Kurasakan ada yang menepuk pelan pipiku. Aku mengerjapkan mata perlahan. Kulihat disekelilingku banyak orang.
"Syukurlah, kamu sudah bangun, Ra. Aku kawatir banget sama kamu." Ucap Dini sambil memelukku.
"Kamu nggakpapa, Ra?" Tanya Arkan yang hanya kutanggapi gelengan kepala.
Kulihat sekilas Bella menampakan wajah tak suka.
Aku tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan lainnya. Akhirnya aku istirahat ditempat yang sudah disediakan para Guru, dengan ditemani oleh Arkan.
"Gimana ceritanya kamu bisa tersesat?" Tanya Arkan.
Kuceritakan semuanya pada Arkan mulai dari aku ingin buang air kecil hingga aku ditinggal oleh grupku sampai tersesat.
Kulihat Arkan rahangnya mengeras seperti menahan amarah. Setelah itu berjalan menuju sekumpulan para Guru. Mereka sedang berbincang-bincang. Mungkin lagi berbincang soal hukuman yang pas buat Bella dan kawan- kawannya. Syukurin lo Bell.
Tapi, hukuman apapun yang lo terima nggak akan sebanding dengan apa yang gue alami.
"Bella, kamu nggak boleh ikut kegiatan apapun." Kudengar suara Pak Zain berbicara dengan Bella.
"Emangnya kenapa, Pak?" Tanya Bella bingung.
"Takutnya nanti ada murid lain yang akan jadi korban kamu." Ucap Pak Zain tegas.
"Tapi, Pak...."
Pak Zain memotong ucapan Bella.
"Nggak ada tapi-tapian. Kamu jaga tenda saja disini, bersihkan sampah-sampah dan dahan-dahan yang ada disekitar tenda. Setelah iku kamu rapikan alat-alat yang tadi habis dipakai kegiatan, kembalikan ketempat semula." Ucap Pak Zain dengan suara lantang.
Sukurin lo Bella.
"Amaira, gimana keadaan kamu?" Pak Zain menghampiriku dan bertanya tentang keadaanku.
"Sudah lebih baik, Pak." Jawabku pada Pak Zain.
"Kamu sudah makan?" Tanya Pak Zain lagi.
"Belum, Pak. Masih kenyang." Jawabku agak gerogi.
Kalau dilihat-lihat Pak Zain itu seumuran dengan Arkan. Masih muda, ganteng dan berkulit bersih. Mirip orang korea. Tapi tetap aja bagiku Arkan lah yang lebih tampan dari siapapun. Eaaaa.
"Kalau gitu kamu istirahat aja." Suruh Pak Zain yang masih setia menemani.
"Eemmmm. Pak Zain nggak ikut mendampingi kegiatan anak-anak?" Tanyaku ragu. Takut kalau dia berfikir aku mengusirnya. Padahal iya sih. Nggak enak dilihat orang lagi berdua-duaan disini dengan Pak Zain.
"Nggak. Aku mau temani kamu aja disini. Nggakpapa kan?" Tanyanya sambil memandangku lekat.
Haduuuhhh pakek mau nemenin aku segala lagi. Aku harus gimana ini.
"Eng....nggakpapa nggakpapa kok." Jawabku gugup.
"Kamu istirahat aja. Aku jagain kamu disini." Ucap Pak Zain.
Aku hanya mengangguk ragu.
"Pak Zain ngapain disini?" Tanya Arkan yang tiba-tiba datang menghampiri.
"Saya cuma jagain Amaira saja. Kasian saya lihat tadi dia lagi sendirian." Jawab Pak Zain santai.
"Iya tadi saya tinggal kumpul sama para Guru sebentar. Sekarang kan sudah ada saya, Pak Zain boleh pergi. Terima kasih sebelumnya." Ucap Arkan seolah mengusir.
Buseettt.. Arkan to the poin banget ngusirnya.
Ketahuan banget cemburunya. Wkwk
Pak Zain pun pergi meninggalkan Arkan tanpa kata. Sesekali melihat kearahku, tapi aku hanya cuek. Sebenarnya nggak enak aja sih, kasian banget dia diusir Arkan. Padahal kan niatnya baik.
"Kamu istirahat aja. Aku jagain disini." Ucap Arkan datar.
"Kamu marah, ya?" Tanyaku dengan memasang wajah sok sedih.
"Nggak." Jawabnya cuek.
"Kamu cemburu?" Tanyaku lagi.
Arkan hanya diam. Tak peduli dengan pertanyaanku, setelah itu pergi kembali ke segerombolan para Guru.
Iisshhhh.. katanya mau nungguin.
Kalau gitu biar ditungguin aja sama Pak Zain tadi.
"Kok ditinggal lagi sama Pak Arkan?" Tanya Pak Zain yang tiba-tiba sudah berada disampingku.
Kayak setan aja nih orang. Bisa muncul tiba-tiba.
"Nggak tau." Jawabku manyun.
"Pak Arkan marah ya? Emang kalian pacaran?" Tanya Pak Zain lagi.
Reflek aku menggeleng.
Kan memang nggak pacaran. Karena nggak dibolehin sama Nenek.
Krucuk krucuk.
Terdengar suara perutku yang keroncongan.
Pak Zain tersenyum sambil menggeleng pelan.
Isshhh dasar perut nggak ada akhlak. Kalau mau bunyi harus tau kondisi dong. Aku kan jadi malu sama Pak Zain.
"Kamu tunggu disini dulu, biar saya ambilkan mi goreng." Ucap Pak Zain segera berdiri.
"Nggak Pak... nggak u....sah...." Terlambat. Orangnya sudah melenggang pergi.
Tak berselang lama Pak Zain kembali datang dengan membawa semangkuk mi goreng ditangannya.
"Kamu makan dulu gih." Suruh Pak Zain sambil menyodorkan mi kearahku.
Aku masih tak bergeming.
"Kamu tenang aja. Mi nya nggak ada racunnya kok. Apa kamu mau kita makan bareng, untuk membuktikan mi ini aman." Ucapnya sambil menyunggingkan senyum.
Reflek aku menggeleng dan merebut mangkok yang ada ditangannya. Bisa bahaya kalau beneran makan bareng semangkuk berdua. Bakal ada perang cinta nanti.
Pak Zain memperhatikan aku makan. Aku jadi risih diperhatikan seperti ini.
"Pak Zain kenapa memandangku seperti itu?" Tanyaku pelan.
"Karena kamu cantik." Ucapnya masih terus memandangku.
Baru juga makan setengah tapi perut sudah terasa kenyang, kenyang karena gombalan. Jadi nggak berselera untuk melanjutkan makan.
"Kenapa berhenti makannya?" Tanya Pak Zain.
"Kenyang, Pak." Jawabku.
"Baru juga makan sedikit, itu masih banyak mi nya." Ucapnya.
"Saya kenyang bukan karena makan, tapi karena gombalan Pak Zain." Ucapku yang membuat Pak Zain tertawa kecil.
"Kamu murid pindahan ya?" Tanya Pak Zain lagi.
"Iya. Pak Zain kok tau?" Jawabku yang kulanjutkan dengan bertanya.
"Karena aku baru melihatmu." Jawab Pak Zain.
"Kan memang kita baru sekali bertemu, lagian Pak Zain bukan guru disini kan? Makanya baru melihat Amaira." Ucapku sambil makan.
"Saya memang bukan guru di sekolah kamu, tapi saya sering jadi guru pendamping di sekolah kamu saat ada kegiatan pramuka. Jadi saya tau murid baru atau pun murid lama di sekolah kamu." Ucapnya yang masih memperhatikanku.
"Pak Zain, tolong jangan memperhatikan aku seperti itu, aku risih. Jadi nggak nafsu makan nanti." Suruhku manyun.
"Itu salah kamu sih, jadi orang cantik amat." jawabnya yang membuatku sulit untuk menelan makanan.
Bodoh amat lah.
Kulanjutkan kembali makanku tanpa menghiraukan Pak Zain. Sesekali kulihat kearah Arkan, sepertinya dia nggak peduli. Buktinya dia sama sekali nggak melihat kearahku. Hanya sekedar melirik pun enggak.
Aku sangat yakin kalau Arkan memang benar-benar cemburu.
Arkan... Arkan..
Nggak gentle banget sih, kalau memang suka harusnya mempertahankanku dong. Bukannya malah membiarkan Pak Zain mendekatiku seperti ini. Kalau nanti aku suka sama Pak Zain gimana? Kan dia sendiri yang rugi.
Lagian sih Arkan jadi orang sok cuek banget, padahal suka.
Aku tahu kalau dia lagi sakit hati sekarang, makanya meninggalkanku sendirian. Dan akhirnya Pak Zain deh yang menemaniku disini.
Aku melirik Pak Zain sekilas, dia masih terus memperhatikanku.
Aku jadi salah tingkah dibuatnya, berasa jadi putri yang lagi diperebutin para pangeran.
Jadi pengen ketawa sendiri kalau membayangkan aku jadi seorang putri.