mengganggu" Celetuk bu Yani, menarik tangan anaknya.

"Baik bu, kalau begitu kami permisi" lanjut pamit Salma.

"Kalau ada kabar tentang Supri, tolong suruh pulang ya nak, Terima kasih juga mba Yani. semoga kita bisa terus jaga silahturahmi ini." Bu Yahya tersenyum, menjulurkan tangan, dan dengan segera di jabat oleh bu Yani dan Salma seraya berkata "Iya Sama-sama mba" sahut bu yani.

**

"Kita kaya nya terlalu ikut campur urusan keluarga mereka deh, Bu. tapi ngomong-ngomong kemana si Supri ya Bu, tiba-tiba hilang seperti di telan bumi." ucap Salma seraya melangkahkan kaki menjauh dari rumah Supri.

"Iya, ibu enggak ngerti juga kemana tuh anak, yauda berdoa aja, semoga Supri bisa ambil jalan yang bener ya"

"Bu, uang bos nya si Asep masih ada kan?" tiba-tiba terlintas pikiran tentang orang kaya itu.

"Kalau menurut Salma, mendingan uang nya di balikin aja dulu ya bu, karna jadi beban juga simpan-simpan uang orang sebanyak itu."

"Iya sih, bapak juga semalam sempat bilang begitu, lebih baik balikin dulu uang nya, kalau rejeki, ya nanti uang nya bisa balik ke kita lagi, dengan cara yang halal pasti nya." jelas bu yani, sesekali menengok ke arah Salma.

Kedua nya berjalan kaki hingga sampai kerumah, dengan kresek yang besar di kedua tangan.

"Besok deh ya, kamu balik lagi kesana." perintah bu Yani, dan membuat Salma terkejut "Salma lagi bu? minta tolong Hawa bu, dia kan lebih modis pakaian nya, lagipula wajah kami berdua kan sama, hanya saja kulit Salma lebih gosong ya bu, karna setiap hari keluar rumah." berharap di iyakan oleh ibunya, Salma terus memberi penjelasan dengan tawanya

"Kalau gitu, nanti coba ibu bilang ke Hawa ya" ujar bu Yani dengan halus.

"Yes yes yes," gumam Salma dalam hati, dan memberikan senyum pada ibunya "Terima kasih ibu"

"Jangan terima kasih dulu, kan belum berhasil." senyum bu Yani miring.

**

Setelah mendengar penjelasan dari ibu nya, Salwa menolak untuk mengantar uang ke orang yang tak di kenal nya itu, hingga membuat Salma memohon, merendahkan diri, memuji ke handalan Salwa dalam berpakaian. Tetap tak membuat keputusan Salwa berubah.

"Yauda kalau gitu, kamu lagi ya Sal yang kembalikan." keputusan bu yani tak dapat di elak lagi oleh Salma.

Salma mengangguk dengan sedikit terpaksa dan mencoba melapangkan dada, dan memberanikan diri untuk esok pagi.

Salma melayangkan pandangan kosong nya pada langit-langit, membayangkan apa kira-kira yang akan terjadi esok hari.

Karna kedipan mata Pratama, membuat Salma terus terbayang-bayang. Sekaligus membuat Salma takut untuk berhadapan dengan Pratama lagi.

**

"Tama, kamu berangkat nya kok tumben pagi banget?" Sapa Sarah halus bagaikan malaikat, ibu kandung pratama yang selalu bangun pagi, mengontrol asisten rumah tangga menyiapkan makanan untuk kelurga besar, agar menyiapkan menu yang sehat.

Usia Sarah yang kini sudah 57tahun, Namun dengan berbagai macam treatment kecantikan mampu menyulapnya menjadi wanita cantik, tak ada kerutan satu pun di wajah nya, membuatnya tampak seperti gadis muda.

Dengan dress midi hitam selutut, rambut coklat sebahu yang selalu di blow, Perpaduan kalung mutiara melekat pada lehernya, menambah kecantikan Sarah menjadi sempurna untuk seorang ibu yang sudah berkepala 5, dan memiliki 5 anak.

"Iya Mam, Ada yang harus aku presentasikan ke klien, tetep aja harus ke kantor" Pratama terlihat sempurna dengan setelan jas, celana dan sepatu pantopel hitam mengkilat. lalu ia mencium kening maminya.

"Papi masih di Ausie?" ia berdiri tegak menatap mami Sarah.

"Masih, Tam. kemungkinan nanti siang selesai kerjaan langsung terbang." membalas tatapan Tama dengan penuh kasih.

"Wahh seneng dengernya, Mam" sahut Tama, seraya mencicip sandwich racikan mam Sarah di bantu oleh Bi Narti.

"Pagi, Bi Narti.."

"Pagi Tuan muda" menjawab sapaan Tama.

"Mam grand opening kita lusa, gimana ? Tama pesan Bakso favorit karyawan kita, Kios bakso nya yang ada di belakang kantor kita mam."

"Yah ampun Tama! masa bakso ??!! NGACO banget ahh" Ucapan Tama membuat wajah Sarah terkejut, mata besar sarah menatap Tama tajam.

"Maaam, itu bakso nya enak. dan Tama udah coba, emang beneran enak" Tama menyeruput juah buah buatan bi Narti, membalas tatapan Mam Sarah.

"Walaupun enak, ya enggak harus bakso juga kan, Sayang!" wajah elegan Sarah, menunjukan sedang berpikir keras.

Setelah beberapa detik Tama menunggu, akhirnya Sarah tetap menolak ide rendahan Tama. Bagi Sarah, nama baik adalah nomor 1.

Saat acara penting, tamu undangan pun harus di suguhi oleh makanan berkelas, bukan Bakso pinggiran.

"Engak cocok Tama! Masa iya, Bu Melly rekan kerja papi, di suguhi bakso!"

"Bakso itu option aja Mam, tetep ada menu andalan Mami kok. kasih desert dan apapun yang terbaik menurut mami" Tama berbicara menggunakan gerak tubuh, untuk meyakinkan Mami Sarah.

"Untuk acara ini, enggak ada menu bakso ya Tam. Sorry, karna undangan kita bukan sembarang orang, mereka punya dampak besar untuk kesuksesaan keluarga kita. Paham ya sampai sini?!" Mam Sarah menghadap wajah Tama, dan memberi keputusan dengan tegas.

"Its Oke Mam.. Tama percaya Mami adalah yang terhebat. Yaudah kalau begitu, Tama berangkat dulu, Muachhh" lagi ia mencium Sarah, dan bergegas.