Sorot mentari pagi menerobos paksa tirai gorden yang masih tertutup rapat, nahas semilir dingin pagi itu cukup kencang berhembus hingga tirai tebal itu sedikit tersibak. Alhasil cahaya terang sang surya berhasil jatuh tepat pada wajah Adam yang tampak lusuh.
Ia melenguh pelan, mendecak sebal pada guling yang kini ia gunakan untuk menutupi kedua matanya yang terasa perih oleh sinar mentari. Wajar saja, semalaman ia hanya merenung. Menatap kosong pada kesunyian setelah semua orang di rumahnya satu persatu pamit undur diri.
Pukul tiga malam ia baru bisa memejamkan matanya lelah. Fikirannya kalut, segala beban terasa semakin menumpuk saja pada bahunya. Di hempasya guling yang sedari tadi ia peluk, ia duduk dengan malas pada kasur berukuran king size itu. Duduk bersandar pada kepala ranjang yang kokoh, matanya masih terpejam menahan sakit di kepalanya yang kian terasa berat.
Adam menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan seolah tengah membuang segala rasa penat dalam dirinya. Ia membuka matanya pelan menyesuaikan cahaya yang masuk pada retinanya, dirabanya sekeliling kasur. Ketemu.
Benda pipih dengan logo Apple yang di gigit berwarna gold dalam case transparan, di gesernya layar handphone miliknya itu cepat. Sontak matanya membulat, tertera disana sudah ada dua puluh panggilan tak terjawab dari Pihu. Ya memang setelah perjodohannya dengan Raihan di pastikan Ustadzah Ratih mengizinkannya untuk membawa ponsel, disamping untuk mempermudah komunikasinya dengan Raihan Pihu juga pasti membutuhkannya untuk kebutuhan kuliah.
Adam hanya menatap dingin pada ponsel yang sekarang sudah tergeletak kembali diatas nakas, ia tahu jika semalam Pihu pasti mencarinya dan mengkhawatirkannya. Semalam dia pulang larut sekali setelah puas melampiaskan kesedihannya pada kelam malam diatas sana, ia tersenyum kecil mengingat betapa bodohnya ia semalam bertindak layaknya seorang majnun.
Bagaimana jika nanti ia harus melihat pernikahan Pihu dan Raihan, apa ia akan bisa menahannya? Apa nanti ia akan bisa setabah itu? Adam mengacak rambutnya frustasi sekali lagi. Lalu ia teringat pada seseorang yang semalam memergokinya di bukit, kembali fikirannya menerawang. Haruskah ia menceritakan segalanya pada Pihu? Tapi ia takut melukai perasaan Pihu, apalagi sekarang ia juga tampak sangat tertekan karena perjodohannya dengan Raihan.
Adam hanya menghelas nafas gusar, memandangi sebentar jendela yang mengarah langsung pada asrama putri disana. Ia Menundukkan wajahnya dalam sebelum kemudian beranjak menuju kamar mandi, ada sesuatu yang harus segera ia selidiki kebenarannya. Dengan segera setelah selesai menyegarkan diri, ia langsung turun dan memacu mobilnya menyusuri jalan raya yang mulai ramai oleh berbagai kendaraan.
Adam terus melajukan mobil hitam itu dengan cepat, sesekali ia berhenti dan tampak menanyai beberapa pejalan kaki yang ia temui. Matanya terus bergerak kesana kemari kala setiap orang yang di temuinya ternyata tak satupun yang mengetahui apa yang sedang ia cari.
Mentari mulai meninggi, cuaca panas membuat tubuhnya merasa penat. Keringat tampak menetes dari dahinya, turun ke wajah hingga rahang kokoh miliknya tampak mengilap karena cahaya.
Ia kembali masuk kedalam mobilnya dengan gelisah, matanya tampak menerawang pada jalanan ramai di hadapannya. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu yang berat. Kedua alisnya tertaut Sempurna ketika kedua netranya dengan tak sengaja menangkap seseorang yang ia kenali baru saja masuk kedalam mobil bersama seorang pria cukup tampan dengan setelan jas rapi.
Ia memicingkan matanya sekali lagi, takut jika penglihatannya sedang bermasalah. Di kuceknya perlahan namun benar, itu adalah Pihu. Tapi dengan siapa ia disana? Segera Adam memacu kembali mobilnya, mengikuti arah mobil putih itu yang sudah terlebih dahulu melaju.
Ia terus menginjak pedal gasnya, memecah kesibukan jalan raya yang amat penuh oleh pengendara lain. Namun sial, sebuah mobil menyalip mobilnya tepat di lampu merah. Dan disini dia sekarang, terjebak ketika lampu merah baru saja menyala sedangkan mobil itu sudah hilang di depan sana.
____
Pihu baru saja masuk kedalam sebuah gedung perpustakaan, di sampingnya Aisyah tampak sedang berselisih dengan hijab yang katanya terasa panas. Kebiasaan lama, Pihu hanya tersenyum kecil melihat sahabatnya itu.
Mereka menyusuri lorong-lorong yang penuh oleh rak-rak kayu, disana berbagai macam buku baik dari penulis baru maupun penulis-penulis terkenal berjejer rapi. Pihu sangat bersemangat membuka buku-buku itu satu persatu, matanya berbinar kala buku yang sedari tadi di carinya ia temukan.
Buku bersampul cokelat dengan lukisan bunga lily yang yang anggun, tercetak tebal disana "Kisah cinta" yang ditulis oleh seorang penulis terkemuka.
Mereka duduk di sebuah kursi kayu yang memanjang dengan sebuah meja kecil yang hanya muat untuk satu buku. Aisyah sudah larut disampingnya dengan buku novel impiannya yang baru ia temukan.
Dibaliknya lembar demi lembar novel itu, hingga matanya membola ketika sebuah lembar dengan sebuah kertas kecil didalamnya cukup membuatnya tersentak, nafasnya seketika memburu cepat.
Ia langsung menutup buku itu, Aisyah yang melihatnya hanya menatap heran Pihu. Bukankah itu buku yang begitu di inginkannya? Lantas mengapa? Ada apa?
"Pi? Kamu kenapa?" Tanya Aisyah pada Pihu yang sudah tampak pucat seketika.
"Aku gakpapa, udah yuk kita pulang aja takut kesorean." Memasukkan buku itu kedalam tasnya dan segera bangkit menuju pintu keluar dengan tergesa.
"Pi! Tunggu, kamu kenapa sih?" Teriak Aisyah di belakang sana yang masih ripuh membereskan buku-buku yang baru saja ia beli.
____
Adam masih mengemudikan mobilnya perlahan, matanya masih sibuk meneliti setiap sudut jalanan berharap menemukan pihu. Dan berhasil, disana Pihu tampak sedang berjalan tergesa dengan Aisyah yang mengekorinya tergopoh-gopoh.
Adam segera melajukan mobilnya cepat kearah mereka, ia sudah tak sabar ingin menanyai Pihu tentang siapa pria yang tadi bersama mereka.
CIIITTTTT
Adam menginjak pedal remnya, mobil itu kini berhenti tepat di hadapan Pihu yang tampak sedikit terlonjak karena terkejut. Ia segera turun, menghampiri Pihu yang masih mematung didepan sana.
"Dek, kamu gakpapa kan?" Tanyanya penuh kekhawatiran, sembari memperhatikan setiap jengkal tubuh Pihu yang terbalut gamis maroon.
"I iiyaa Mas, Pihu gakpapa. Ini baru abis beli buku sama Aisyah," ucapnya heran seraya menunjuk Aisyah yang sudah duduk kelelahan di trotoar jalan karena sedari tadi mengejarnya.
"Alhamdulillah, syukurlah kalo gitu. Mas takut kamu kenapa-kenapa," ucapnya seraya tersenyum penuh arti pada Pihu, meski tatapannya masih menunjukan kekhawatiran.
Pihu hanya menatap heran pada Adam yang begitu mengkhawatirkannya, memangnya apa yang akan terjadi padanya? Bukankah ia hanya pergi ke sebuah perpustakaan untuk membeli beberapa buku untuk tugasnya?
"Eumm Mas kok bisa ada disini?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Adam diam mematung, ia terkejut. Apa yang harus ia jawab pada Pihu? Tidak mungkin jika ia menjelaskan sejujurnya bukan.
"Eum itu, Mas tadi abis benerin mobil, iya benerin mobil ke bengkel trus malah liat kamu barusan sama cowok. Siapa?" Ucapnya bohong sembari membuang pandangannya kearah lain agar tidak tertangkap oleh Pihu jika ia sedang berbohong saat ini.
"Ohhh itu dosen Pihu di kampus, kebetulan tadi Pihu mau kesini beli buku sama Aisyah nah dia nawarin bareng karena searah. Udah gitu," jelasnya jujur seraya tersenyum hangat menatap wajah tampan milik Adam.
"Dosen?" Adam bertanya pada dirinya sendiri.
"Apa jangan-jangan dia?!"
____