Chereads / Dipaksa Menikahi Lelaki Buta / Chapter 12 - Ocehan dan Umpatan

Chapter 12 - Ocehan dan Umpatan

Sudah agak lama Chandra tertidur di pangkuan bibik. Pastinya bibik sudah sangat letih menemaninya sedari tadi. Dia akhirnya terbangun, mengerjapkan kedua bola matanya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Tertawa cengengesan karena sudah merepotkan sang bibik. Tangan Chandra melambai-lambai, mencoba mencari tongkatnya kembali. Berniat untuk kembali ke kamarnya saja.

"Ehhh kamu sudah bangun, Nak? Lantas kenapa kamu cengengesan seperti itu, Nak, dan juga kamu mau ke mana? Apa kamu mencari tongkatmu?" tanya bik Mira. Bik Mira memang selalu tau apa yang diinginkan Chandra. Secara Chandra sudah dibesarkannya sejak bayi. Juga bibik lah yang sudah menyingkirkan tongkat Chandra tadi. Niatnya agar Chandra tak kecapekan memeganginya.

"Iya, Bik, Chandra mencari tongkat, apa Bibik melihatnya?" balas Chandra dengan bertanya kembali.

Bik Mira pun langsung saja mengambil tongkat Chandra yang didirikan di sampingnya. Lalu memberikan kepada Chandra dengan tangan Chandra yang dielusnya ketika Chandra sudah memegangi tongkatnya.

"Terimakasih, Bik, kalau begitu Chandra pamit dulu, mau ke kamar, banyak hal yang harus diurus, mulai dari masalah kantor dan semuanya. Sekali lagi terimakasih karena Bibik sudah menemani Chandra selama ini," ucap Chandra dengan tulus. Dia sudah berdiri dari duduknya. Bik Mira pun tersenyum, mengangguk dan memeluk Chandra lagi.

"Enggak usah berterimakasih, karena Bibik akan selalu berada di sampingmu, Nak. Jadi santai saja sama Bibik. Oke." Kali ini bik Mira sudah mengelus punggung Chandra dengan sangat lembut.

"Baiklah, oke Bik. Bibik juga istirahat yaaa. Bye Bibik," pamit Chandra yang sudah melepaskan pelukannya. Ia pun masuk ke dalam kamarnya yang tak jauh dari tempat bibiknya. Sementara bibik juga menuruni tangga. Kembali ke tempatnya juga.

Chandra pun tersenyum ketika dia berada di depan cermin. Mengelus-elus cermin itu, seperti sedang mengelus-elus bayangannya. "Apakah aku masih tampan? Jelasnya masih ya kan? Karena aku memang sudah tampan sejak bayi hoho." Begitulah Chandra ketika sedang menghibur dirinya sendiri. Bangga terhadap dirinya sendiri baginya sangatlah penting. Jadi akan menciptakan percaya diri yang sungguh luar biasa.

Ia lalu membaringkan dirinya di atas ranjangnya. Membayangkan kehidupannya kelak seperti apa bersama Citra. 'Citra? Bagus sihh namanya, tapi entah kenapa aku kurang srek dengannya, mungkin karena dia wanita yang sangat berisik dan seperti mercon mulutnya itu. Jadi sangat tak nyaman, coba saja si Citra pendiam, pastinya dia penurut. Aku memang dari dulu benci wanita yang berisik dan type ku adalah wanita yang pendiam seperti ...' Batin Chandra. Perbatinannya terputus karena tak mau memikirkan mantan pacarnya lagi. Baginya memang mantan pacarnya itu pendiam, tapi bukankah dia adalah munafik? Jadi Chandra sudah tak menyukai wanita apapun, baginya semua itu sampah dan wajib dibakar saja.

"Persetan dengan semua wanita, persetaaaan! Dengan aku buta saja dia sudah meninggalkanku, ternyata dia tak menerimaku apa adanya, apalagi kalau misalnya aku adalah anak gembel, pastinya tidak akan dilirik sama sekali. Haaaaaah," celoteh Chandra di tengah kegalauannya. Hatinya masih benar-benar hancur, jadinya menerima perjodohan yang diberikan papanya. Coba kalau mantan pacarnya tidak seperti itu, pastinya Chandra akan mempertahankannya dan tidak mau dijodohkan. Tapi kalau sudah begini yang pasti Chandra hanya bisa pasrah saja.

"Kita lihat saja nanti! Apakah si Citra itu akan betah terhadapku! Yang pasti aku akan memberikan kehidupan yang dingin dan datar, supaya dia pergi dari hidupku haha. Tunggu dan lihat saja Citra! Sekuat apa kamu!" tambah Chandra yang masih mengoceh di atas ranjangnya. Menggeliatkan badannya ke kanan dan ke kiri. Melupakan niatnya untuk mengecek laporan keuangan kantornya.

***

Sementara di rumah Citra. Rumahnya sudah dipenuhi barang-barang belanjaan online yang diorderkan oleh mamanya. Mamanya sangat perduli dengan pernikahan Citra, jadi beliau mengorder semuanya, mumpung dia pulang cepat tadi dari kantornya.

Papa Citra juga ikut ribut mengurus pernikahan pernikahan putrinya itu, karena bagi mereka itu adalah kewajiban dan pernikahannya harus semeriah mungkin, tidak boleh diabaikan sama sekali.

"Mamaaaa, Papaaaa. Kenapa ribut sekali siiiih, jangan berisik tau? Citra sedang belajar iniiii," teriak Citra di dalam kamarnya, karena memang dia sedang belajar. Citra yang tidak tahan lagi dengan ulah kedua orang tuanya, dia pun keluar dari kamar dan melihati dari atas, ada apa di bawah sana yang sungguh ribut itu, lagian percuma Citra berteriak, karena tak akan terdengar oleh kedua orangnya yang hanya sibuk memperhatikan barang-barang belanjaannya.

Citra pun terbelalak, ketika melihat semua itu. Kepalanya digelengkan pelan seraya menepuk jidatnya. Menunjuk ke semua barang itu dengan gemasnya. "Pa, Ma, apa itu semua? Kenapa rumah kita berserakan kayak kapal pecah begitu? Barang-barang apa itu? Dan dapat dari mana?" tanya Citra yang sudah mulai menuruni tangga. Sedikit penasaran dengan yang dilakukan kedua orang tuanya. Dia sungguh melupakan pernikahannya, pernikahan yang memang tidak diharapkannya, jadi tidak patut diingat.

"Ehhh Sayangku sudah turun, ke marilah!" sapa mama Cassandra dengan melambaikan tangannya, supaya Citra segera mendekat ke arahnya. Citra pun akhirnya mendekat dan memeluk mamanya. Mencium pipi kanan mamanya dengan sangat lama.

"Papa mana nih ciumannya?" canda Cirul agar tak tercipta kecanggungan dengan putrinya, tapi yang ada Citra hanya melirik saja dan tak memberikan ciuman kepada papanya. Malahan Citra langsung bersuara saja.

"Kalian sedang apa, Ma, Pa? Apa mau Citra bantu?" tawar Citra dengan sangat bersemangat. Itu membuat orang tuanya tersenyum senang, karena menurut mereka Citra sudah menerima semua ini. Terlihat dari wajahnya yang sungguh sumringah dan mau membantu mereka.

Kedua orang tua Citra pun serempak membalas dengan semangat juga. "Ini semua barang buat pernikahanmu, Nak, nanti tinggal kamu vooting baju saja oke!"

Sontak balasan kedua orang tuanya membuat Citra langsung syok dan yang semula Citra memegangi barangku itu, seketika langsung diloloskan dari tangannya. "Apa! Pernikahanku? Secepat inikah? Aku kan belum lulus, Pa, Ma, apa harus secepat ini? Aaaa benar-benar yaaa kalian semua sangat terburu-buru, seperti kalian saja yang mau menikah!"

"Lah memang harus seperti ini, kan satu minggu lagi, Nak," balas Cirul dengan sangat lembut supaya emosi Citra tidak semakin memuncak.

Citra yang tak perduli dan tak mau dengar lagi. Dia pun lalu kembali ke kamarnya kembali, dengan berlarian menaiki tangganya. Berteriak-teriak sejadinya. "Terserah, terserah kalian semuaaaa!"

Air mata Citra menetes dengan sendirinya, dia sudah tak bersemangat lagi seperti tadi, gara-gara menikah secepat itu dan menikah muda, mendahului teman-temannya. Kini Citra sudah sampai di depan kamarnya, membuka pintunya dengan kasar dan menutupnya dengan kasar pula. Citra pun mengumpat dan mengeluh dengan ganasnya.

"Haaaa aku sungguh stres rasanya, haaaa. Apa aku kabur saja? Tapi bagaimana dengan kuliahku? Uang dari mana aku? Aaaaa. Apa memang sudah harus seperti ini? Yang jelas aku akan terus melihat muka Chandra yang sungguh selalu bikin aku kesal itu. Hais!"