Chereads / Drugs + Love = Addicted / Chapter 30 - It'll Be Okay

Chapter 30 - It'll Be Okay

Perjuangan dan harapan Billy dan Tara tak mendapat hasil yang baik. Sumsum keduanya cocok dengan Jenna, hanya saja Billy yang memiliki penyakit jantung dan Tara yang memasuki usia rentan membuat Dokter Armando tidak mengizinkan mereka untuk melakukan donor bagi Jenna.

Hal itu tentu saja mematahkan hati keduanya. Mereka tak mampu membayangkan hari-hari tanpa putri semata wayangnya. Namun, jika Jenna sampai mengetahui bahwa mereka berusaha untuk mendonorkan sumsum padanya, gadis itu pasti juga akan sangat patah hati.

Pada akhirnya mereka berjanji satu sama lain untuk saling menjaga agar Jenna tidak mngetahui apa pun tentang itu. Mereka bahkan meminta Blake untuk merahasiakan segalanya. Hingga kondisi Jenna membaik dan diperbolehkan untuk pulang.

Dokter Armando hanya menambahkan dosis dan jenis tritmen obat-obatan yang selama ini dikonsumsi gadis itu. Yang secara tidak langsung memaksa sel-sel di tubuhnya untuk beregenerasi dan membuatnya bertahan hidup lebih lama.

Meski nanti pada akhirnya efek yang didapat mungkin akan menjadi masalah baru, tetapi setidaknya mereka telah berusaha untuk membuat Jenna bertahan sementara waktu. Sampai mereka menemukan pendonor yang sesuai.

Hingga saat itu tiba, jenna harus tetap mendapat dukungan dari orang sekitar agar ia tetap memiliki semangat hidup. Itu pula yang diusahakan oleh Blake. meski beberapa kali mendapat penolakan dari Jenna, ia tetap gigih. Ia tak ingin kehilangan gadis itu untuk kesekian kalinya.

Bagaimana pun caranya ia akan tetap bertahan demi Jenna.

***

Blake membantu Jenna meletakkan barang bawannya kedalam kamar. Gadis itu tetap berkeras untuk tinggal sendiri meski Blake dan orang tuanya membujuk agar Jenna setuju untuk tinggal di apartemen Blake. Seperti biasa, Jenna merasa perhatian mereka terlalu berlebihan.

"Sudahlah, Yah ... aku akan baik-baik saja. Aku janji." Jenna membenarkan duduknya, dibantu oleh Blake.

"Kalau begitu aku yang akan pindah ke mari," tawar Blake, yang tentu saja langsung ditolak oleh Jenna.

"Blake, please. Kita bukan sepasang kekasih, jadi tak perlu merepotkan dirimu sendiri."

Mendengar jawaban Jenna, atmosfer di ruangan itu mendadak berubah. Tara dan Billy saling berpandangan kemudian memutuskan untuk pamit karena tahu bahwa putrinya dan pria yang mereka sangka kekasih Jenna itu harus menyelesaikan masalah antara mereka.

Kini tinggallah Jenna daan Blake, yang hanya terdiam dalam ruang yang sama. Sesekali ekor mata mereka saling mencuri pandang, memastikan isi hati masing-masing.

"Aku tak tahu lagi bagaimana cara agar mendapat maaf darimu. Aku menyadari kesalahanku."

Jenna membuang muka menghindari tatapan pria itu.

"Kau melakukannya dua kali, Blake Gillian. Dua kali."

"Aku tahu itu, karenanya aku ingin memperbaiki semua, andai kau masih memberiku kesempatan," ucapnya, pasrah, yang hanya dbalas dengan keheningan oleh Jenna. "Aku berjanji tak akan menyiakannya."

Kali ini Jenna merasa ragu pada dirinya sendiri. Andai ini adalah hari-hari terakhirnya, bukankah akan lebih baik jika ia masih bisa merasakan banyak hal bersama orang-orang terkasih? Namun, sanggupkah ia menahan lagi jika ternyata Blake mengulangi kesalahannya kembali?

"Kumohon, jenna ...." Blake meraih jemari gadis itu, dan meremasnya lembut.

Jenna menatap dalam sepasang manik mata hazel milik pria yang pernah mengisi hari-harinya. Seharusnya jika Blake hanya memperdaya, semua akan terlihat di matanya. Namun, ia tak melihat itu semua, melainkan sebuah kejujuran dan ketulusan.

Pada akhirnya, Jenna mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Meski tampaknya terlalu mudah, tetapi ia telah memikirkan hal ini sejak awal. Jika Blake kembali, ia bisa saja dengan mudah memaafkan bahkan menerimanya kembali. Dan itu telah terjadi kini.

Jenna mengangguk, dan detik berikutnya telah membenamkan diri dalam dekapan Blake, yang dengan berbagai janji bahwa ia tak akan melepaskan Jenna apa pun yang terjadi.

***

Blake sedang menyiapkan sarapan untuk mereka, saat Jenna bangun dan menuju ke dapur. Blake benar-benar melakukan apa yang telah ia janjikan dalam hati, pada dirinya dan Jenna. Janji untuk tinggal dan bertahan.

"Selamat pagi, apakah tidurmu nyenyak?" tanya pria itu, tetap sibuk dengan apa yang sejak tadi ia lakukan. Jenna tak menjawab, melainkan duduk tepat di seberang Blake, memandangi saja apa yang dikerjakan oleh pria itu.

"Kuharap kau tidak keberatan jika aku lebih sering datang dan menginap," imbuhnya, sembari sesekali melirik gadis di hadapannya yang mencomot irisan daging di atas piring, kemudian memasukkan ke dalam mulutnya.

Gadis itu menggeleng, "Aku sudah setuju, jadi tidak masalah, asal kau membayar sewa," godanya.

Blake berhenti sejenak, mencondongkan tubuh ke arah Jenna.

"Bayaran seperti apa yang kau inginkan? Uang? Kau lupa kalau usahaku di mana-mana, aku punya banyak uang ...," ucapnya, dengan gaya ponggah.

"Ha ... ha ... sayang sekali aku tidak butuh uangmu. Aku butuh sesuatu yang lain."

"Katakanlah." Blake berjalan memutar, duduk di sisi Jenna, dan memutar kursi yang ditempati Jenna agar gadis itu menghadap padanya. "Aku akan penuhi apa pun, asal kau tidak memintaku untuk pergi."

Jenna terdiam beberapa saat, memandang ke dalam mata pria di hadapannya. Jelas, ada ketulusan yang selama ini tak pernah ia lihat pada diri Blake sebelumnya. Ada apa dengan pria ini?

"Justru ... aku membutuhkanmu untuk menemaniku. Jangan pergi ... sampai tiba saatnya waktu yang memisahkan kita ...."

Tak membiarkan Jenna menyelesaikan kalimat, Blake membekap mulut gadis itu dengan telapak tangannya. Menghentikan perkataan yang mungkin telah menggantung di lidah gadis itu. Tak akan ia biarkan Jenna mengatakan apa pun jika itu tentang perpisahan.

"Tidak ... jangan katakan itu, Jenna. Tidak akan ada yang pergi. Tidak denganku, bahkan kau ... aku akan merawatmu agar kau kembali seperti semula. Aku akan selalu berada di sisimu. Tidak akan ada yang pergi. Tak boleh."

Blake meraih dan membawa Jenna masuk dalam dekapannya. Ia serius akan apa yang dikatakannya. Apa pun itu jika bisa membuat Jenna bertahan, maka akan ia lakukan.

"T-tapi, Blake ... kau tahu sendiri Dokter Armando—"

"Ssh ... dia bukan Tuhan, Jenna. Dia hanya seorang dokter. Kau punya aku yang akan selalu menopangmu. Meski Tuhan sekali pun, jika ia berusaha mengambilmu dariku, aku akan membawamu kembali."

Blake mempererat dekapannya. Ia merasakan tubuh gadis itu dingin, mungkin saat ini Jenna tidak baik-baik saja, seperti yang dikatakan Dokter Armando. Namun, dengan adanya Blake, Jenna akan baik-baik saja.

"Ayo sekarang makanlah dulu, setelah itu jika kau tidak lelah, aku ingin mengajakmu menengok restaurant, sekalian berkeliling. Bagaimana? Jika kau tidak ingin pergi, tak apa, aku akan meminta orang lain untuk memeriksa—"

"Aku mau, Blake ... bawa saja aku ke mana pun," potong Jenna, kemudian mengulas senyum.

Tak hanya Blake yang berjanji, bahkan juga Jenna. Ia akan baik-baik saja. Setidaknya, andai pun kondisinya tak akan membaik, ia masih bisa bertahan. Demi dirinya sendiri, demi ayah ibunya, juga demi Blake.

Ia akan baik-baik saja.

***