Lebih baik aku tidur aja lah, agar hari segera berganti esok.
Tak terasa aku tertidur begitu lama, saat kulihat jam dipergelangan tangan ternyata sudah jam 8 malam. Kudengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Segera kulangkahkan kakiku menuju pintu kamar dan membukanya.
Ternyata Nenek yang mengetuk pintu kamarku.
"Ada apa sih Nek? Kenapa Nenek baru membangunkan Amaira sih." Tanyaku pada Nenek.
"Kamu ini tidur apa belajar mati sih? Dari jam 4 nenek membangunkanmu tapi nggak bangun-bangun juga." Ucap Nenek sambil menonyor pelan kepalaku.
"Amaira nggak dengar Nek." Ucapku sambil sesekali menguap karena mengantuk.
"Kamu makan dulu sana biar nggak lapar nanti malam." Suruh Nenek dengan nada sedikit meninggi.
"Tapi Amaira nggak lapar, Nek. Amaira mau lanjut tidur aja, Ngantuk banget." Kembali kututup pintu kamar dan bersiap untuk kembali tidur.
Masih kudengar Nenek mengomel panjang lebar depan pintu tapi tak kuhiraukan. Karena mata ini begitu mengantuk. Sudah nggak bisa ditahan. Lanjuttt tiduurrr.
Hooaammm. Kuselimuti semua tubuhku. Sudah kebiasaan, kalau nggak diselimuti semua nggak bakal bisa tidur.
Krucuk krucuk.
Tiba-tiba perutku terasa lapar. Kulihat jam dipergelangan tangan ternyata sudah jam setengah 10. Masa iya aku sudah tidur satu jam setengah sih. Perasaan baru tidur bentar deh.
Terpaksa aku berjalan keluar kamar menuju dapur untuk makan.
Setelah sampai dapur kulihat meja makan dalam keadaan kosong. Tak ada makanan sedikitpun. Nenek tega banget sih ngabisin semua makanannya.
Kuberjalan menuju kulkas untuk mencari apapun yang bisa dimakan ataupun bisa dimasak. Daannn hasilnya zoonkkkk pemirsaahhh.
Nggak ada makanan apapun. Bahan makanan juga nggak ada. Kulkas dalam keadaan kosong. Hanya ada air putih sebotol.
Isshhh Nenek... Nenek... kalau kulkasnya nggak berguna mending dirongsokin deh.
Krucuk krucukk.
Perutku sangatlah lapar, gimana ini? Aku makan apa? Masa iya makan cicak?
Nenek memang nyebelin
Kulangkahkan kakiku kekamar Dini, rencananya ingin kuajak nyari makan keluar. Setelah sampai didepan kamar Dini, segera kuketuk pintunya.
Tok tok tok
"Din... Dini"
Tok tok tok
"Diniiii"
Nggak ada sahutan apapun dari dalam kamar Dini. Segera kumelangkah menuju kamarku untuk mengambil handpone diatas nakas. Mencoba menghubungi Dini.
*nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi*
Issshhh Diniiii nyebelin.
Kenapa pake dimatiin segala sih handponnya. Kalau nggak dipakai mending dijual tuh handpone. Dini dan Nenek sama aja. Sama-sama nyebelin.
Nyesel banget tadi nggak dengerin omongan Nenek.
Haduuhhh laper bangettt.
Nih perut nggak bisa diajak kompromi banget sih.
Saat ingin membaringkan tubuhku kulihat seperti ada sekelebat cahaya dari luar jendela. Siapa ya malam-malam gini masih diluar rumah.
Kusibak sedikit gorden jendela kamarku. Kulihat ada dua orang pria diluar kos. Duduk bermain handpone sambil sesekali tertawa.
Itu seperti Arkan deh.. sama siapa? Teman kosnya mungkin.
Eh gimana kalau aku minta tolong Arkan saja. Siapa tau Arkan mau bantuin.
Aku coba dulu deh.
Kuayunkan kakiku keluar rumah menuju kosan Arkan.
Kulihat dari jauh Arkan seperti menatapku, mungkin dia heran kenapa aku berjalan menuju kosnya.
Setelah sampai depan kosan Arkan segera aku duduk tak jauh dari Arkan. Guna untuk menetralkan jantungku, agar tak keluar dari tempatnya saat bertemu dengan Arkan.
"Mbak ini siapa? Kenapa malam-malam malah kesini mbak? Nggak takut jika saya godain." Teman Arkan bertanya sambil sesekali menggodaku dengan tersenyum nakal. Maklum lah, kucing kalau dikasih ikan mana ada yang nolak.
Sebelum aku menjawab, kulihat Arkan terlebih dahulu. Dia masih fokus dengan layar handponnya. Seolah bersikap cuek dan sama sekali tak memperdulikanku.
Isshhh sia-sia aku kesini. Arkan sama sekali tak peduli.
"Ehmmm itu mas. Saya lapar, dirumah sama sekali nggak ada makanan. Saya kesini mau tanya disekitar sini kira-kira ada warung yang masih buka nggak?" Tanyaku dengan suara selembut mungkin berharap Arkan akan luluh dan mengantarkanku membeli makanan diluar.
"Loh, tadi kata Nek Rita anggota keluarga sudah makan semua? Tadi Nek Rita bagi-bagi makanan, katanya mubazir kalau nggak dimakan. Makanya dibagi-bagi." Ucap pria itu menjelaskan.
"Masa bodoh lah Mas. Ini perut saya sudah lapar banget nih. Ada nggak warung yang masih buka jam segini?" Tanyaku lagi dengan suara yang ketus. Karena sudah nggak sanggup menahan lapar gaeess.
"Ada Mbak yang masih buka. Tapi apa Mbak berani beli sendiri?" Tanyanya memastikan. Ish. Pake ditanya lagi. Harusnya langsung bilang 'saya anterin ya Mbak' gitu dong. Nggak peka banget jadi cowok.
"Ya apa boleh buat Mas. Nggak ada yang mau nganterin. Buruan kasih tau saya dimana tempatnya?" Nada bicaraku semakin meninggi karena sepertinya nih cowok memang sengaja mengulur-ngulur waktu menunggu warungnya tutup baru mau ngasih tau.
"Sebenarnya saya mau nganterin Mbaknya, tapi saya lagi nunggu teman saya yang mau main kesini Mbak. Kalo saya tinggal pergi takutnya dia nyasar." Ucapnya "Bro, anterin lah. Kasian. Cewek nih, cantik pula. Takutnya nanti kenapa-napa dijalan." Cowok itu menyuruh Arkan.
Tapi Arkan sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari layar handpone. Sama sekali tak beranjak dari tempat duduknya.
Dasar laki-laki nggak punya perasaan. Makiku dalam hati.
"Udah lah Mas biar saya sendiri aja. Tempatnya disebelah mana?" Tanyaku lagi dengan perasaan jengkel yang masih kutahan.
"Dari sini lurus aja mbak, nanti ada perempatan belok kiri, habis itu belok kanan, mbak ikuti jalan itu, setelah itu belok kiri, dan terakhir belok kiri lagi. Disitu nanti warung yang buka sampai jam 12 malam." Jelasnya.
Aku hanya manggut-manggut. Segera kulangkahkan kakiku untuk pulang mengambil uang dan sepeda motor.
Setelah itu kumelaju dengan sedang. Sebenarnya nggak paham jalan yang tadi dibilang cowok tadi. Tapi hati sudah terlanjur jengkel.
Cari sendiri aja lah, nanti muter-muter juga pasti ketemu sendiri.
Saat kulihat sepion ada seseorang dibelakang yang sepertinya sengaja mengikutiku. Kutambah kecepatanku. Orang itu juga mengikuti dengan berkendara ngebut.
Gimana ini?
Tapi ini kan didesa. Banyak rumah-rumah. Kalaupun tuh orang punya niat jahat aku tinggal teriak lah. Pasti banyak yang keluar rumah nanti.
Kulajukan motorku dengan sedikit pelan. Orang itu pun ikut memelankan motornya.
Seketika Aku mencoba menajamkan penglihatanku, ingin tau siapa orang yang mengikutiku.
Ohhhh.
Jadi dia..
Ngapain tuh orang ngikutin aku? Jangan GR Amaira, jangan GR dulu. Mungkin dia juga ingin mencari makan malam.
Berarti memang benar jalan yang kutempuh ini, feelingku memang selalu tepat. Ngapain juga tadi pakek nanya sama cowok yang nyebelin, buang-buang waktu aja. Harusnya kan aku udah sampai ditempat dan udah bawa pulang makanan. Tapi setelah ini harus lewat mana lagi ya,?