Chereads / Between Cat / Chapter 4 - Pilihan

Chapter 4 - Pilihan

Pagi yang cerah harusnya disambut dengan senyum yang merekah. Namun perempun yang sudah berusia 20 tahun itu masih menampakkan wajah murung. Sementara tangannya sibuk menggerakan sapu lantai, otaknya malah memutar memori kebersamaan May dengan kedua kucingnya. Kini ia hanya ditemani Kimnar yang masih asyik menjilati bulunya. Nampaknya yang masih galau hanya dirinya saja.

Biasanya, ketika May sedang sibuk menyapu, dua pasukan rusuh itu berlarian bolak balik. Debu-debu pun berserak kembali. Setidaknya ia punya alasan untuk mengomeli kedua kucing kesayangannya. Namun, kini sudah berbeda.

"Maydarika! Yuhu ... spada!"

Lamunan May kontan terhenti. Ia melongokkan kepalanya ke arah pintu penghubung antara ruang tamu dan ruang keluar. Nampaklah sosok perempuan yang bertubuh sedikit mungil darinya, dengan jilbab mint segi empat yang membingkai wajahnya.

"Masuk, Ga!" ucapnya.

Perempuan yang mempunyai nama lengkap Wega Joylana itu masuk lalu menghampiri sahabatanya yang masih di ruang keluarga.

"Lah, jam segini tumben kerjaanmu belum beres?" tanyanya seraya duduk lalu menyalakan televisi.

Tak perlu heran dengan kelakuan Wega, perempuan yang rumahnya hanya bersebrangan jalan dengan rumah May itu hampir tiap hari berkunjung ke rumah. Selain mereka bersahabat sejak kecil, sekolah mereka juga selalu sama dari TK hingga SMA. Ditambah perekonomian keluarga yang sama, membuat keduanya juga sama-sama tak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

"Lah kok diem?" Wega memutar kepalanya demi melihat alasan sahabatnya yang tidak menjawab.

Matanya spontan membola sempurna saat melihat May menangis. Ia segera menghampiri May untuk menanyakan alasan perempuan itu menangis. Rasanya mustahil jika May menangis karena tesinggung oleh ucapannya. Ia hanya bertanya, apakah itu salah?

May mulai bercerita, membuat Wega tahu jika kucing May kemarin meninggal. Sinnar yang melengkapi hari-hari May harus pergi untuk selama-lamanya. Wega langsung memeluk May dan ikut menangis bersama. Bukan tanpa sebab, Wega sendiri juga pecinta kucing, bahkan dirumahnya ia memelihara 1 lusin kucing.

"Maafkan aku, May. Harusnya kemarin aku nemani kamu," lirih Wega penuh sesal.

"Nggak papa, Ga."

"Kamu tahu sendiri juga, kalau setiap hari Senin sama Rabu, aku bantu Bundaku jualan di pasar."

May tersenyum. "Makasih, Ga. Tadi kamu udah nemani aku nangis, seenggaknya aku nggal merasa sendiri lagi."

"Santai aja lah. Gimanapun Sinnar sudah aku anggap seperti kucing sendiri." Wega melirik ke arah sapu yang tergeletak di dekat pintu. "By the way, kalau kamu nggak beresin rumah, emang nggak papa?"

Seketika May sadar jika ia sudah melupakan tangung jawab yang diamanahkan padanya. Ia langsung menyambar sapu yang gagangnya dingin karena sudah lama tak disentuh.

Wega ikut membantu mengepel lantai saat May sudah mulai menyapu halaman. Setelahnya mereka sama-sama merapikan taman bunga mini buatan May. Setidaknya bekerja sama akan segera menyelesaikan pekerjaan.

Hal itulah yang membuat May merasa beruntung karena memiliki sahabat sebaik Wega. Wega yang tipikal orang gesit, sangat membantu dalam hal-hal seperti ini. Tidak seperti dirinya yang sedikit lebih lambat.

"May, Kimnar kemana?"

"Palingan juga di kamar," jawab May. Tangannya masih asyik mencabuti rumput liar yang tumbuh di dalam pot bunga koleksinya.

"Tadi aku keliling nyariin Kimnar, tapi kok nggak ketemu, ya?"

"Eh, seriusan?" May langsung bangkit. Ia mencuci tangannya di keran samping rumah lalu menghampiri Wega.

Mereka langsung berpencar untuk mencari keberadaan kucing berwarna oranye bercampur putih. Satu-satunya kucing May yang tersisa, dan May tak ingin kehilangan lagi.

Sialnya, walau sudah dicari berkali-kali dan mengecek setiap sudut rumah, tapi hasilnya nihil. Kimnar benar-benar hilang.

Di luar pagar ada orang yang tengah tersenyum ke arah rumah May. Ditangannya ada kucing berbulu oranye bercampur putih tengah menikmati camilan yang sudah ia siapkan.

***

Semilir angin menerbangkan helai-helai rambut dengan gaya quiff haircut. Pemiliknya sendiri melamun memandangi air yang mengalir dari pancuran.

Kekesalan kembali hadir manakala ingatan sang papa yang memaksanya untuk menikah dengan perempuan asing. Ditambah ancaman beliau yang terdengar serius akibat kebohongan yang ia buat.

Ya, lelaki itu telah berbohong dengan ayahnya, dan akibatnya ia dipaksa melakukan pernikahan kontrak dengan perempuan pilihan papanya.

Ia pikir ia bisa selamat dengan berbohong. Namun, malah sebaliknya. Gara-gara ia mengaku memiliki kekasih, papanya meminta untuk bertemu dengan perempuan itu.

Awalnya Galaksi sengaja menyebut nama temannya yang ada di luar kota. Tapi sayangnya ia tak mampu menghubungi teman perempuannya karena ponsel Galaksi disita oleh papanya.

Susah payah lelaki itu membujuk agar papanya mau pulang, namun tetap saja tidak bisa. Bahkan sampai dini hari pun Jedi tak akan pulang sebelum bertemu dengan kekasih anaknya.

Hingga sebuah drama kebohongannya harus terbongkar saat temannya selesai liburan dan diantar oleh pacar yang aslinya.

Mengetahui hal tersebut tentu saja papanya sangat marah. Bahkan ia disuruh pulang sendirian dengan ponsel di sita oleh Jedi.

Galaksi kini mengerti makna kata "kebohongan memang menolongmu sementara, tapi akan menjatuhkanmu selamanya.

Bagaimana tidak? Bahkan seharian ini ia hanya diberi uang selembar seratus ribu untuk kebutuhannya selama sehari.

"Woi! Ngelamunin apa, sih?"

Bahu Galaksi sedikit tersentak kebelakang karena saking kagetnya. Ekor matanya menyorot dua insan yang tengah bersedekap dada meantapnya.

"Apa'an, sih! Ganggu aja!" jawabnya cuek.

"Lo ngapain di sini? Bukannya jam kuliah lo udah habis?" tanya lelaki dengan tubuh paling kurus.

"Berisik!"

"Punya masalah apa lo? Kenapa jadi sensitif kaya cewek lagi PMS!" komentar lelaki bermata sipit.

"Diem lu pada! Gue lempar pake diktat, mau?"

Lelaki bertubuh kurus yang tak lain adalah Azwan langsung menggeleng kuat. Melihat tebalnya diktat yang dipegang oleh Galaksi, bisa-bisa kepalanya lepas jika dilempar betulan.

Sementara lelaki bermata sipit yang bernama Waslam langsung bersembunyi di balik Azwan. "Lempar aja, Gal! Lempar!" ucapnya lantang.

"Woi cobek kayu! Kalau minta dilempar jangan ngumpet di balik badan orang!" amuk Azwan kesal.

"Suka-suka guelah. Mulut-mulut gue, gue juga yang ngomong kok!" jawab Waslam santai.

"Dasar jin penunggu gua hantu! Kelakuan lo nggak lebih baik dari makluk bertanduk, ngerti!"

Perdebatan terus berlanjut hingga tanpa mereka sadarai, Galaksi sudah melangkah jauh meninggalkan taman.

"Gila! Gue punya sahabata kok gitu amat dah!" maki Galaksi sembari berjalan menyusuri jalan aspal di lingkup kampus.

Ia merogoh saku celananya dan menarik selembar uang yang tersisa. Dua puluh dua ribu rupiah. Rasanya malang sekali nasibnya hari ini, harus hemat super duper hemat agar bisa bertahan sampai pulang kuliah.

Di sepanjang jalan Galaksi terus memikirkan tentang pernikahan kontrak tersebut. Hanya dengan menyetujui, maka semua fasilitasnya akan kembali. Namun, jika menolak, selesai semeter 6 ia akan dipindah ke Afrika. Ah, dirinya tak mau jauh dari rumah, akan ada yang ia rindukan jika ia pergi.