Terdengar raungan suara seekor anjing dari luar sana.
Beberapa warga berlari ke sana ke mari, karena suatu hal sedang menimpa mereka, ada gadis yang keluar dari pintu rumah, segera dia terhempas ke dengan darah yang kini sudah berlumuran tepat pada kening putih halus yang dia miliki.
Berlari, hanya itulah yang bisa mereka lakukan untuk waktu yang cukup dekat ini, siapa yang tidak berlari harus rela memberikan nyawa kepada angin yang datang dengan emosional saat itu.
"Ayo, kenapa kamu malah telungkup?" tanya gadis itu merasakan angin yang sudah mendekat ke arah mereka.
Si gadis itu, tersenyum menyeringai dan menoleh ke belakang.
Hal yang tidak di duga telah terjadi, saat gadis itu tersenyum angin mereda, tidak ada lagi warga yang berlari semua kini menoleh ke belakang sembari tersenyum sebagai rasa bersyukur mereka.
Lelaki yang tadinya melihat semua kejadian itu, merasakan bulu kuduknya bangkit berdiri lagi, dia mencoba membuang segala pikiran kotor akan gadis itu.
Terdengar juga suara dari sebagai warga, yang kehilangan anak-anak mereka, darah kini berlumuran di luar, dan juga ranting pohon yang sudah terjatuh bersamaan dengan dedaunan yang masih terlihat hijau.
Lelaki tadi mendekat ke arah gadis yang tidak lain adalah Marcole, mendekat hingga tak ada jarak walaupun hanya satu enci di dalam mereka berdua.
Lelaki itu mendekatkan mulut kecilnya pada Marcole, sembari membisikkan sesuatu dengan tatapan yang lurus ke depan.
"Apakah ini semua ulah kamu?" tanya lelaki itu yang tidak lain bernama Miracle.
"Untuk apa aku melakukan semua ini," ucap Marcole mengecup sekilas wajah dari Miracle.
Hubungan yang mereka miliki sekarang ini, tidak ada yang mengetahuinya, meski rumah mereka berdekatan, tapi tidak ada yang mengetahui bahwa mereka sepasang kekasih yang baru saja mengikat janji untuk bersama.
***
Satu hari setelah keadaan kota yang sudah tenang, Marcole dan Miracle sudah sampai di pusat kota, tepatnya di pulau Jawa.
Senyum terukir kepada Marcole dan juga Miracle, menghembuskan nafas gusar, sembari menarik nafas dalam-dalam.
"Apakah kamu senang berada di sini?" tanya Miracle menatap wajah dari kekasih.
"Tidak, tidak akan ada lagi permainan di sini?" kesal Marcole dengan wajah yang tersenyum Smirk.
Miracle tersentak, me dengar penuturan yang baru saja di keluarkan oleh gadis yang berada di sampingnya.
Dengan cepat, dia menghempaskan semua pikiran kotor itu. Miracle tidak sengaja melihat ada penjual es bandung, yang katanya segar, tapi memang betul.
Ini bukan promosi, tapi hanya sekedar untuk merilekskan pikiran Miracle, yang selalu salah dalam menilai Marcole.
"Kamu mau rasa apa, Sayang?" tanya Miracle.
"Rasa_" ucap terpotong oleh Marcole "Darah," ucap Marcole tersenyum jahat kepada Miracle.
Semua pelanggan saat itu kabur, karena mendengar kata darah, rezeki dari bapak-bapak yang menjual es bandung kini telah habis dan tidak akan bisa dia membeli sesuatu untuk keperluan sang istri.
Terlihat jelas raut wajah yang sangat tidak suka pada bapak penjual es Bandung itu.
Karena Marcole, melihat kesabaran dari bapak itu, karena tidak memarahi dirinya, Marcole segera mengedipkan mata kepada penjual es Bandung itu.
"Saya mau beli rasa ini, Pak," pinta gadis yang datang sekaligus lima.
"Saya yang ini, Pak," ucap gadis lain secara berebutan.
Hingga tidak terasa, jualan dari bapak tadi telah ludes habis diborong oleh mahasiswi yang tadinya seolah acuh tak acuh melihat bapak penjual es itu.
Miracle selalu saja naik bulu kuduknya, ketika dia melihat hal-hal aneh yang seperti ini, Miracle tidak ingin mempunyai prasangka buruk, oleh karena itu, dia mulai menundukkan kepala, sembari membuat matanya kali ini hampir saja juleng.
"Ayo, Sayang kita lebih baik pergi dari sini," ucap Marcole dengan suara yang parau.
"Emm_" ucap terpotong Miracle sembari masih menatap ke bawah.
Marcole kini berada di depan, dia menjadi pusat untuk pemimpin jalan saat itu. Sedangkan untuk Miracle, lagi-lagi bulu kuduknya harus bangkit bersamaan dengan dia.
Darah. Sekarang tetesan darah mengelabuhi pemandangannya, dia menyangka ini adalah mimpi, tapi sekilas kemudian, darah itu semakin lama, semakin banyak.
"Ada apa ini?"
Ingin mengatakan seperti itu, tetapi sekarang mereka sudah sampai pada kost-kostan kecil yang nampak dari luar hawanya sedikit seram.
Hal pertama yang dirasakan oleh Miracle yaitu, sepertinya ada sosok yang mengikuti mereka, bola mata dari Miracle seketika membelalak melihat Marcole duduk di atas kucing yang berwarna hitam itu.
Naasnya, kucing itu juga mau menjadi tempat duduk dari gadis yang kini tersenyum melihat semua barang-barang kuno.
"Ada apa?" tanya Marcole " Apakah kamu takut berduaan bersama dengan aku?"
Miracle segera membuang pikiran kotor yang kini mengelabuhi otak kecil nan polos miliknya.
"Tidak, siapa yang takut?" ketus Miracle sembari duduk pada salah satu kursi goyang yang terlihat tua jika di pandang dengan mata telanjang.
Keduanya tertidur untuk satu jam ke depan, tidak tahu apakah ini adalah efek dari perjalanan yang melelahkan, ataupun karena es Bandung rasa darah itu.
Kalian kira tidak ada pandangan mata yang menerobos mereka berdua saat ini? kalian kita semuanya kali ini baik-baik saja?.
Untuk Miracle ini semua baik-baik saja, karena matanya yang tertutup karena rasa kelelahan yang cukup berat saat itu.
Pagi telah datang, menyambut Miracle yang terbangun dengan wajah yang linglung.
Miracle beranjak ke arah dapur, tidak ada siapa-siapa, Miracle juga pergi ke dalam kamar mereka yang belum dia tempati, tapi tetap saja tidak ada, raut wajah kekhawatiran semakin besar saja pada wajah Miracle.
"Di mana kamu Marcole," tangisnya kali ini melihat kucing yang tadi malam menjadi bahan senderan dari tubuh Marcole.
"Apakah kamu memakan majikanmu?" tanya Miracle sembarang kalimat.
Jam berganti jam, tapi seorang yang ditunggu oleh Miracle sampai sekarang belum pulang saja, dia masih berjalan mondar-mandir untuk saat ini.
Bulir air mata mulai datang membasahi pipi dari Miracle, sungguh kali ini dia sangat frustasi, karena masih belum melihat batang hidung dari kekasih yang hilang.
Sedangkan bertepatan di dalam ruangan kumuh sekarang, gadis itu menatap ke samping, matanya membelalak karena tersadar di mana dan siapa yang membawa dia sekarang berada di sini.
"Ada apa ini?" tanya Marcole dengan suara yang berbeda dari suara sebelumnya.
Marcole mencona berdiri, dia menatap di bawah naungan lampu yang mengeluarkan cahaya kekuning-kuningan itu.
Ingin saja mencium aroma apa yang ada di dekat lampu kuning itu, tapi_,
"Kain kafan?" tanyanya sembari merasakan kini bulu kuduknya telah naik dan merangkak untuk bersembunyi.
"Sebenarnya dimana sekarang aku?" tangis Marcole pecah.
Sekejap kemudian dia mendengar ada suara dari luar, sebentar dia berniat untuk melihat keadaan lebih lanjut dengan mengintip dari luar.
Tapi naasnya, kini Marcole terhempas, terjatuh pada kain kafan yang tadinya berada di dalam ruangan itu bersamaan dengan dirinya.
Mata Marcole menunduk, dia tidak bisa melihat ke depan, dengan alasan takut.
Sebenarnya dia bisa, lebih tepatnya sanggup, tapi jika dia nanti melihat apa yang berada di depannya, dia takut karena dia tidak tahu apa-apa akan hal ini.
Matanya yang mulai melayang, melihat kaum kafan itu mulai naik merangkak ingin menutupi dirinya, segera dia berdiri dan seketika juga denyut nadinya serasa berhenti.
"Siapa kamu?" tanya Marcole dengan pandangan mata yang saat ini benar-benar kosong.
"Tidak perlu kamu tahu siapa aku, tapi yang pasti aku akan selalu berada di dalam tubuh mu," ucap sosok yang tidak di kenal itu.
Marcole menundukkan pandangannya, melihat gadis itu dari bawah sampai atas, entah siapa ini tapi yang pasti sekarang dia merasa bahwa lehernya telah dicekoki hingga habis nafasnya.
Di seberang sana, Miracle yang sudah mulai merasakan keresahan hati, sekarang ini dia harus mengunci pintu rapat-rapat demi keamanan dia.
Miracle berniat untuk pergi ke kantor polisi terdekat, dengan ponsel yang berada di genggamannya, dan kedatangan kucing putih itu.
"Ada apa dengan kalian?" gumam Miracle sembari mengelus bulu dari kucing itu.
"Meow," gumam kucing putih dengan suara yang halus, mampu membuat hati Miracle sedikit tenang.
"Wuae, Meow," sarkas kucing hitam dengan pandangan matanya yang mencengkram Miracle kala itu.
Miracle bingung, kenapa kucing-kucing ini datang ke rumah dia, dan juga bingung mengapa ada kucing yang mempunyai warna dan karakter berbeda datang kepada dia.
Di tengah jalan, Miracle selalu berdoa, agar matahari jangan sampai mengeluarkan sisi kegelapan nya.
Miracle berucap kepada pak supir, agar membawa dia lebih cepat ke kantor polisi.
Sesampainya di kantor polisi, Miracle datang dengan nafas yang tergesa-gesa, dia mulai bertanya tanpa duduk di kursi yang sudah di sediakan oleh pihak berwajib.
"Pak, saya_ ingin_ melaporkan_" ucapnya terhenti melihat polisi itu yang sudah berdiri.
"Tolong anda duduk, dengan begitu kami akan segera menyelesaikan persoalan kamu," ucap pak polisi dengan lantang sembari tangannya yang meminta Miracle berdiri.
Miracle menarik nafas dalam-dalam, dia mencoba untuk tenang, dan sekali lagi mencoba untuk menahan air mata yang mungkin akan berhamburan di atas kertas pak polisi ini.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya polisi sembari mendongak menatap wajah dari Miracle yang putih pucat.
"Saya ingin melaporkan_" ucapnya lagi-lagi tergantung karena polisi tersebut mendapat panggilan masuk.
"Tunggu," ucap polisi mengangkat sambungan itu.
Selang beberapa menit kemudian, pak polisi menatap wajah dari Miracle yang sangat lemas saat itu, oleh karena itu Polisi segera bertanya untuk dapat membantu lelaki ini.
"Ada apa?" tanya polisi "Apakah kami bisa membantu anda?".
"Seperti ini, saya ingin melaporkan soal_" ucapnya tergantung karena dia mulai mendengar suara gadis yang memangilnya.
"Aku di sini," ucap gadis itu sembari mendekat dengan senyum yang sangat luar biasa untuk satu hari ini.
"Dari mana saja kamu, Sayang?" tanya Miracle mengecup sebentar kening dari Marcole.
"Dari pusat perbelanjaan," ucapnya dengan keadaan yang sadarkan diri.