Di bawah sengatan matahari yang kini telah mengeluarkan keringat pada kening mereka berdua, Miracle kini telah memberikan jaketnya kepada Marcole.
"Ini, buat kamu saja," ucap Miracle, memberikan jaketnya kepada Marcole seorang.
Senyum terlintas jelas pada wajah Marcole kala itu. Sekarang yang menjadi pertanyaan hati seorang Miracle, ialah kenapa Marcole bisa berubah-ubah temperamen nya.
***
Mereka pulang, dan kali ini Marcole merasa aneh dengan tempat yang mereka masuki sekarang.
Tempat ini, bukan tempat yang mereka ingin tuju, sesaat itu dengan cepat Marcole menghentikan langkah kaki yang mungkin bisa menghentikan langkah kaki dari Miracle juga.
"Ada apa?" tanya Miracle menghentikan langkah kaki sesuai dugaan dari Marcole.
"Bagiku ini adalah tempat yang berbeda, kenapa kita masuk ke rumah yang tidak rumah kita?" tanya Marcole menatap mata dari Miracle.
Miracle saat itu juga tersadar, bahwa ada hal aneh yang mengikuti Marcole belakangan ini.
Marcole bertanya sekali lagi untuk mendapatkan jawaban dari Miracle. Miracle tersenyum tidak tahu, akan apa yang terjadi untuk semua ini.
"Bukankah ini adalah kost pilihan kamu?" tanya Miracle sembari menatap lekas seluruh tubuh dari Marcole.
"Kenapa dengan jari-jemaru kamu yang mulai menghitam?" tanya Miracle menunduk melihat perlahan kuku dari kaki Marcole perlahan mulai menghitam.
Angin mulai mendesau, meruntuhkan dedaunan kering yang masih mempunyai harapan berteduh dalam inangnya walaupun itu satu hari.
Miracle melihat ke atas, tepatnya sekarang di mana posisi dari seorang Marcole.
Tapi, untuk saat ini Miracle belum bisa mendapatkan jawaban dari seorang Marcole.
Bila mata yang sudah berganti dari Marcole sekarang, membuat khawatir hati dan juga hasrat dari Miracle, dengan cepat dia berdiri berusaha menyadarkan Marcole yang sekarang akan masuk ke dalam rumah yang bukan milik mereka.
"Ada apa dengan kamu?" tanya Miracle menatap sendu gadis nya.
"..." diam tak bergeming.
"Marcole," teriaknya sembari menatap ganas mata dari Marcole saat itu.
Semuanya kali ini sudah berpindah, Marcole sudah berjalan tiga kali bolak-balik ke dapur, dengan kucing yang berada di dalam dekapannya.
Mirakel tidak membiarkan Marcole akan seperti ini seterusnya, dengan cepat dia membawa satu ember air di Ari kamar mandi.
Byiurr....
Air ternyata tidak memengaruhi kondisi dari Miracle saat ini, dia tidak tahu apa yang selanjutnya akan dia lakukan kepada Marcole.
Marcole menatap dia sekilas dengan tatapan horor, setelah itu tatapan mulai berbeda, mereka saat ini telah terjerumus ke dalam hal yang dipenuhi dengan sandiwara.
"Jangan lakukan ini, badanku ke dinginan," ucapnya sembari menatap Miracle tersenyum parau.
"Siapa kamu sebenarnya," bentak Miracle menampar pipi dari Marcole.
Marcole merasa dingin pada tubuhnya kali ini sudah berubah menjadi hangat, dia tidak sadar, sebenarnya siapa yang berada pada dirinya sekarang.
Marcole berjalan dengan tubuh yang sudah basah kuyup, dia mulai membereskan semua barang-barang bawaan mereka satu hari yang lalu.
"Apa yang kamu lakukan, siapa kamu sebenarnya?" bentak Miracle sembari merenggut pergelangan tangan dari Marcole.
Miracle lagi-lagi habis pikir dengan semua ini, dia pergi meninggalkan Marcole yang hasratnya tidak ingin di tinggalkan oleh Miracle, tapi tubuhnya ingin ditinggalkan Miracle.
'Tolong jangan pergi,' batin Marcole yang sebenarnya.
'Lepaskan aku dari sini,' batin Marcole dengan air mata yang berusaha dia lepaskan.
Marcole merasakan bahwa ini bukanlah tubuh dua sebenarnya, Marcole ini bebas dari sini.
Siapakah yang membuat dirinya seperti ini?.
***
Karena Miracle yang merasa frustasi dengan semua hal yang dia hadapi, dia ingin menata ulang semua ini, tapi Miracle bingung apa yang terjadi.
Sesaat itu dia melihat jam yang sudah berganti, melihat sudah mulai menunjukkan ke arah angka dua belas, dia memutuskan untuk pulang.
"Halo, Pak," ucap Miracle kepada pelayang itu.
"Ini semua bayarannya pak," ucap Miracle memberikan dua lembar uang merah itu pada pelayan itu.
Tidak ada sahutan yang pelayan itu lontarkan pada Miracle, hanya tersenyum sebatas tanda penghormatan saja.
Bertepatan di jalan, kini Miracle merasa bahwa sebagian hidupnya telah hilang, dia tidak mengetahui semua ini akan terjadi dengan akhir yang begitu menyedihkan.
Di daerah yang terlihat ramai sepertinya, Miracle kembali lagi tersenyum kencut ketika melihat ada orang yang menabrak punggungnya.
"Maaf," ucap Miracle tidak mengeluarkan ekspresi apapun saat itu kepada orang yang menabrak punggungnya.
"Maaf," ucap lelaki itu menatap serius wajah dari Miracle.
Miracle berjalan perlahan, sungguh kali ini dia tidak ingin pulang ke dalam rumah yang tidak mereka punya hak untuk menempati rumah kecil itu.
Satu langkah demi satu langkah, lelaki tari meneriaki Miracle dengan cara memangil namanya.
"Miracle," panggil lelaki itu tersenyum memberikan lambaian kepada Miracle yang kini sudah menoleh ke belakang.
"Siapa itu?" tanya Miracle sembari menyipitkan pandangannya.
Mereka berdua berjalan dari tempat masing-masing ke tempat di mana pusat keramaian itu, kini telah merubah menjadi hening menurut mereka berdua.
"Siapa kamu?" tanya Miracle sembari menatap lekat mata dari lelaki yang mengenal dia.
"Apakah kamu tidak ingat, aku adalah teman masa SMA kamu," ucap lelaki itu dengan tawa yang menghiasi bibirnya.
Miracle tertegun ketika mendengar dia mempunyai teman masa SMA, Miracle mencoba untuk berpikir lebih keras.
Selang beberapa menit, Miracle memeluk lelaki itu. Mereka berdua saling berpelukan untuk melepaskan dahaga karena teman lama yang kini sudah berjumpa kembali.
"Apakah itu benar-benar kamu?" tanya Miracle tersenyum hingar-bingar kepada temannya.
"Yah, itu adalah aku," ucapnya sembari melepaskan pelukan dari Miracle.
Berbagai pertanyaan kini Miracle lemparkan kepada teman lamanya. Hingga tiba saatnya kini mereka berniat untuk meminum kopi di dekat kedai yang sudah mulai buka.
"Ada masalah apa?" tanya teman dari Miracle karena melihat wajah dari Miracle yang sedikit kacau.
"Aku tidak tahu, perubahan apa yang terjadi kepada kekasihku," ucap Miracle dengan bernada suara yang lambat dan lemas.
"Apa maksud kamu?" Tanya teman Miracle "Jangan bilang kamu sudah mempunyai pacar," ucap lelaki itu menatap wajah dari Miracle lekat.
Miracle terdiam beberapa saat ketika dia ingin membuka rahasia kepada temannya yang kini telah menanti jawaban.
Desakan dari lelaki itu membuat Miracle ingin sekali jujur rasanya, tapi_,
"Ada apa? kenapa dengan kalian berdua sebenarnya?" tanya lelaki itu sembari memindahkan kursinya dekat kepada Miracle.
"Aku sungguh frustasi saat ini," ucapnya sembari menatap ke bawah berharap tidak ada tetesan darah sekarang.
"Apakah kamu bisa menceritakan semuanya kepadaku, atau jangan-jangan kisah kita sama?" tanya lelaki itu membuat Miracle sedikit mendongak matanya.
Saat itu Miracle mulai memutuskan untuk memberitahu apa sebenarnya yang telah terjadi kepada Marcole.
"Sepertinya Marcole yang sekarang tidak sama dengan Marcole ketika aku ingin berusaha mengenal dia lebih dalam..."
"Aku tidak bisa melihat dia seperti orang yang kesurupan ketika memasuki rumah yang sekarang ini bukan tempat kami..."
"Satu hal lagi, aku juga heran kenapa dia selalu berubah ketika senja akan turun, dan matahari akan segera tengelam," ucapnya sembari menatap mata dari lelaki itu.
Tidak tahu mengapa, setelah menceritakan semua hal yang terjadi kepada Marcole kala itu, membuat hati dari Miracle sedikit tenang dan lega rasanya.
"Ini sungguh misteri yang naif bukan?" tanya mereka berdua secara bersamaan.
Di seberang sana, Marcole semakin menjadi-jadi, saat ini dia malah mengajak berbicara boneka yang berada di depannya.
"Misteri yang naif bukan?" tanya Marcole meneteskan air mata.
Apa? jam setengah tiga salah satu dari mereka belum tidur? apa gerangan yang membuat mereka seperti ini.
Dengan ketukan pintu yang berhasil membuat Marcole sedikit hangat rasanya hatinya, dia dengan cepat kilat membual pintu. Kucing yang berada di sampingnya pun sedikit heran, terdengar jelas dari bunyi 'Meow,' yang dia keluarkan.
"Siapa ini?" tanya Marcole sembari menatap mata dari Miracle yang datang bersama temannya.
"Siapa kamu," ucap Miracle dengan nada yang naik dua oktav.
Seketika suasana berubah tegang, lelaki yang berada di samping Miracle tersentak ketika melihat perubahan warna mata dari Marcole kala itu.
Ingin bermain tangan saat itu. Miracle yang sudah kehabisan emosi, dia ingin menampar gadis yang sebenarnya bukan gadisnya.
Tapi gerangan apa yang membuat lelaki yang berada di samping Miracle mengetahui bahwa itu adalah gadis yang sebenarnya?
"Jangan," cegah lelaki itu menahan tubuh dari Miracle.
"Apa?" kesal Miracle melihat lelaki itu.
Dengan cepat lelaki itu membuat Miracle terdiam seketika, dia menatap mata Miracle sembari membisikkan sesuatu dekat kepada telinga Miracle.
"Tidakkah kamu mengenal pacarmu lebih dalam?" tanya lelaki itu.
"Apa maksud kamu?" tanya Miracle menatap sembari menurunkan tangannya.
"Dia bukan lagi tiruan," ucap Lelaki itu menunjukkan ke arah mata Marcole.
Sedangkan untuk Marcole sekarang ini, dia merasa tubuhnya seperti kehilangan kendali saja, dia tidak tahu gerangan apa sekarang yang menghampiri dirinya, tapi yang pasti sekarang ini dia merasa mual dan pusing kepala.
"Awww," gumam Marcole dengan kepala yang sudah menunduk ke bawah.
"Ada apa?" khawatir Miracle segera memeluk tubuh mungil dari kekasihnya.
"Ini adalah sedikit efek, ketika arwah itu telah keluar," ucap lelaki itu dengan tatapan sangat menyedihkan kepada Marcole yang harus merasakan ini semua.
Mereka bertiga kini duduk di temani dengan arah jarum jam yang sudah menunjukkan ke arah angka nomor empat.
Tatapan mata mereka selalu saja berubah-ubah, tidak ingin saat ini terlewatkan. Marcole merasa bahwa ini adalah kesempatan bagi mereka berdua.
"Aku ingin meminta tolong kepadamu," pinta Marcole sembari membawa Miracle ke dalam pelukannya.
"Apa itu?" tanya Marcole sembari ikut memeluk kekasihnya.
"Aku tidak tahu kapan, aku akan tersadar, tapi ini terasa berbeda dari setiap jam yang aku lalui, aku ingin kamu menemani aku_" ucapnya terhenti di sela Isak tangisnya yang mulai membara.
"Kamu harus membawa dia ke para normal," ucap lelaki itu memberikan nasihat kepada Miracle.
hawa kembali lagi dingin, Marcole melemparkan jauh tubuh dari Miracle, dan saat-saat mereka akan menjalani hati yang sial dan penuh lika-liku akan berjalan.