POV Kang Ali.
Aku hanya dapat melihat ke arah Kayla pergi. Ya Allah Apa yang harus kulakukan sedangkan aku disini hanya seorang Abdi dalem. Aku pun melangkah ke asrama putra untuk memantau santri-santri di sana. Kulihat Pesantren ini sangatlah besar tak pernah terbayangkan seorang Ali dapat memimpin Pesantren sebesar ini.
"Maaf, Ustadz pelajaran segera dimulai." Salah satu santri mulai memanggilku. Aku pun menuju ruang kelas untuk mengajar. "Silahkan buka materi sebelumnya ya, saya akan menuliskan soal di depan dan menunjuk kalian untuk mengisi soal tersebut." Aku pun mulai mencarikan soal untuk para santri.
Kulihat mereka deg-degan dan takut tak dapat menjawab soal dengan benar. Namun itulah latihan yang harus mereka kerjakan. Aku mulai menunjuk satu persatu santriku. Namun tiba-tiba Gus Syarif memanggilku dikarenakan ada tamu yang ingin menemuiku. Ia pun menggantikanku mengajar di kelas tersebut.
Kumelangkah ke arah kantor Pesantren, ternyata terdapat tamu agung yang ku kenal dari negeri seberang. Aku pun mempersilahkan mereka masuk. Mereka ingin bicara dengan pimpinan pesantren ini dan aku rasa, aku tak dapat menanganinya sendiri. Karena pemilik sah pesantren ini adalah Ning Kayla. Aku pun menyuruh salah satu pengurus untuk memanggil Ning Kayla.
Aku pun mengobrol dengan para tamu yang terhormat dari luar negeri tersebut. Ternyata mereka adalah perwakilan dari universitas al-azhar untuk bekerjasama dengan pesantren al-fatah ini. Hatiku sangat bahagia Alhamdulillah Pesantren ini bisa bekerjasama dengan universitas setaraf Al-Azhar. Walaupun, Pesantren ini juga bekerjasama dengan universitas Al-Ahgaff yang ada di Yaman.
Setelah mengobrol panjang akhirnya Ning Kayla datang ke kantor dan melihat aku dan juga tamu terhormat tersebut. Ia pun duduk dan mengucap salam kepada tamu luar negeri tersebut. Aku pun menjelaskan kepadanya tentang kerjasama yang dilakukan pondok pesantren ini dengan universitas luar negeri tersebut. Nampak Ning Kelayla sangat bahagia Pesantren semakin maju dan berkembang pesat hingga bisa berkontribusi untuk mengirimkan santri terbaik ke Universitas favorit tersebut.
Kulihat Ning Kayla sangat antusias ia menyuruh beberapa pengurus Putri untuk membelikan sesuatu tepatnya makanan khas Indonesia karena pasti di sana makanan tersebut akan jarang ditemui. Aku pun masih mengobrol panjang Bagaimana langkah selanjutnya untuk memajukan Pesantren ini lewat kerjasama tersebut.
Mereka siap memberikan beasiswa kepada santri yang terbaik di pondok pesantren ini untuk dilanjutkan ke Universitas tersebut. Suatu kebanggaan bagi Pesantren ini dapat bekerjasama dengan Universitas tersebut karena Universitas tersebut adalah universitas favorit yang sangat dibanggakan seluruh Santri se-indonesia bahkan dunia.
Mereka pun ingin melihat lingkungan lingkungan Pesantren Al Fatah. Aku pun mengantar beliau-beliau untuk keliling melihat santri-santri yang ada di sini. Nampak mereka sangat takjub dengan adab yang diperlihatkan para santri di sini yaitu adab sopan dengan menundukkan kepala juga jika ada guru ataupun pengurus ataupun orang dalam pasti mereka akan menunduk terlebih akan mengesot untuk tidak su'ul adab kepada mereka semua.
Kemurahan senyum penduduk Indonesia yang diperlihatkan para santri di Al Fatah ini ini sangat membuat tamu kehormatan tersebut beruntung dapat berkunjung di pesantren ini. Kami selaku pemimpin dan pengasuh Pesantren ini sangat mengutamakan adab daripada ilmu jika tanpa adab ilmu tak ada gunanya dan lebih baik seseorang itu mempunyai adab dan ilmu itulah yang kami terapkan di pesantren al-fatah ini.
Beberapa jam kemudian, salah satu Ustadzah memanggil kami untuk ke kantor karena jamuan sudah disiapkan dan saatnya mereka mencicipi makanan Indonesia. Kami pun menuju ke kantor nampak deretan masakan Indonesia tersajikan di sana. kami pun memakan dengan an lesehan Karena itulah khas dari cara makan orang Indonesia.
Salah satunya nampak lahap memakan makanan tersebut. Makanan yang sengaja disajikan Para pengurus secara spontan sepertinya sangat cocok di lidah mereka. Mereka pun mengatakan masakan Indonesia ini rasanya enak dan pas di lidah kami walaupun kami orang Mesir. Hal itu membuat mereka ingin menambah porsi makanannya. Kami pun senang dapat membuat senang hati para alim dari negeri nabi tersebut.
Setelah puas melahap semua masakan tersebut Mereka pun menyerahkan surat kerjasama antar Pesantren Dan juga Universitas mereka. Aku rasa yang lebih berhak untuk menandatangani lembaran tersebut adalah Ning Kayla karena dia adalah anak satu-satunya dari Kyai Jafar pengasuh Pesantren Al Fatah ini.
Setelah itu mereka pamit untuk pulang Mereka pun diantar sopir pesantren untuk menuju ke penginapan terlebih dahulu dan selanjutnya baru terbang ke Mesir kembali. Nampak Ning Kayla sangat bahagia melihat apa yang terjadi saat ini. Bahkan ia memujiku karena dapat memajukan pondok pesantren ini walaupun banyak yang ragu terhadap kepemimpinan ku di al-fatah ini.
Aku pun mengatakan kepada Ning Kayla lebih baik lagi jika aku memimpin dengan pendamping seperti dirinya. Dan nampak ya hanya menundukkan pandangannya mungkin ia masih berat dengan perjodohan yang tak sreg di hatinya tersebut. Aku sangat mengerti perasaannya Bagaimana mungkin ia bisa menikah dengan orang yang tak dicintainya?
Dalam hatiku berjanji akan membahagiakannya entah bagaimanapun caranya. Karena wasiat itu sudah mendarah daging di jiwaku aku harus menjaga Putri kecil Kyai Jafar yang ada di depanku ini. Sebagaimana jasa-jasanya sangat berarti bagiku sampai beliau ingin aku untuk meneruskan beliau memimpin Pesantren ini.
"Kayla, pergi dulu ya Kang." ucapnya padaku dan aku hanya tersenyum dan mempersilahkannya. Sepertinya Ning Kayla sedang cuek denganku. Ya Allah Ning, apa yang harus kulakukan? Memajukan Pesantrennya sudah. Ingin mengobrol namun ia tetap saja ingin menjauh dan menghindar.
Tiba-tiba seorang santri menghampiriku dan memberitahukan bahwa ada keributan di Pesantren putra dan aku pun segera kesana. Nampak kerumunan para santri yang melihat temannya berkelahi. "Bubar! Ada apa dengan kalian? Apa Pesantren tempat untuk bergulat?" mereka diam ketika suaraku sudah terdengar.
"Kamu dan kamu, ikut saya!" ucapku kepada dua anak yang berkelahi tersebut dan menyuruh mereka untuk menguras tambak. Pekerjaan yang cukup melelahkan yang aksn membuat mereka jera. "setelah selesai kalian menghadap kepada saya di kantor." Aku pun meninggalkan mereka.
"Jangan keras-keras sama mereka." ucap Ning Kayla yang lewat disampingku lalu berlalu. Ya Allah apakah aku keterlaluan dengan dua sanyti tersebut? Bukankah ini sudah sesuai dengan hukuman yang ada di Pesantren ini? Sikap dingin Ning Kayla menyiksaku.
Aku pun menuju ke Kantor dan selang beberapa menit kemudian mobil Pesantren Mambausshofa berhentindi halaman Pesantren. Itu pasti Gus Zein atau mungkin Kyai Faqih dengan putra mahkotanya. Di seberang sana nampak Ning Kayla yang sedih dan cemberut karena ternyata tak hanya satu mobil saja. Beberapa mobil mewah ada di parkiran halaman Pesantren. Sepertinya Gus Zein akan melamar Ning Kayla hari ini.