"Gadis itu sudah sadar, Tuan."
Seakan dikejar oleh waktu, pria itu melangkahkan kakinya lebar-lebar. Bunyi pantofel dengan keramik lantai, terdengar menggema di koridor penthouse itu. Ia melangkah semakin cepat ketika matanya menangkap sebuah pintu ruangan yang memang sudah menjadi tempat tujuan. Tidak lama kemudian, pria itu sudah berdiri di sana, kemudian menghempasnya dengan kasar.
Napasnya memburu, rahang tegasnya mengeras ketika tatapan tajam miliknya menangkap sosok gadis itu yang tengah beringsut ketakutan akan kedatangannya. Lalu tanpa berlama-lama lagi, pria itu mendekat.
"Kenapa kau melakukannya?" tanyanya berang ketika ia mencengkeram kuat pipi gadis itu yang tengah terduduk lemah dengan punggung bersandar di kepala ranjang itu. Kedua kakinya mengangkangi tubuh mungil di bawahnya dengan salah satu lutut yang menyentuh kasur.
"Maaf ... maafkan aku," jawab gadis itu dengan nada yang lirih.
Ya, sedikit banyak dia sudah tahu alasan pria itu menyekapnya. Semua ketakutan selama sebulan yang menghantuinya benar-benar terjadi, dia pikir pertemuannya dengan pria itu di klub malam hanyalah kebetulan semata, tetapi itu disengaja. Pria itu hanya ingin menunjukkan dirinya dan memintanya bersiap-siap untuk bertemu dengan hari ini. Hari di mana pria itu benar-benar menyekapnya, dan Rachelia tahu alasannya bahwa ini semua pasti ada sangkut pautnya dengan Mike dan Valerie.
"Kata maafmu tidak akan pernah sebanding dengan apa yang kau lakukan, sialan!"
Suara berat itu menggelegar di ruangan luas tersebut. Terdengar tenang memang, namun tetap saja, siapa pun itu akan merinding mendengarnya. Bahkan sang asisten pribadi yang tengah melihat aksinya pun sedikit meringis saat mendengarnya.
"Aku tidak tahu. S—sungguh ...." lirihnya sekali lagi, sedikit memberi jeda di sela ucapannya. "Aku bahkan baru mengetahuinya setelah semua sudah terlanjur terjadi. Maafkan aku, Regan!"
Gadis itu tahu bahwa semua ucapannya tidak akan dipercaya dengan mudah. "Aku tidak akan menerima alasan tidak masuk akal dari bibir sialanmu itu!" Regan menyergah kasar. Wanita murahan pembunuh! Kau lebih kotor dan hina dari bangkai hewan di luar sana. Aku tidak akan pernah memaafkanmu, gadis sialan!"
Napas Regan terengah ketika mengatakan kalimat itu. Wajahnya terlihat sangat menyeramkan. Matanya memerah. Amarahnya benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Ingin rasanya ia meremukkan wajah perempuan murahan itu sekarang juga.
Rachelia menjerit seketika saat rambutnya ditarik kasar oleh Regan. Membuatnya seketika terdongak dan langsung menatap mata biru tersebut, yang berada tepat di atas wajahnya. Sementara kedua tangannya berusaha menjauhkan pria itu meskipun terlihat sia-sia.
"Aku mohon, dengarkan aku dulu, Regan—"
"Aku tidak akan mau mendengar penjelasanmu lagi, brengsek!" Regan menyela dingin dan menghempas tubuh Rachelia dengan kasar ke atas ranjang. Ia bergerak turun dengan tatapan menusuk yang masih terus terarah pada wajah ketakutan gadis itu.
"Kau akan menikah denganku sebentar lagi, dan setelah itu, aku akan menghancurkanmu, pelan dan sangat menyakitkan. Tidak akan kubiarkan sekalipun kau bernapas lega selama bersamaku. Kau hanya akan merasakan sakit yang teramat menyakitkan setiap kali kau bernapas. Akan kubuat hidupmu di neraka, Rachel!"
Setelah mengatakan kalimat mengancam itu, Regan beranjak meninggalkan Rachelia seorang diri.
Bukan ... ini bukan sebuah ancaman semata. Pria itu benar-benar akan melakukannya. Ia akan membuat gadis itu menderita, sama seperti yang adiknya rasakan dulu. Membuktikan pada seseorang pria bajingan yang sudah melukai adik perempuan dan merendahkannya dengan sedemikian rupa. Bahwa ia juga bisa melakukan sesuatu yang lebih menyakitkan dari apa pun yang pria itu lakukan terhadap wanita, pada adik kecil kesayangannya.
Di lain sisi, tampak Rachelia terisak. Tak satu pun yang dapat memaparkan perasaannya saat ini. kalimat yang baru saja ia dengar benar-benar membuatnya bergidik ngeri. Kini, mimpi buruk itu benar-benar datang menghantuinya. Segala ketakutannya selama ini benar-benar terjadi. Pria itu benar-benar datang, menagih sesuatu yang sama sekali tidak diketahuinya.
Demi Tuhan! Ini bukanlah kesalahannya. Ia sungguh tidak mengetahui apa pun tentang masalah itu. Namun, masih bisakah pria itu percaya setelah apa yang sudah terjadi?
Entahlah.
****
Embusan napas berat itu terdengar, mengusir kesunyian yang ada di sekitar kamar luas itu.
Sepi dan hening. Tidak ada lagi suara melengking seorang gadis yang selalu meneriakinya dan menyuruhnya keluar jika pria itu memasuki kamarnya dengan tiba-tiba tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Tidak ada lagi suara-suara cerewet yang akan menyambutnya. Adik menggemaskannya itu meski awalnya akan mengomel, tetapi dirinya akan tetap ditarik masuk dan menduduki pinggiran ranjang bernuansa pink itu. Kemudian adik cerewetnya itu akan membicarakan kegiatan sehari-harinya, bahkan Regan akan merasa jengah dengan telinga yang memanas mendengar kata demi kata yang diucapkan oleh mulut adik cerewetnya itu. Kini, semua itu tidak ada lagi. Adik manisnya yang cerewet kini telah tiada, dan meninggalkannya seorang diri.
Regan mengitari kamar bercat pink dan putih milik adik perempuannya itu. Langkahnya terhenti tepat di jendela besar, lalu menengadahkan kepalanya. Memandangi langit gelap yang dihiasi bulan dan bintang di luar sana. Sungguh indah. Tidak heran jika Valerie akan selalu berada di tempat ini dan menikmati suasana malam.
Ingatan Regan kembali melayang ketika ia selalu melihat Valerie duduk di depan jendela besar ini. termenung dengan tatapan kelamnya. Gadis itu bahkan selalu mengeluarkan air matanya. Menangis dalam diam, tanpa suara, tanpa isakan. Membuat hati Regan seakan diremas oleh tangan tak kasat mata saat melihat kesedihan itu.
Valerie adalah adik satu-satunya yang sangat ia sayangi. Mereka berdua sengaja kabur dari rumah dan keluarga mereka, dan memilih besar di panti asuhan. Sejak Regan berumur tiga belas tahun, dia keluar dari panti asuhan itu dan berjanji suatu saat nanti akan menjemput dan membawa serta Valerie. Sejak saat itu dia banting tulang bekerja, hanya untuk membuatnya bisa hidup dan menjemput adik tersayangnya. Ia akan selalu berusaha, bagaimanapun caranya untuk membuat gadis kecilnya itu bahagia. Namun, kebahagiaan gadis itu hilang hanya dalam sekejap mata. Tepat ketika Valerie mengenal seorang pria sialan yang telah merenggut kebahagiaan adiknya. Mike, kakak kandung Rachelia.
Mengingat nama gadis itu, senyum licik kembali terukir di bibirnya. Regan tidak perlu khawatir lagi. Pria itu sudah menemukan mainan barunya. Mainan yang sangat tepat untuk melampiaskan segala macam amarah dan dendam yang ada di dalam hatinya. Dia akan membuat gadis yang tengah disekapnya itu merasakan apa yang dirasakan Valerie dulu. Bahkan mungkin lebih menderita lagi dari yang pernah dirasakan oleh Valerie.
Regan sudah tidak sabar untuk menunjukkan neraka sesungguhnya kepada Rachelia, menunjukkan bagaimana neraka sesungguhnya pada gadis sialan itu. Dia akan merasakan kesakitan yang pernah dirasakan oleh Valerie, membuatnya menerima segala kesakitan yang akan diberikan oleh Regan.
Lihatlah, Mike! Lihat bagaimana aku akan menghancurkan adikmu berkeping-keping, seperti bagaimana kau menghancurkan adik kesayanganku. Lihatlah! Semua kebejatanmu akan aku lakukan juga kepada adik kesayanganmu itu, Rachelia.