Lantunan ayat-ayat Qur'an dalam balutan mimpi mengusik lelapku. Ya Allah sudah pagi. Segera aku menuju ke kamar-kamar asrama untuk membngunkan para santri dan setelah itu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tak terlihat Siska yang selalu membuat bibir ini beristighfar ketika mendengar hentakan suaranya. "Alhamdulillah, pagi yang tenang dan mendamaikan jiwa"
Setelah selesai, aku melangkahkan kakiku ke musholla untuk tahajud, nderes Qur'an sempai adzan shubuh tiba.
"Dek," suara Mbak Khodijah terdengar di telinga kananku.
"Nggih Mbak,"
"Nanti sampean setelah ini siap-siap nggih," kata Mbak Khodijah. Mula-mula aku tak mengerti apa yang beliau maksud. Aku baru sadar, jika ini hari Minggu. Hari ini akan di adakan lomba Al-Banjari di Jombang.
"Dek,"
"Nggih Mbak,"
"Inget to?"
"Inggih Mbak," ucapku sambil tersenyum ke arah Mbak Khodijah.
Setelah selesai sholat shubuh, semua santri sedang nadhoman, kecuali aku dan pengurus yang harus menemani santri yang mengikuti lomba banjari.
Kami harus bersiap untuk acara lomba tersebut. Ku lihat Amel, Ririz dan Nur masih di bawah mengikuti nadhoman.
Nampak ku lihat dari atas jembatan yang menghubungkan asrama dan sekolah terdapat dua mobil pesantren yang di pegang oleh Gus Ghoffar dan Gus Zein.
"Lho,Mbak Kayla turun, ayo berangkat!" ucap Gus Ghoffar
Aku hanya menundukkan kepalaku dan turun menuju lantai dasar. Ku lihat Mbak Ainun, Mbak Kodijah, Mbak Zulaikha dan Mbak Izzati sudah berada di sana.
Gus Zein berjalan ke arahku. Tiba-tiba Mbak Izzati menghentikan langkahnya.
"Mbak Kayla!" teriak Gus Ghoffar.
Aku pun menghampiri Gus Ghoffar di mobil depan Gus Zein.
"Monggo nderek mriki," ucapnya lagi.
Aku hanya menganggukkan kepalaku dan Gus Ghoffar mempersilahkanku duduk di belakang bersama Mbak Khodijah. Sedangkan Mbak Izzati bersama Mbak Zulaikha di mobil Gus Zein di susul mini bus untuk mengangkut para santri.
Mobil kami pun melaju perlahan meninggalkan gerbang Pesantren. Dalam perjalanan terjadi obrolan santai antara aku Mbak Khodijah dan Gus Ghoffar.
"Mbak Kayla asal pundi?" ujar Gus Ghoffar melihat ke kaca yang ada di atasnya.
"Bojonegoro Gus,"
"Oh, nggih saknapane Pesantren Al-Fatah?" Ucapnya. Ternyata Ia tak mengetahui aku putri Kyai pemilik pesantren tersebut.
"Dalem tasek teng lingkungan pesantren Al-Fatah,"
"Oh, nggih-nggih,"
"berarti sampean masih satu desa nggih kalih Kyai Ja'far?" ucapnya lagi. Aku hanya diam.
"Ngapunten Gus, Dek Kayla niki Ning Kayla Nadhifa Almaira putrinilun Kyai Ja'far Shodiq" jelas Mbak Khodijah. Aku pun tertunduk malu.
"MasyaaAllah, ngapunteng nggih Ning, makane kok asmane nggih Kayla" ucap Gus Ghoffar dengan sedikit sungkan. Aku pun lebih sungkan lagi mendengar penjelasan Mbak Khodijah.
"Pripun kabaripun Abah Yai?"
"Alhamdulillah Abah sae Gus"
Sangat terlihat jelas sunggingan senyum yang manis terpampang dalam kaca tersebut. Sesekali aku memandang Gus Ghoffar yang tersenyum.
Kulihat dari kejauhan seseorang yang tak asing dimataku bahkan untuk santri banjaripun nama beliau sangat familiar.
"niku kados Gus Ashfal,"
"Ning tepang?"
"Beliau cukup familiar di kalangan anak banjari"
Tiba-tiba Gus Ghoffar menghentikan mobilnya tepat di depan beliau.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh"
"Gus Ashfal bade teng pundi?"
"Ajeng teng acara lomba banjari teng jombang,"
"Nggih mpun monggo sareng,"
"Mboten merepotkan?"
"Mboten, monggo."
Akhirnya beliau duduk di depan, siapa sangka artis sekaligus munsyid muda seperti Gus Ashfal duduk bersama kami di satu mobil. Apalagi aku ingat syair-syair yang di bawakan beliau. Sangat merdu dan menyentuh hati siapa saja yang mendengarnya.
Setelah beberapa jam perjalanan kami sampai ke tempat acara berlangsung. Segera aku turun dan membuka pintu mobil.
Aku dan Mbak khodijah pun turun dan mempersiapkan para santri dan santriwati yang akan mengikuti lomba.
"Kaylaaaa!" suara yang nyaring terdengar dari arah samping panggung
Ku lihat sosok yang tak pernah ingin kulupakan, Kang Ali. Kenapa dia bisa ada disini? Oh, ya aku lupa. Mungkin abah juga mengirim perwakilan lomba dari Al-Fatah.
Kang Ali pun menghampiriku.
"Alhamdulillah, aku ndak jadi ke pondokmu Nduk" ucap Kang Ali.
"Kang Ali jadi juri?"
"Yo ndak, aku ngantar anak-anak yang lomba"
"Sami Lek"
"Ustadz Ali. MasyaaAllah" ucap Gus Ashfal dari belakang dan bersalaman dengan Kang Ali.
Ternyata mereka berdua paling mengenal bahkan terlihat akrab sekali.
"Gus Ashfal kok saget bareng sampean nduk?"
"Lho, sampean tepang kalih mbak niki?"
"Jelas Gus, niki Ning Kayla putrinya Kyai Ja'far"
"MasyaaAllah, ngapunten Ning"
"Mboten nopo-nopo Gus" salam takdhimku padanya.
Ku lihat dari jauh Gus Zein melihat ke arah kami dengan wajah yang sedikit marah. Aku pun tak mengerti kenapa dia seperti itu.
"Ustadzah dalem pinjam Ning Kayla riyen nggih" ucap Kang Ali pada Mbak Khodijah.
"Gus Ghoffar, Gus Zein. Dalem pinjam Ning Kayla riyen ajeng tak tuturi" ucapnya lagi.
Dasar Kang Ali. Kami pun pergi dari tempat acara dan berjalan - jalan di sekitar tempat acara.
"Kang Ali kok saget teng mriki?"
"Hehe, nggih Ning."
"Oh niki tempat nyantrinya Kang Ali?"
"Mboten kan jadwal banjari disini."
Diam sejenak.
"Sampean sudah dewasa ya Ning" ucap Lek Ali membuat mata kami beradu.
"Wes 30juz?"
"Alhamdulillah kirang 5 juz."
"5 juz iku gampang nduk."
"Kang, pripun kabarnya Abah sekeluarga?"
"Alhamdulillah, sae."
"Alhamdulillah"
"Kayla, siap nopo mboten di khitbah?" ucapnya membuat langkah kami terhenti. Apa maksud Kang Ali? Kenapa bertanya seperti itu? Siapa yang khitbahan? Tiba-tiba Mbak Ainun menghampiri kami.
"Dek Kayla, Ustad Ali ngapunten" ucap beliau dengan menelungkupkan tangannya.
"Wonten nopo Mbak?"
"Darurat niki, vokalnya satu sakit"
"Inalillahi, ayo mbak" aku pun pergi dengan Mbak Ainun dan tak lupa menarik tangan Kang Ali. Dosa pasti. Tapi entah kenapa Kang Ali sudah seperti kakakku sendiri.
Akhirnya kami sampai ke basecamp peserta di balik panggung.
"Alhamdulillah, Dek Kayla gantikan jadi vokal nggih" pinta Mbak Khodijah dengan mendadak.
"Tapi Mbak"
"Sudah, Mbak percaya sampean bisa" potong Mbak Khodijah meyakinkanku.
"Ning Kayla, sampean pasti bisa" sahut Kang Ali.
Aku pun menghela nafas dan mengiyakan permintaan Mbak Khodijah dan teman-teman.
Ku lihat pandangan Lek Ali menatap dan tersenyum padaku. Aku pun menjadi peserta dadakan hari ini.
"Lagu wajibnya nopo mbak?"
"Sholawat Nahdliyah dek, saget kan?"
"InsyaaAllah"
"Selanjutnya peserta no urut 9 An-Nisa dari Pondok Pesantren Mambausshofa Gresik" ucap pembawa acara.
Kami pun naik ke atas panggung. Sekian lama tak mengikuti lomba Al-Banjari pasti aku akan sangat grogi. Bagaimana tidak? Apalagi di hadapanku ada seorang juri yang aku kagumi Gus Ashfal dan juga Lek Ali yang lebih piawai dalam melantunkan syair-syair penggugah jiwa ini.
Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarokatuh.
Allahumma shalli 'alaa Sayyidina Muhammad
Shalaatan turaghghibu wa tunasyithu
(Ya Allah bershalawatlah dan bersalamlah kepada Sayyidina Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam)
Wa tuhammisu biha al-jihaad li ihyaa-i
Wa i'laa-i diinil islaam
(Dengan bacaan shalawat yang membuat kami menjadi senang, rajin dan bersemangat dalam berjuang menghidupkan dan meninggikan syiar agama Islam)
Wa idzhaari sya'aairihi 'laa thariqati
Jam'iyyah nahdlatil 'ulamaa'
(Serta menampakkan syiar-syiar islam menurut cara Jam'iyyah Nahdlatul Ulama. Dan bershalawat dan bersalam pulalah kepada para keluarga nabi dan para sahabatnya)
Allah Allah Allah Allah.
Tsabbit wanshur ahla jam'iyyah
(Allah, Allah, Allah, Allah. Teguhkanlah dan tolonglah seluruh warga Jam'iyyah)
Jam'iyyah Nahdlatil Ulama
Li i'laa-i kalimatillah.
(Nahdlatul Ulama
Untuk meninggikan kalimat Allah (agama islam beserta seperangkat ajarannya)
(Sholawat Nahdliyah karya KH Hasan Abdul Wafi)