Kulihat rombongan mobil tersebut terparkir rapi di halaman Pesantren Abah ku. Dan nama mobil itu Tak asing di telinga ku maupun di mataku. Hatiku seakan semakin kacau melihat bingkisan bingkisan yang dikeluarkan dari mobil tersebut. Tiba-tiba Ummi memanggilku dan menarik tanganku menuju ke kamar. Umi mengatakan Gus Zein akan melamarku hari ini.
Astagfirullah apa yang aku takutkan terjadi juga hari ini. Sebuah gaun mewah berada tepat di depanku gaun itu tak semewah dengan hatiku saat ini ini yang sedang bersedih karena harus berkorban perasaan Demi kemajuan pesantren yang kulihat sekarang sudah melangkah lebih maju di bawah kepemimpinan kang Ali. Mbak Azizah pun memoles wajahku dengan alat tempurnya.
Mbak Azizah memang piawai merias wajah bahkan saat wisuda anak-anak pesantren Iya Yang menghandle rias wajah santriwati. Kulihat riasannya bagus dan apik berpadu dengan gaun warna putih dengan aksesoris di pundaknya menambah kesan mewah gaun tersebut Namun semua ini tak ada artinya bagiku, ini terlalu berlebihan ini bukan pernikahan kenapa aku harus didandani dengan gaun pernikahan seperti ini?
Di mana Kang Ali apa dia mengerti perasaanku hancur seketika hari ini. Terdengar para tamu saling berbincang dan acara pun dimulai. Kenapa harus mendadak ini membuat acara yang sakral seperti ini. Mbak Azizah dan Umi menonton ku keluar menemui para rombongan Pesantren mambaus shofa.
Aku hanya dapat menunduk dengan perasaan pasrah dengan apa yang terjadi hari ini. Kulihat di sebelah kiriku karena Ali duduk dan menundukkan pandangannya tak melihat ke arahku. Betapa jahatnya kamu kang Ali, tahukah kangali perasaan ku hari ini? Ini seperti Tak Adil Bagiku.
Aku menguatkan diriku sendiri melewati Para pengurus dalam dan sampai ke depan Gus Zain." Nduk cah ayu, akhirnya kamu jadi mantu ku, " ucap Umi Gus Zain yang memujiku. Beliau memang baik sekali namun sayangnya aku tak pernah mempunyai perasaan kepada putranya masing-masing.
Acarapun dimulai. Aku hanya dapat menunduk lesu dan menahan tangis, peejodohan yang sangat tak aku inginkan. "Bissmillah, Ning Kayla Nadhifa Almaira, apakah Ning Kayla mau menjadi istriku?" ucap Gus Zein yang menatap kearahku. Aku melirik ke arah Kang Ali yang juga menunduk dan sepertinya sudah pasrah dengan jawabanku.
"Ayo, nak dijawab." Umi mengharapkan jawaban dariku. "Ha, begini saja. InsyaaAllah jawaban Kayla "MAU" karena adik saya hanya menunduk dan diam. Seenaknya saja Mas Syarif memberi keputusan. Aku dengan mata berbinar memandang ke arah Umi yang ada di sampingku dan beliau hanya mengangguk saja. Aku pun merasakan beliau juga terpaksa.
Bu Nyai memberikan cincin ke jari manisku, sebagai tanda ikatan menuju pernikahan .Semua memang tak mengerti perasaanku. Semua memang tak mengerti hatiku saat ini sedang hancur Bahkan aku sendiri tak bisa memikirkan Bagaimana kelanjutan lamaran ini. Saat ini juga aku resmi menjadi calon istri dari Gus Zein.
Aku pun sontak meninggalkan acara tersebut dan masuk ke dalam kamar menangis meratapi nasibku sebagai anak seorang Kyai yang harus di jodohkan dengan seorang Gus. Mungkin semua ini adalah berita yang menggembirakan bagi al-fatah, namun tidak bagiku walaupun di luar sana banyak anak Kyai yang harus menikah dengan anak Kyai juga.
Bahkan semua Santri menyambut gembira dengan lamaran ini. Semua orang bergembira kecuali aku yang hanya dapat merenung di dalam bilik kamar dan menangisi apa yang sudah terjadi. Kini cincin itu melingkar di jari ku dan terlambat lah segala kisah ku bersama Kang Ali.
Ya Allah aku tak kuat, Gus Zein adalah idola para santriwati namun bagiku tidak. Aku takut menikah dengannya. Sepertinya ia orang yang sangat keras dan tak lemah lembut. Ya Allah Sungguh malang sekali nasib ku. Apakah aku sudah tak ada harapan lagi untuk merasakan kasih sayang seorang yang yang aku cintai?
Setelah para tamu telah bubar aku pun keluar dan ternyata masih ada ada keluarga Gus Zain yang sedang berdiskusi tentang acara pernikahan kami yang akan berlangsung satu bulan lagi. Sungguh waktu yang sangat singkat bagiku menerima seseorang yang tak kucintai berada di pelupuk mataku setiap hari.
"Nduk, Kayla mriki Nak!" (Nduk:panggilan anak perempuan, Kayla kesini nak) Umi meamnggilku dan aku pun menghampiri mereka. "Ayu tenan calon mantu ku iki. " Bu Nyai memujiku di hadapan keluarganya dan keluargaku di mana ya kang Ali Kenapa tak ikut kumpul bersama mereka?
Umi, Kang Ali teng Pundi yang artinya Ibu Kang Ali di mana? Umi pun menjawab tak tahu keberadaan Ali dan akupun menuju ke pintu luar melihat di mana ia berada. Aku pun menoleh ke arah kanan dan kiri namun tak ada tanda-tanda Kang Ali. Dimana Kang Ali? begitu saja meninggalkanku? sungguh itu adalah sifat yang bukan kesatria.
Aku pun mencarinya di belakang rumah. Nampak Kang Ali ada di gubuk ditengah persawahan. Aku pun berlari dengan gaun yang kutenteng. Ribet banget gaun ini! Aku berlari sekuat tenagaku dan brukk! Aku terjatuh. "Adduh!" namun Kang Ali tak peka terhadapku. Aku pun mencoba bangkit dan memanggilnya. Ia tak peduli dan justru melangkah meninggalkanku. "Kang Ali! Tolong..!"
***
Kulihat Sang Putri Kyai Ja'far terduduk dan di hamparan sawah. Sepertinya ia bukan terduduk saj melainkan jatuh. Aku pun menghampirinya dan nampak aku salah fokus ke wajah ayu yang dipoles dengan makeup tipis-tipis berada di hadapanku. "Kang, tolongin! teriaknya dan aku pun mengulurkan tanganku seraya mengalihkan pandanganku dari Ning Kayla.
Maafkan aku Ning, aku harus menjaga jarak denganmu. Namun saat ku tolong, ia terpeleset dan aku menangkapnya. Pandangan itu, Astaghfirullah, aku pun menghindarinya. Mata bak bidadari dan senyum manisnya begitu sangat menarik perhatianku. Namun aku harus tahan godaan tersebut.
"Kang, bawa aku pergi," ucapnya membuatku kaget. Ia terus menatap ke arahku. "bawa Kayla kemanapun Kang Ali tinggal. Kayla tak bisa hidup tanpa Kang Ali!" rintihnya bersandar di pelukanku. "Ning Kayla, maafkan aku." Aku pun refleks memeluknya.
"Ning, Gus Zein pasti mencari Ning Kayla." ucapku padanya namun sepertinya ia tak peduli dengan hal itu. Kami pun ke Gubuk teman bermain kami saat kecil. Ia phn bersandar dibahuku menikmati angin yang sepoi-sepoi dan hijaunya persawahan yang menambah sejuk pandangan ini.
"Kang Ali, jika aku menyerahkan semua yang ada pada diriku pada Kang Ali, apakah Kang Ali mau menikah denganku?" sungguh pertanyaan yang ambigu. Menyerahkan dirinya? Astaghfirullah, aku tak ingin memilikinya dengan washilah dosa. "Maksud Ning Kayla?" ia pun berdiri dan menjelaskan.
"Dari kecil aku sudah bersamamu Kang, Kamu yang selalu ada setiap aku ada masalah dan dalam suka cita. Kang Ali selalu ada menghibur Kayla saat sedih namun hari ini Kayla sangat hancur Kang. Kayla mau Kang Ali bukan yang lain!"